Sunday, November 29, 2009

Tunanetra Demo Bank BCA

http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=39639
Sabtu, 28-11-2009 | 07:26:08 
Tunanetra Demo BCA
MAKASSAR, UPEKS--Sekira sepuluh penyandang cacat tunanetra yang tergabung dalam Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) dipandu puluhan mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) mengadukan Bank BCA Cabang Ahmad Yani ke DPRD Sulsel.
Mereka diterima Tim Aspirasi DPRD Sulsel, Aerin Nizar dan Suzanna Kaharuddin, di lantai 1 Tower DPRD Sulsel, Rabu (25/11).Penyandang cacat tunanetra menyampaikan keluhan atas perlakuan tidak adil yang dilakukan oknum pegawai Bank BCA Cabang Ahmad Yani kepada Hamzah, terhadap salah seorang anggota Pertuni, ketika hendak membuka rekening di bank itu.
Menurut Hamzah, ketika akan membuka rekening di bank itu, oleh pegawai yang melayani menjelaskan bisa membuka rekening dengan syarat ada yang menjadi pengampuh, "Saya bingung apa itu pengampuh," katanya.

"Nanti belakangan saya tahu pengampuh itu adalah orang yang bisa mewakili. Itu yang saya tidak terima sebab menyulitkan saya, apalagi pengampuh itu hanya untuk orang gila, atau warga negara yang kawin dengan warga negara lain," ujarnya.
Ditambahkan rekannya yang juga anggota Pertuni, persyaratan yang dikenakan kepada warga tunanetra adalah bentuk pelecehan karena dianggap tidak cakap hukum, karena itu mereka mempertanyakan latar belakang munculnya kebijakan tersebut sebab dengan adanya pengampuh yang didasari akte yang ditandatangani di atas materai akan menambah beban ongkos."Sikap oknum pegawai BCA telah merendahkan kaum tunanetra, karena itu kami mohon anggota dewan sebagai wakil kami di parlemen bisa membantu menyelesaikan permasalahan ini.

Sementara itu Aerin Nizar dan Suzanna Kaharuddin setelah menerima pengaduan anggota Pertuni dan mahasiswa berjanji akan menyampaikan persoalan tersebut ke pimpinan dewan untuk ditindaklanjuti. Selanjutnya sepuluh anggota Pertuni bersama mahasiswa UNM melanjutkan aduannya ke Komisi Ombudsman Makassar di Jalan Urip Sumoharjo. (syahril) http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=39639

Monday, November 23, 2009

Demokrat dan PKS Tanyakan Dasar Hukum Mutasi di Pemprov

Home / Makassar Saat Ini  /
http://202.146.4.121/read/artikel/59453
Share |    inc dec

Demokrat dan PKS Tanyakan Dasar Hukum Mutasi di Pemprov

Laporan: muhammad irham. la_toge_langi@yahoo.com
Senin, 23 November 2009 | 18:38 WITA

MAKASSAR, TRIBUN - Langkah Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo memutasi besar-besaran pejabat di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. pemprov sesuai dengan PP 41 tahun 2007, mengundang reaksi dari kalangan legislatif. Hampir semua fraksi mempertanyakan efektivitas dan dasar hukum mutasi dan pembentukan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) baru tersebut.
Dalam Rapat Paripurna DPRD Sulsel, Senin (23/11), Fraksi Demokrat, adalah salah satu fraksi yang paling keras melontarkan pertanyaan. Melalui juru bicaranya, Aerin Nizar, mengatakan bahwa mutasi dan rotasi para pejabat dilakukan tanpa menunggu penyelesaian rancangan perubahan peraturan daerah (ranperda) No 6 dan No 8 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Sulsel serta Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulsel.

"Kami dari Fraksi Demokrat meminta kepada Gubernur Sulsel agar menjelaskan secara rinci apakah rotasi dan mutasi itu suidah memiliki landasan hukum yang jelas. Bagaimana kalau misalnya ranperda itu ditolak," tanya legislator yang terpilih dari daerah pemilihan Sulsel I ini. Demokrat juga mengkhawatirkan rotasi dan mutasi yang dilakukan gubernur hanya merupakan cara lain untuk bagi-bagi jabatan di lingkup pemprov. "Kami minta gubernur juga menjelaskan pertimbangan mutasi dan rotasi itu dan apa efektivitasnya," kata Aerin.

Fraksi Demokrat juga menyoroti Inspektorat Provinsi Sulsel yang dulunya bernama Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Sulsel. Menurut Demokrat, inspektorat tidak akan bekerja dengan profesional karena berada di bawah kendali gubernur.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), melalui juru bicaranya, Devi Shanti Erawati juga menanyakan hal yang sama. "Dalam PP 41, seharusnya jumlah dinas dan badan hanya 18 bukan 19 seperti yang ada sekarang. Pertanyaan kami adalah, apakah hal ini sudah dikomunikasikan langsung dengan mendagri," katanya.

Fraksi-fraksi lainnya juga menanyakan hal yang nyaris sama dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Demokrat dan PKS. Fraksi Golkar melalui juru bicaranya, Pangerang Rahuim, juga menanyakan hal itu.

Empat Ranperda Perubahan yang akan dibahas adalah Perda No.6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Sulsel, Perubahan Perda No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulsel, Perda No 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan lembaga lain Provinsi Sulsel, serta Perda Penanaman Moda Daerah. (*)

Wednesday, November 4, 2009

DPRD Sulsel Usul Perda Pelaksanaan Proyek

Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi D DPRD Sulsel meminta kepada Dinas Bina Marga agar mengusulkan rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang pelaksanaan proyek.

"Selama ini Bina Marga selalu memenangkan kontrakrot proyek yang memiliki penawaran paling rendah, kita meminta agar ada petunjuk khusus dengan membuatkan peraturan daerah (perda)," kata anggota Komisi D DPRD Sulsel Aerin Nizar di Makassar, Selasa.

Menurut dia, dengan menganut pola memberikan proyek kepada penawar paling rendah, akan berakibat pada pembangunan infrastruktur khususnya jalan tidak dijamin kualitasnya.

Hal senada diutarakan anggota komisi D lainnya Chalik Suang yang menilai kualitas jalan provinsi di Sulsel sangat buruk karena dikerjakan seadanya dengan estimasi anggaran yang rendah.

Dia meminta agar Bina Marga membatasi penawaran rendah dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang lain demi menjaga kualitas jalan, sehingga tidak dianggarkan tiap tahun.

"Penawaran rendah dibatasi karena otomatis akan merusak. Kita meminta angka yang realistis kalau perlu dibuatkan perda," ujarnya.

Sementara Kepada Dinas Prasarana Wilayah (Praswil) Sulsel Abdul Latif membantah memberi proyek kepada kontraktor penawar terendah.

"Pola pelelangan yang kita lakukan selalu tunduk aturan yang ada. Kita tetap mengutamakan syarat administrasi dan standarisasi kontraktor terhadap sebuah proyek. Tidak mesti yang paling rendah," tuturnya.

Dia juga mengemukakan tetap berpedoman kepada Kepres Nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa dalam melakukan pelelangan terhadap sebuah proyek.

"Saat ini kita masih mengacu pada Kepres 80, dan akan menyesuaikannya ketika dilakukan perubahan. Kalau mau dibuatkan perda tunggu saja perubahannya," ucapnya.
(T.PSO-099/S016)

Tuesday, November 3, 2009

DPRD Sulsel Usul Perda Pelaksanaan Proyek

http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/9919/dprd-sulsel-usul-perda-pelaksanaan-proyek 

DPRD Sulsel Usul Perda Pelaksanaan Proyek


Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi D DPRD Sulsel meminta kepada Dinas Bina Marga agar mengusulkan rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang pelaksanaan proyek.

"Selama ini Bina Marga selalu memenangkan kontraktor proyek yang memiliki penawaran paling rendah, kita meminta agar ada petunjuk khusus dengan membuatkan peraturan daerah (perda)," kata anggota Komisi D DPRD Sulsel Aerin Nizar di Makassar, Selasa.

Menurut dia, dengan menganut pola memberikan proyek kepada penawar paling rendah, akan berakibat pada pembangunan infrastruktur khususnya jalan tidak dijamin kualitasnya.

Hal senada diutarakan anggota komisi D lainnya Chalik Suang yang menilai kualitas jalan provinsi di Sulsel sangat buruk karena dikerjakan seadanya dengan estimasi anggaran yang rendah.Dia meminta agar Bina Marga membatasi penawaran rendah dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang lain demi menjaga kualitas jalan, sehingga tidak dianggarkan tiap tahun."Penawaran rendah dibatasi karena otomatis akan merusak. Kita meminta angka yang realistis kalau perlu dibuatkan perda," ujarnya.

Sementara Kepada Dinas Prasarana Wilayah (Praswil) Sulsel Abdul Latif membantah memberi proyek kepada kontraktor penawar terendah. "Pola pelelangan yang kita lakukan selalu tunduk aturan yang ada. Kita tetap mengutamakan syarat administrasi dan standarisasi kontraktor terhadap sebuah proyek. Tidak mesti yang paling rendah," tuturnya.

Dia juga mengemukakan tetap berpedoman kepada Kepres Nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa dalam melakukan pelelangan terhadap sebuah proyek."Saat ini kita masih mengacu pada Kepres 80, dan akan menyesuaikannya ketika dilakukan perubahan. Kalau mau dibuatkan perda tunggu saja perubahannya," ucapnya.
(T.PSO-099/S016)