Saturday, August 7, 2010

PERDA SULSEL TTG AIR SUSU IBU EKSKLUSIF 2010


  DRAFT FINAL
 

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR :        TAHUN 2010

TENTANG

 AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

Menimbang  :      a.   bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bayi, harus disiapkan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan berkualitas;

b.      bahwa air susu ibu eksklusif merupakan makanan yang paling baik bagi bayi sebagai upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan berkualitas;

c.      bahwa pemberian air susu ibu eksklusif merupakan amanat Ketentuan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

d.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Air Susu Ibu Eksklusif.

Mengingat            :     1.   Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara Dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2101) Juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah Dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah Dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);

2.     Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);

3.     Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656);

4.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

5.     Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

6.     Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

7.     Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

8.     Undang-Undang Nomor  32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4844);

9.     Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

10.  Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

11.  Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 5072);

12.  Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176);

13.  Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

14.  Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866);

15.  Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867);

16.  Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Pangan, Mutu Dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun   2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424);

17.  Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

18.  Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

19.  Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tatacara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);

20.  Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, Dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;

21.  Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329/Menkes/Per/XII/1976 tentang Produksi Dan Peredaran Makanan;

22.  Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 382/Menkes/Per/VI/1989 tentang Pendaftaran Makanan;

23.  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Yang Baik Untuk Makanan;

24.  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 237/Menkes/SK/IV/1997 tentang Pemasaran, Pengganti Air Susu Ibu;
25.  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor  450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu Secara Eksklusif Pada Bayi Di Indonesia;

26.  Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 235);

27.  Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 241) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 11 Tahun 2009 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 11);

28.  Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 244);

29.  Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 2009 tentang Legislasi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 247);


30.  Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 251);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
dan
GUBERNUR  SULAWESI  SELATAN

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :      PERATURAN DAERAH TENTANG AIR SUSU IBU EKSKLUSIF


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.         Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.         Pemerintah daerah adalah Gubernur, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3.         Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
4.         Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
5.         Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
6.         Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
7.         Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri di bidang kesehatan secara profesional.
8.         Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah  air susu ibu yang diberikan pada bayi sejak lahir sampai usia 6 (enam) bulan.
9.         Kolostrum adalah air susu ibu yang keluar pada hari pertama sampai hari keempat setelah bayi lahir sampai hari keempat.
10.      Susu Formula adalah produk makanan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.
11.      Promosi adalah segala bentuk kegiatan dalam upaya memperkenalkan dan atau  menjual produk.
12.     Inisiasi menyusu dini selanjutnya disingkat  IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir.
13.      Waktu menyusui adalah waktu diberikan kepada ibu untuk memberikan Air Susu Ibu Eksklusif.
14.      Ruang laktasi adalah tempat yang disediakan bagi ibu menyusui untuk memberikan Air Susu Ibu Ekslusif.
15.      Orang adalah orang perorangan.
16.      Badan usaha adalah perusahaan/kegiatan ekonomi yang berbentuk badan hukum dan non badan hukum.


BAB II
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Pengaturan ASI Eksklusif berasaskan :
a.    Perikemanusiaan;
b.    Perikeadilan;
c.    Manfaat;
d.    Perlindungan;
e.    Penghormatan terhadap hak asasi manusia;
f.     Nondiskriminatif dan
g.    Norma agama.

Pasal 3

Pengaturan ASI Eksklusif bertujuan untuk :
a.     Menjamin terpenuhinya hak bayi;
b.     Menjamin pelaksanaan kewajiban ibu memberi ASI Eksklusif;
c.      Mendorong peran keluarga, masyarakat, badan usaha dan pemerintah daerah dalam pemberian ASI Eksklusif.

BAB III
MENYUSUI EKSKLUSIF

Pasal 4

(1)      Setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan.
(2)      Ibu berkewajiban memberikan ASI Eksklusif kepada bayi sejak melahirkan sampai dengan bayi berusia 6 (enam) bulan.
(3)      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan atas indikasi medis dan kondisi khusus.
(4)      Indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan diagnosis dan Keputusan dokter.
(5)      Indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi :
a.    ibu yang menderita penyakit menular;
b.    ibu yang menderita keganasan pada payudara;
c.    bayi yang mengalami kondisi :
1). galaktosemia klasik;
2). penyakit kemih beraroma sirup mapel / maple syrup urine disease;
3). fenilketonuria.
(6)      Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada kondisi bayi tidak memungkinkan mendapatkan ASI Eksklusif karena :
a.    ibu meninggal;
b.    ibu cacat mental;
c.    bayi terpisah dari ibu;
d.    mengidap penyakit tertentu.

Pasal 5


(1)       Keluarga, masyarakat, badan usaha dan pemerintah daerah wajib mendukung pemberian ASI Eksklusif.
(2)       Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan :
a. waktu menyusui;
b. Fasilitas tempat menyusui.


BAB IV
WAKTU MENYUSUI

Pasal 6

(1)    Ibu pekerja berhak memperoleh fasilitas waktu untuk memberi ASI Eksklusif.
(2)    Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh pemberi kerja.


BAB V
TEMPAT MENYUSUI EKSKLUSIF

Pasal 7

(1)    Pemberi kerja, pengelola tempat kerja, Pengelola fasilitas umum wajib menyediakan fasilitas tempat menyusui (ruang laktasi).
(2)    Fasilitas tempat menyusui harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.    ruang minimal 2 x 2 meter;
b.    lokasi di tempat yang aman dan mudah dijangkau;
c.    pintu yg dapat dikunci dari dalam;
d.    kedap terhadap suara;
e.    kursi yang tidak terlalu tinggi atau rendah;
f.  meja;
g.    wastafel;
h.    pencahayaan yang cukup;
i.     termometer;
j.     kulkas.

BAB VI
PROSEDUR TETAP PERSALINAN DAN KONSELING


Pasal 8

(1)    Institusi pelayanan persalinan wajib melaksanakan prosedur tetap persalinan normal.
(2)    Persalinan normal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah :
a. Observasi persalinan
b. Ibu berada dalam ruang persalinan selama 2 (dua) jam
c.  Ibu diobservasi pada perkembangan kesehatan
d. ibu dibawa ke ruang nifas bersama anak.

Pasal 9

(1)      Institusi pelayanan persalinan wajib menyelenggarakan konseling ASI Eksklusif secara berkala.
(2)      Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada :
a. ibu hamil,
b. ibu bersalin dan atau ibu nifas.
(3)       Materi konseling sebagaimana dimaksud ayat (2) tentang manfaat kolostrum dan ASI Eksklusif .
(4)      Tatacara penyelenggaraan konseling ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB VII
INISIASI MENYUSUI DINI DAN KOLOSTRUM


Pasal  10

(1)      Institusi pelayanan kesehatan dan penolong persalinan wajib menyediakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang manfaat inisiasi menyusu dini.
(2)      Institusi pelayanan kesehatan wajib memberikan kesempatan inisiasi menyusui dini kepada ibu bersalin.
(3)      Setiap penolong persalinan wajib memberikan kesempatan dan membantu ibu dan bayi melakukan inisiasi menyusui dini.

Pasal 11

(1)      Institusi pelayanan persalinan wajib menyelenggarakan rawat gabung ibu dan bayi sepanjang tidak ada kontraindikasi mutlak.
(2)      Institusi pelayanan dan/atau penolong persalinan wajib membantu ibu melakukan pemberian kolostrum pada bayi.

BAB VIII
SUSU FORMULA

Pasal 12

(1)       Pengecualian pemberian ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) dapat diganti dengan susu formula atas indikasi yang tepat.
(2)       Pemberian susu formula selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah bayi berusia 6 (enam) bulan.



Pasal 13

(1)    Penggunaan susu formula dimaksudkan sebagai pengganti ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5).
(2)    Guna mendorong Penggunaan ASI Eksklusif yang maksimal, promosi susu formula dilarang dilakukan secara langsung di :
a.    Rumah sakit (pemerintah dan swasta);
b.    Puskesmas dan jaringannya;
c.    Rumah tangga;
d.    Kantor (pemerintah dan swasta);
e.    Balai pengobatan;
f.     Rumah bersalin;
g.    Dokter praktek;
h.    Bidan praktek swasta (BPS).
BAB IX
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal  14

(1)    Pemerintah Daerah melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap Pemberian ASI Eksklusif dan susu formula.
(2)    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB X
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 15

(1)    Masyarakat dapat berperan serta baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam mendukung pemberian ASI Eksklusif.
(2)    Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif dengan memberikan informasi tentang ASI Eksklusif.
(3)    Media massa baik cetak maupun elektronik dapat berperan serta mendukung pemberian ASI Eksklusif.
(4)    Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan gubernur.

BAB XI
SANKSI

Pasal 16

(1)       Setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) , Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 13 ayat (2) dikenakan sanksi administrasi.
(2)       Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. Teguran tertulis;
b. Peringatan tertulis;
c.  Denda;
d. Pencabutan izin;
(3)       Bentuk dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB XII
PENUTUP

Pasal  17

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku efektif paling lambat 1 (satu) tahun setelah diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.


Ditetapkan di Makassar
pada tanggal 

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,



SYAHRUL YASIN LIMPO

Diundangkan di Makassar
pada tanggal 
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN,


A. MUALLIM

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010 NOMOR........











PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR………TAHUN 2010

TENTANG

AIR SUSU IBU EKSKLUSIF


I.        PENJELASAN UMUM

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks yang menunjukkan kualitas hidup manusia suatu negara. Indikatornya adalah pendapatan, pendidikan dan kesehatan dimana indikator kesehatan  salah satunya adalah status gizi masyarakat. Tahun 2007 Indonesia menduduki rangking ke 109 dari 200 negara yang dinilai, sedangkan provinsi Sulawesi Selatan menduduki rangking 22 dari 33 provinsi. Hal ini mencerminkan masih rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan penduduk Indonesia secara umum dan Sulawesi Selatan secara khusus.

Pemerintah sudah saatnya memberikan perhatian yang lebih besar pada upaya perbaikan gizi khususnya pada bayi dan balita, karena menyangkut proses tumbuh kembang dimana masa ini terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sekali baik fisik maupun otaknya.

Memberikan Air Susu Ibu (ASI) merupakan “KODRAT” seorang ibu dan memperoleh ASI adalah “HAK ANAK”. ASI merupakan investasi terbaik bagi setiap anak untuk memulai kehidupannya, selanjutnya diharapkan setiap bayi yang lahir dapat hidup sehat, panjang umur dan berkualitas.  ASI adalah makanan terbaik yang dapat diberikan seorang ibu kepada bayinya. memberikan ASI  merupakan kodrat dan kewajiban seorang ibu dan memperoleh ASI adalah hak anak.

Pentingnya ASI merupakan satu-satunya makanan yang terbaik buat bayi yang baru lahir sampai berumur 6 bulan.  Sayang sekali, makanan yang terbaik ini banyak yang terbuang percuma akibat tidak dimanfaatkan secara maksimal.  Sebenarnya, hampir semua anak di Indonesia mendapatkan ASI, namun pemberian ASI ini tidak optimal akibat praktek-praktek yang dilakukan yang tidak sesuai dengan aturan yang diberikan.  Praktek-praktek yang salah ini yang harus dilindungi dengan aturan-aturan yang disepakati seperti Perda.
Salah satu aturan yang belum banyak dilakukan adalah praktek pemberian ASI secara dini atau IMD (Inisiasi Menyusu Dini).  Saat bayi lahir bayi segera diberikan kepada ibunya untuk disusui sehingga makanan pertama yang masuk ke mulut bayi adalah ASI. 
Pentingnya IMD ini sangat berhubungan dengan keinginan bayi untuk menyenangi ASI.  Apabila makanan pertama yang masuk ke dalam mulut bayi adalah susu formula maka bayi akan kurang menyukai ASI sehingga kemungkinan bayi menyusui akan kecil. 

Di Sulawesi Selatan, jumlah ibu yang segera memberikan ASI kepada bayinya masih sangat rendah, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Jumlah ibu yang segera menyusui bayi 30 menit setelah lahir baru mencapai 7% di perkotaan dan 13% di pedesaan. Pada umumnya bayi baru diberikan ASI  setelah 2 jam (perkotaan 38% dan pedesaan 39%) dan 6 jam (perkotaan 64% dan pedesaan 70%) setelah lahir.

Pemberian ASI yang terlambat ini seterusnya akan melemahkan keinginan ibu untuk memberikan Hanya ASI kepada bayinya.  Itulah sebabnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sangat rendah.  Data SDKI (2002-2003) memperlihatkan hanya 13,9% yang menyusui sampai bayi berumur 4-5 bulan.  Penelitian lainnya memperlihatkan bahwa ASI ekskusif hanya mencapai 6% di Indonesia (Unicef 1997).

Menyusui secara eksklusif merupakan sejenis intervensi yang saat ini dinilai sangat efektif dalam meningkatknya kelangsungan hidup anak.  Dibandingkan dengan program intervensi lainnya, program yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah ibu yang menyusui secara eksklusfi dapat mencegah kematian sampai 13%.  Intervensi program MP-ASI memberikan kontribusi pencegahan kematian pada anak hanya sebesar 6% sedangkan program air bersih dan sanitasi hanya berkontribusi sebesar 3%.  Berdasarkan hasil kajian ini maka pembuatan Perda ASI yang nantinya akan meningkatkan jumlah ibu yang memberi ASI dengan baik akan dapat mendukung upaya pemerintah dalam mencapai nilai IPM yang lebih tinggi dari saat ini.

Pemberian ASI sangat dianjurkan untuk diteruskan sampai anak 2 tahun walaupun anak sudah memperoleh makanan padat.  Pentingnya ibu memberikan ASI melewati usia 1 tahun memberikan dampak yang sangat positif terhadap kesehatan dan gizi bayi.  Kontribusi energi dari ASI terhadap kebutuhan bayi rata-rata sebesar 35-40% (Dewey dan Brown, 2002).  Disamping itu, kandungan lemak yang tinggi pada ASI menjadikan ASI adalah satu-satunya jenis makanan dengan kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis makanan bayi lainnya.  Lemak dari ASI ini sangat penting dalam memetabolisme vitamin A yang umumnya diperoleh dari bahan makanan nabati.  Disamping itu, kontribusi gizimikro dari ASI memberikan kontribusi terbesar di Negara-negara berkembang (Prentice dan Paul, 2000).

Pemberian ASI yang berlanjut di atas usia anak 1 tahun telah banyak menyelamatkan bayi terutama dari penyakit infeksi (Brown dkk., 1990).  Saat anak mengalami penurunan nafsu makan oleh karena penyakit infeksi, pemberian ASI menjadi salah satu sumber zat gizi yang menyelamatkan anak dan mempercepat kesembuhan anak dari infeksi.

Disamping itu, hasil penelitian memperlihatkan dampak positif pemberian ASI terhadap pertumbuhan anak (Anyango dkk., 1999; Simondon dkk., 2001).  Pemberian ASI yang melewati usia satu tahun dapat juga mencegah penyakit kronis pada saat remaja atau dewasa kelak (Davis, 2001) dan juga mencegah kegemukan (Butte, 2001).  Peningkatan kognitif pada bayi yang memperoleh ASI yang lebih lama juga telah terlihat (Reynolds, 2001).

Kenyataan yang ada pada saat ini, menunjukkan pemberian ASI mengalami gejala penurunan, baik itu disebabkan karena faktor internal si ibu dan atau si anak maupun faktor eksternal yaitu makin gencarnya promosi dan penggunaan susu formula sebagai pengganti air susu ibu. Bahkan kondisinya saat ini makin memprihatinkan dimana sarana pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai pilar terdepan dalam pengenalan dini terhadap menyusui bahkan mulai tidak perduli diakibatkan adanya iming-iming dari perusahaan terhadap peningkatan financial, disamping kesadaran ibu terhadap pemberian ASI juga menunjukkan penurunan. Peredaran susu formula di instansi pelayanan kesehatan juga gencar.

Hasil penelitian Nutrition Health Surveilance System (NSS) yang dilakukan oleh HKI dan Depkes RI pada tahun 1999-2003 menunjukkan terjadi penurunan pemberian ASI Eksklusif di Provinsi Sulawesi Selatan, baik di daerah pedesaan maupun wilayah perkotaan. Untuk wilayah pekotaan (Kota Makassar) angka penggunaan ASI Eksklusif pada tahun 1999 dan tahun 2003 adalah pada bayi usia 0-1 bulan menurun dari 51%  menjadi 41%, bayi usia 2-3 bulan menurun dari 45% menjadi 32% dan 21% menjadi 10%. Sedangkan untuk wilayah pedesaan angka penggunaan ASI pada periode yang sama adalah pada bayi usia 0-1 bulan menurun dari 46%  menjadi 39%, bayi usia 2-3 bulan menurun dari 41% menjadi 30% dan 17% menjadi 13%.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif maupun ASI sampai 2 (dua) tahun, baik melalui kampanye-kampanye, sosialisasi, advokasi bahkan pelatihan-pelatihan bagi petugas kesehatan, namun cakupan masih dibawah target.

Diperlukan upaya yang lebih intensif untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI dan pengendalian terhadap peredaran susu formula di instansi pelayanan kesehatan melalui upaya penataan Peningkatan Pemberian ASI dan Pengendalian terhadap Penggunaan Pengganti Air Susu Ibu (PASI).

Penataan terhadap upaya peningkatan pemberian ASI dan Pengendalian Penggunaan PASI  diharapkan dapat pula menurunkan angka kejadian gizi buruk dan Angka Kematian Bayi (AKB) sehingga memberikan dampak kenaikan pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan.

II.     PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1            : Cukup jelas
Pasal 2           : Cukup jelas
Pasal 3           : Cukup jelas
Pasal 4           
            Ayat (1)        : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
             Ayat (3)       : Cukup jelas
            Ayat (4)        : Cukup jelas
Butuh penjelasan
            Ayat (5)        : Cukup jelas
Pasal 5           
            Ayat (1)        : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
  Pasal 6        
             Ayat (1)       : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
  Pasal 7
Ayat (1)    :  Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
  Pasal 8
             Ayat (1)      : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
  Pasal 9
                    Ayat (1)    : Cukup jelas
             Ayat (2)      : Cukup jelas
             Ayat (3)      : Cukup jelas
             Ayat (4)      : Cukup jelas
Pasal 10
            Ayat (1)        : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
             Ayat (3)       : Cukup jelas
Pasal 11         
Ayat (1)        : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)        : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
Pasal 13         
Ayat (1)        : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
             Ayat (3)       : Cukup jelas
Pasal 14         
             Ayat (1)      : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)        : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
             Ayat (3)       : Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)        : Cukup jelas
             Ayat (2)       : Cukup jelas
             Ayat (3)       : Cukup jelas
Pasal 17                             : Cukup jelas
           
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR…..