Thursday, July 7, 2011

Perda Inisiatif DPRD Sulsel: Pengawasan dan Pengendalian Muatan Lebih Angkutan Barang



PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

NOMOR  4 TAHUN 2011

TENTANG

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH
ANGKUTAN BARANG DI SULAWESI SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Menimbang  :      a.      bahwa penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan ditujukan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman dan effisien;
b.      bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud, perlu menjaga kelangsungan jalan dengan melakukan pengawasan dan pengendalian angkutan barang;
c.       bahwa dalam rangka perawatan dan pemeliharaan jalan diperlukan adanya pengaturan, pengawasan dan pengendalian terhadap berat maksimun muatan kendaraan bermotor, khususnya bagi kendaraan bermotor jenis mobil barang yang berfungsi sebagai alat pengangkutan barang agar dalam penggunaannya tidak dibebani dengan muatan yang cenderung melebihi batas toleransi kemampuan jalan;
d.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengawasan dan Pengendalian Muatan Lebih Angkutan Barang Di Sulawesi Selatan;

Mengingat     :    1.        Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102), Jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan mengubah Undang-Undang I Sulawesi Selatan Tenggara Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);

2.      Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia Nomor 4168);

3.      Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.      Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
6.      Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik  Indonesia Nomor 5026);
7.      Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
8.      Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Jalan  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527);
9.         Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528);
10.      Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
11.      Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3629);
12.      Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
13.      Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
14.    Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tahun 1987 Nomor 1 Seri D Nomor 1);
15.    Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah  Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 235);
16.    Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 2009 tentang Legislasi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 247);

17.    Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 251);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
dan
GUBERNUR SULAWESI SELATAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan        :    PERATURAN DAERAH TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH ANGKUTAN BARANG DI SULAWESI SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1.        Daerah adalah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan;
2.        Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai Unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3.        Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan;
4.        Dinas adalah Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Selatan;
5.        Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Selatan;
6.        Badan Usaha adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persetujuan, perkumpulan, yayasan, organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya;
7.        Kendaraan Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknis yang ada pada kendaraan itu, termasuk kereta gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor yang bersangkutan;
8.        Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus;
9.        Kendaraan Khusus adalah kendaraan bermotor selain dari pada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang, yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus;
10.     Kereta Gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang untuk ditarik oleh kendaraan bermotor;
11.     Kereta Tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan bermotor penariknya;
12.     Angkutan barang adalah perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan mobil barang atau kendaraan khusus;
13.     Daya angkut adalah berat muatan, baik barang maupun orang yang dapat diangkut sebagaimana ditetapkan dalam buku uji;
14.     Kelebihan muatan adalah jumlah berat muatan mobil barang yang diangkut melebihi daya angkut yang ditetapkan dalam buku uji;
15.     Jumlah berat yang diperbolehkan, selanjutnya disingkat JBB adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan menurut rancangannya;
16.     Jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan, adalah jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan menurut rancangannya;
17.     Jumlah berat yang diizinkan, selanjutnya disingkat JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui;
18.     Muatan sumbu, adalah jumlah tekanan roda-roda pada suatu sumbu yang menekan jalan;
19.     Buku uji, adalah tanda bukti lulus uji berkala berbentuk buku yang berisikan data dan legitimasi hasil pengujian setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, atau kendaraan khusus;
20.     Barang umum, adalah bahan atau benda selain dari bahan berbahaya, peti kemas dan alat berat;
21.     Barang berbahaya, adalah setiap bahan atau benda yang oleh karena sifat dan ciri khas serta keadaannya merupakan bahaya terhadap keselamatan dan ketertiban umum serta terhadap jiwa atau kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya;
22.     Alat berat, adalah barang yang karena sifatnya tidak dapat dipecah-pecah sehingga memungkinkan angkutannya melebihi Muatan Sumbu Terberat (MST) dan/atau dimensinya melebihi ukuran maksimum yang ditetapkan;
23.     Peti kemas, adalah peti kemas sesuai International Standard Organization (ISO) yang dapat dioperasikan di Indonesia;
24.     Angkutan khusus, adalah angkutan barang yang disediakan untuk digunakan mengangkut barang secara khusus, baik berupa bahan berbahaya, peralatan militer, alat berat, peti kemas, barang dengan menggunakan tangki atau barang umum yang tidak dapat dipotong-potong atau dipisah-pisahkan yang tidak diwajibkan dilakukan penimbangan;
25.     Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel;
26.     Alat penimbangan adalah sarana pengawasan yang digunakan untuk menimbang kendaraan bermotor yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat dipindah-pindahkan yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta muatannya;
27.     Penimbangan kendaraan bermotor, adalah kegiatan teknis yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau Dinas selaku Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk untuk melakukan pelayanan penimbangan terhadap mobil barang beserta muatannya guna menjamin berat muatan yang diangkut sesuai dengan ketentuan;
28.     Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor selanjutnya disingkat UPPKB, adalah unit kerja di bawah Dinas yang melaksanakan tugas pengawasan terhadap berat kendaraan beserta muatannya dengan menggunakan alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada setiap lokasi tertentu;
29.     Pengendalian adalah pengarahan dan bimbingan terhadap penyelenggaraan operasi;
30.     Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Selatan;
31.     Penyidikan angkutan barang adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pengawai Negeri Sipil dalam rangka penegakan hukum atas pelanggaran kegiatan pengangkutan barang di jalan;
32.     Pengawasan adalah kegiatan mengawasi, memeriksa dan mengambil tindakan terhadap pelanggaran pengoperasian angkutan barang.
33.     Pengujian adalah alat pengujian terhadap kendaraan angkutan muatan barang.
34.     Fasilitas gudang adalah fasilitas yang disiapkan oleh pemerintah untuk barang kelebihan muatan.

BAB II
PENGENDALIAN MUATAN

Bagian Pertama
Muatan

Pasal 2

Setiap mobil barang dilarang mengangkut barang melebihi daya angkut yang diperbolehkan sesuai hasil pengujian menurut buku uji atau pelat samping kendaraan.

Pasal 3

(1).   Pemuatan barang umum dalam ruang muatan mobil barang harus disusun dengan baik sehingga beban terdistribusi secara proporsional pada sumbu-sumbu kendaraan.

(2)    Distribusi muatan barang sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memenuhi persyaratan muatan sumbu terberat untuk masing-masing sumbu, daya dukung jalan serta jumlah berat yang diperbolehkan.

(3)    Muatan barang umum dalam ruang muatan mobil barang harus ditutup dengan beban yang tidak mudah rusak dan diikat dengan kuat.

Pasal  4

(1)      Barang umum yang melampaui bagian terluar belakang mobil barang tidak boleh melebihi 2.000 (dua ribu) milimeter.

(2)      Bagian barang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melebihi dari 1.000 (seribu) milimeter, harus diberi tanda yang mudah dilihat atau tanda yang dapat memantulkan cahaya.

(3)    Apabila barang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghalangi lampu-lampu atau pemantul cahaya, maka pada ujung muatan tersebut harus ditambah lampu-lampu pemantul cahaya.

Bagian Kedua
Modifikasi Kendaraan Angkutan Barang

Pasal 5

(1).   Setiap kendaraan angkutan barang yang dimodifikasi berupa dimensi, mesin, kemampuan daya angkut seperti bak muatan barang, rumah-rumah dan kereta gandengan, wajib melakukan pengujian.
(2)    Modifikasi kendaraan angkutan barang sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak boleh membahayakan keselamatan berlalulintas.
(3)    Tata cara modifikasi kendaraan angkutan barang sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.





Bagian Ketiga
Penimbangan Kendaraan Bermotor

Pasal 6

Setiap mobil barang yang mengangkut barang, wajib ditimbang pada alat penimbangan yang dipasang secara tetap atau yang dapat dipindah-pindahkan.

Pasal 7

Yang tidak diwajibkan untuk dilakukan penimbangan adalah terhadap :
a.    Mobil barang yang tidak bermuatan;
b.    Mobil angkutan barang khusus.

Pasal 8

Mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dan huruf b harus dilakukan dalam bentuk kendaraan bermotor yang secara khusus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta sesuai dengan peruntukannya.

Pasal 9

(1).   Mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, wajib mempunyai izin angkutan khusus.
(2).   Izin angkutan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Pasal 10

(1).   Alat penimbangan yang dipasang secara tetap dilengkapi dengan fasilitas utama dan fasilitas penunjang.
(2).   Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a.  gedung operasional;
b.  lapangan parkir kendaraan;
c.   fasilitas jalan ke luar masuk kendaraan;
d.  gudang penyimpanan barang;
e.  lapangan penumpukan;
f.    papan display informasi;
g.  perambuan untuk pengoperasian;
h.  pagar;
(3)    Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a.   bangunan untuk generator set;
b.  kamera pengawas (cctv);
c.   komputer administrasi;
d.  alat komunikasi;
e.  pengeras suara;
f.    jaringan online;
g.  kendaraan operasional;
h.  mess petugas;
i.    tempat ibadah;
j.    alat bongkar muat barang beserta kelengkapannya;
(4) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disiapkan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan Daerah.

Pasal 11

Alat penimbangan yang dapat dipindah-pindahkan, harus memenuhi persyaratan teknis, yaitu :

a.    Alat penimbangan elektronis yang dapat mengumpulkan, memperoleh, mengolah dan mencetak data hasil penimbangan;
b.    Mampu mendukung berat kendaraan beserta muatan pada setiap roda sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) ton dan/atau setiap sumbu sekurang-kurangnya 20                (dua puluh) ton.

Bagian Keempat
Penyelenggaraan Penimbangan

Pasal 12

(1).   Pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan alat penimbangan kendaraan bermotor beserta fasilitas penunjang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
(2).   Alat penimbangan kendaraan bermotor, ditera oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13

(1).   Penyelenggaraan alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, menjadi tanggung jawab Dinas yang pengoperasiannya dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB).
(2).   Tata cara penetapan lokasi, pengelolaan dan pengoperasian alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

Bagian Kelima
Tata Cara Penimbangan dan Perhitungan Berat Muatan

Pasal 14

(1).   Penimbangan dilakukan dengan cara menimbang berat kendaraan beserta muatannya atau dapat dilakukan penimbangan terhadap masing-masing sumbu.
(2).   Perhitungan berat muatan dilakukan dengan cara mengurangi hasil penimbangan kendaraan beserta muatannya dengan berat kendaraan yang telah ditetapkan dalam buku uji.
(3).   Kelebihan berat muatan dapat diketahui apabila berat muatan yang ditimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), lebih besar dari JBI yang telah ditetapkan dalam buku uji atau pelat samping kendaraan bermotor.
(4).   Kelebihan berat muatan pada tiap-tiap sumbu dapat diketahui dengan cara membandingkan hasil pertimbangan setiap sumbu dengan MST pada kelas jalan yang dilalui.
Bagian Keenam
Penggolongan Mobil Barang dan Muatan Lebih

Pasal 15

Penggolongan Mobil barang ditetapkan sebagai berikut:
a.        Mobil barang Golongan I,  JBI 2.000 kg, sampai dengan 8.000 kg
b.        Mobil barang Golongan II, JBI 8.000 kg sampai dengan 14.000 kg
c.        Mobil barang Golongan III, JBI 14.000 kg sampai dengan 21.000 kg
d.        Mobil barang Golongan IV, JBI lebih besar dari 21.000 kg

Pasal 16

(1).   Pengusaha dan/atau pengemudi mobil barang dilarang mengangkut barang melebihi 5% (lima persen) dari JBI yang ditetapkan dalam buku uji.
(2).   Pengangkutan barang dengan muatan lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 15% (lima belas persen) dari JBI yang ditetapkan dalam buku uji dikategorikan sebagai pelanggaran tingkat pertama.
(3).   Pengangkutan barang dengan muatan lebih dari 15% (lima belas persen) sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari JBI yang ditetapkan dalam buku uji dikategorikan sebagai pelanggaran tingkat kedua.
(4).   Pengangkutan barang dengan muatan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari JBI yang ditetapkan dalam buku uji dikategorikan sebagai pelanggaran berat yang perlu dibuatkan berita acara untuk diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

SANKSI  ADMINISTRATIF

Bagian Kesatu

Sanksi Kelebihan Muatan

Pasal 17

(1).   Setiap pengemudi angkutan barang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebagai berikut:

No
Golongan
Kendaraan
Pelanggaran
Tingkat I
> 5% - 15% dari JBI (Rp)
Pelanggaran
Tingkat II
>15% - 25% dari JBI (Rp)
1
Gol 1
20.000 – 30.000.
50.000 – 70.000
2
Gol II
30.000 – 50.000
60.000 – 80.000
3
Gol III
40.000 – 60.000
70.000 – 90.000
4
Gol IV
50.000 – 70.000
80.000 – 100.000

(2).   Setiap kendaraan angkutan barang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dikenakan sanksi berupa penurunan muatan dan dibuatkan berita acara untuk diajukan ke pengadilan.
(3)    Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur.
(4).   Pengenaan denda hanya satu kali untuk satu tujuan perjalanan sesuai dengan bukti pembayaran denda.

Pasal 18

         Petugas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada pasal 17, dalam melaksanakan pengenaan denda diwajibkan untuk:
a.    Penerimaan pembayaran denda dipungut dengan menggunakan tanda bukti penerimaan denda serta mencantumkan besaran denda.
b.   Seluruh penerimaan denda sebagaimana dimaksud pada huruf a, disetor ke kas Daerah paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam dengan menggunakan tanda bukti penyetoran yang dilampiri tembusan tanda bukti penerimaan denda pelanggaran.
c.    Tata cara pengenaan denda dan tanda buktinya, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

Bagian Kedua


Penurunan Kelebihan Muatan

Pasal 19

(1).   Pengemudi yang tidak dapat memenuhi denda sebagaimana dimaksud dalam            Pasal 17, maka pengemudi kendaraan harus menurunkan barang muatan lebih pada tempat yang ditunjuk.

(2).   Kegiatan menurunkan dan/atau memuat kelebihan muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sendiri oleh pengemudi dan/atau pengusaha angkutan barang pada tempat yang ditentukan oleh petugas.

(3).   Untuk menempatkan muatan lebih yang diturunkan, pengemudi dan/atau pengusaha angkutan barang dapat menggunakan fasilitas gudang dan/atau lapangan penumpukan yang tersedia.

(4).   Penggunaan fasilitas gudang dan/atau lapangan penumpukan barang dan penyimpanan kendaraan muatan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam dan dilakukan dengan berita acara yang dibuat oleh petugas.

(5).   Penumpukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4). yang melebihi 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam, dikenakan denda.

(6)    Kehilangan atau kerusakan barang yang ditempatkan pada gudang dan/atau lapangan penumpukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab pengemudi dan/atau pengusaha angkutan barang yang bersangkutan.

(7).   Tata cara penggunaan fasilitas gudang dan/atau lapangan penumpukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 20

(1)       Setiap Badan Usaha angkutan/pengemudi yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa:
         a. peringatan tertulis;
         b. denda administratif; dan/atau
         c. pembekuan izin penyelenggaraan angkutan.
(2)      Tata cara penerapan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.


BAB  IV
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 21

(1).   Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkup Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dimaksud dalam Pasal 18 sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
(2).   Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.   Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b.   Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan;
c.   Meminta keterangan dan lahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan;
d.   Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan;
e.   Melakukan pemeriksaan untuk mendapatkan lahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.    Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan;


g.   Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana pada huruf e;
h.   memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan;
i.    memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.    menghentikan penyidikan;
k.   melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3).   Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

BAB V
KETENTUAN PIDANA

Pasal 22

Pengemudi atau pemilik/pengusaha angkutan barang yang mengangkut barang dengan tidak melakukan penimbangan mobil barang yang dipergunakan pada lokasi yang telah ditetapkan atau yang dilewatinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Pasal 23

Pengemudi atau pemilik/pengusaha angkutan yang melakukan angkutan barang dengan mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, tidak mempunyai izin angkutan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah).

Pasal 24

Pemilik kendaraan angkutan barang yang melakukan modifikasi kendaraan yang menyebabkan perubahan tipe atau dimensi kendaraan yang dioperasikan tanpa melalui uji tipe, dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Pasal 25

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 adalah pelanggaran

BAB III

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 26

(1).   Pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
(2).   Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk melakukan tindakan pemeriksaan.
(3).   Setiap petugas pengawas yang melakukan tindakan penyalahgunaan kewenangan didalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan serta merugikan keuangan Daerah,  dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4).   Tata cara pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB VI
                                                        KETENTUAN PENUTUP        

Pasal 27

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
1.     Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Tertib Pemanfaatan Jalan dan Pengendalian Angkutan Barang di Jalan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan; dan
2.     Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 41 Tahun 2001 tentang Retribusi Penimbangan Kendaraan Bermotor Di Provinsi Sulawesi Selatan;

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 28

Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 29

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Ditetapkan di Makassar
pada tanggal  6 Juli 2011

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,




SYAHRUL YASIN LIMPO

Diundangkan di Makasssar
pada tanggal 6 Juli 2011

SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN,




A.  MUALLIM

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2011 NOMOR  6














PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR …… TAHUN 2011

TENTANG

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH
ANGKUTAN BARANG DI SULAWESI SELATAN


1.    PENJELASAN UMUM

Lalu lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peranan yang sangat strategis dan memiliki karakteristik tersendiri, karenanya perlu terus ditumbuhkembangkan dan dikendalikan agar mampu berperan sebagai penggerak, pendorong dan penunjang laju pembangunan serta menjangkau wilayah Sulawesi Selatan secara efisien dan efektif serta menjangkau daya beli masyarakat. Oleh karena itu, penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan ditujukan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman dan efisien.

Salah satu upaya untuk mewujudkan kondisi tersebut di atas, perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian muatan lebih terhadap angkutan barang. Hal tersebut dilakukan mengingat kelebihan muatan dapat menimbulkan dampak kerugian ekonomi dan finansial yang sangat luas yang dapat menghambat laju pertumbuhan pembangunan daerah. Untuk itu, pengawasan dan pengendalian muatan perlu diatur dengan Peraturan Daerah.

Setiap mobil barang yang mengangkut barang wajib ditimbang pada alat penimbangan yang dipasang secara tetap atau yang dapat dipindah-pindahkan. Tetapi ada beberapa kendaraan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan penimbangan yaitu terhadap :

·         Mobil barang yang tidak bermuatan
·         Mobil angkutan barang khusus.

Salah satu upaya untuk mewujudkan kondisi tersebut di atas, perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan terhadap angkutan barang. Hal tersebut dilakukan mengingat kelebihan muatan dapat menimbulkan dampak kerugian ekonomi dan finansial yang sangat luas yang dapat menghambat laju pertumbuhan pembangunan daerah. Untuk itu, pengawasan dan pengendalian muatan perlu diatur dengan peraturan daerah.

2.    PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 s/d 5       :           Cukup Jelas
Pasal 6                 :           Alat penimbangan yang dipasang secara tetap maksudnya tidak dapat dipindahkan dan yang disebut jembatan timbang.
                                          Alat penimbangan yang dapat dipindah-pindahkan (portable) yang dilakukan pada ruas jalan yang diantaranya belum tersedia jembatan timbang, atau penggunaannya khususnya diutamakan untuk pengawasan dan pengendalian muatan pada ruas jalan yang dijadikan sebagai jalan alternatif bagi angkutan barang yang menghindari jembatan timbang.
Pasal 7 huruf a  :           Cukup jelas
               huruf b  :           mobil barang angkutan khusus adalah mobil angkutan barang yang tidak bisa dipotong-potong, muatan alat berat dan mobil tangki.
Pasal 8                 :           Cukup jelas
Pasal 9                 :           Yang dimaksud izin khusus adalah izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu menurut peraturan perundang-undangan.
Pasal 11 s/d 15   :           Cukup jelas
Pasal 16 ayat (1):           Kelebihan muatan sampai dengan 5% (lima persen) dari JBI adalah masih dalam ambang batas keselamatan dengan demikian masih dalam batas yang diperbolehkan dan tidak dikategorikan sebagai pelanggaran.
           ayat (2) :    Kelebihan muatan diatas 5% (lima persen) sampai dengan 15% (lima belas persen) dari JBI adalah merupakan pelanggaran resiko ringan terhadap dampak kerusakan jalan serta persyaratan teknis dan laik jalan mobil barang yang digunakan.
           ayat (3) :    Kelebihan muatan di atas 15% (lima belas persen) sampai 25% (dua puluh lima persen) dari JBI adalah merupakan pelanggaran resiko sedang terhadap dampak kerusakan jalan serta persyaratan teknis dan laik jalan mobil barang yang digunakan.                 
          ayat (4) :                 Kelebihan muatan diatas 25% (lima persen) dari JBI adalah merupakan pelanggaran pidana.
Pasal 17 s/d 28 : Cukup jelas             


TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR …..

No comments:

Post a Comment