Thursday, July 7, 2011

Perda Inisiatif DPRD Sulsel: Penyiaran Televisi Melalui Kabel



PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR 3 TAHUN  2011

TENTANG

PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Menimbang:       a.               bahwa televisi merupakan media komunikasi dan informasi untuk mengembangkan pribadi manusia dan lingkungan sosialnya;  

b.    bahwa penyiaran televisi melalui kabel merupakan salah satu sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam rangka memperoleh informasi yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi;

c.      bahwa penyiaran televisi melalui kabel, harus tetap berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang  Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran serta memperhatikan nilai kearifan lokal yang ada;

                        d.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang Penyiaran Televisi Melalui Kabel.

Mengingat :   1.    Undang-Undang  Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang  Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102) jo. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia Nomor 2687);

2.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

3.   Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

4.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887);

5.    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

6.    Undang-Undang Nomor  39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

7.    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3877);

8.     Undang-Undang Nomor  23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

9.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);

10.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

11.  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);

12.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

13.  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

14.  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

15.  Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928);
16.  Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Menjelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

17.  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);

18.  Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5060);
 
19.  Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

20.  Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  4593);


21.  Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

22.  Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur Selaku Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5209);

24. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;

25. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 49/PER/M.KOMINFO/12/2009 tentang Rencana Dasar Teknik Penyiaran;

26. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 – 2028  (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 10 Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 243);
27.  Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah  Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 – 2013  (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 12);

28.  Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 – 2029 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan) Tahun 2009 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 249 );

29.  Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Penanaman Modal Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 250);   

30Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Legislasi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 247);

31. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 251);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH  PROVINSI SULAWESI SELATAN

Dan

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

MEMUTUSKAN

Menetapkan :   PERATURAN DAERAH TENTANG PENYIARAN TELEVISI   MELALUI KABEL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.        Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
2.        Daerah adalah Provinsi Sulawesi Selatan
3.        Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4.        Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
5.        Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6.        Komisi Penyiaran Indonesia selanjutnya disebut KPI adalah KPID Provinsi Sulawesi Selatan.
7.        Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
8.        Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
9.        Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
10.     Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
11.     Izin Penyelenggaraan Penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran.
12.     Lembaga Penyiaran Berlangganan Jasa Penyiaran Televisi (TV) Melalui Kabel adalah lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan televisi (TV) melalui kabel, atau selanjutnya disebut Operator TV Kabel.
13.     Jangkauan penyiaran berlangganan adalah zona layanan siaran sesuai dengan izin yang diberikan, yang dalam zona tersebut dijamin bahwa siaran dapat diterima dengan baik oleh pelanggan.
14.     Layanan Penyiaran Berlangganan adalah layanan pemancarluasan atau penyaluran materi siaran secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia, atau media informasi lainnya.
15.     Saluran Berlangganan adalah spektrum frekuensi elektromagnetik yang disalurkan melalui kabel dan/atau spektrum frekuensi yang digunakan dalam suatu sistem penyiaran berlangganan sehingga dapat menyediakan suatu program siaran berlangganan.
16.     Rekomendasi Kelayakan adalah Rekomendasi yang dikeluarkan oleh KPI setelah dilakukan Evaluasi Dengar Pendapat sesuai ketentuan.
17.     Pemohon adalah badan hukum Indonesia yang akan melakukan penyiaran TV melalui kabel.
18.     Pelanggan adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Lembaga Penyiaran Berlangganan dengan cara membayar iuran/cara lain yang disepakati.
19.     Izin Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan jasa penyiaran TV melalui kabel adalah hak yang diberikan oleh Negara.
20.     Operator TV Kabel adalah penyelenggara penyiaran lembaga penyiaran berlangganan jasa penyiaran TV melalui kabel bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia yang melakukan redistribusi siaran dari berbagai saluran TV berupa siaran premium maupun free to air yang memiliki hak berlabuh di Indonesia kepada pengguna jasa atau pelanggan melalui kabel yang dibentangkan pada tiang-tiang atau dibawah tanah dalam 1 (satu) cakupan wilayah siaran dengan batas-batas layanan sebagaimana diberikan dalam izin penyelenggaraan penyiaran.(disatukan dengan point 12)
21.     Siaran free to air adalah siaran dari luar negeri atau siaran asing dan siaran dari dalam negeri yang didalam pemanfaatannya, operator TV Kabel  bebas menyiarkan sepanjang siaran tersebut memiliki hak berlabuh di Indonesia.
22.     Siaran premium adalah siaran yang diambil dari stasiun televisi berbayar (pay TV) yang didalam pemanfaatannya harus terlebih dahulu dilakukan perjanjian kerjasama dengan pemegang hak siar dan/atau pemilik content provider.
23.     Hak siar adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang atau suatu lembaga untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
24.     Kabel adalah bentangan kabel untuk mendistribusikan siaran dari studio operator TV kabel kepada pengguna jasa atau pelanggan.
25.     Studio adalah pusat pendistribusian siaran yang dimiliki operator TV kabel.
26.     Tiang adalah tiang-tiang yang peruntukannya digunakan untuk kepentingan telekomunikasi, multimedia, dan informatika.
27.     Wilayah layanan siaran adalah area yang dapat menerima siaran dengan batas-batas yang telah ditetapkan dan disetujui dalam izin penyelenggaraan penyiaran.
28.     Penyelesaian sengketa adalah upaya yang dilakukan para pihak untuk mengakhiri sengketa, atau beda pendapat.
29.     Non Litigasi adalah upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

 Bagian Kesatu
Azas Penyiaran TV Kabel

Pasal 2
Penyiaran TV melalui kabel berdasarkan pada:
a.        asas manfaat,
b.        asas adil dan merata,
c.        asas kepastian hukum,
d.        asas keamanan,
e.        asas nilai agama
f.         asas kemitraan,
g.        asas etika,
h.        asas kemandirian,
i.          asas kebebasan,
j.          asas tangung jawab,
k.        asas kenyamanan berusaha,
l.          asas demokrasi ekonomi,
m.      asas efisiensi; dan
n.        asas efektifitas.


Bagian Kedua
Tujuan Penyiaran TV Melalui Kabel
Pasal 3

Penyiaran TV melalui Kabel, bertujuan untuk :
a.  menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.  memberikan informasi yang bersifat edukasi;
c.   memelihara adat istiadat; dan
d.  mencegah terjadinya konflik antar lembaga penyiaran TV Kabel

BAB III
REKOMENDASI PERIZINAN
Pasal 4

(1)      Penyiaran TV melalui kabel, hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin penyeleggaraan penyiaran;
(2)      Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran TV Melalui Kabel, didasarkan pada rekomendasi  kelayakan yang dikeluarkan oleh KPI;
(3)      Sebelum diterbitkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh Pemerintah Daerah;
(4)      Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a.     data administrasi; dan

b.     data teknis;
(5)      Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah menerbitkan rekomendasi;
(6)      Evaluasi dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), diproses dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya dokumen permohonan;
(7)      Rekomendasi Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat standar layanan.
BAB IV
PENYIARAN TV KABEL

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan
Pasal 5

Lembaga Penyiaran Berlangganan diselenggarakan berdasarkan klasifikasi, penyiaran berlangganan melalui satelit, melalui kabel, dan melalui teresterial yang hanya ditransmisikan kepada pelanggan.

Bagian Kedua
Standar Layanan
Pasal  6

(1)      Standar layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7) meliputi :
a.  fasilitas pendukung;
b.  kualitas gambar;
c.   jumlah saluran; dan
d.  kualitas suara.
(2)          Pengaturan lebih lanjut tentang Standar layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur.

Bagian Ketiga
Wilayah Layanan
Pasal 7

(1)      Setiap operator TV kabel dapat memiliki wilayah layanan;

(2)      Wilayah layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya mencakup satu daerah Kabupaten/Kota;
(3)      Dalam hal wilayah layanan lintas Kabupaten/Kota, maka operator yang bersangkutan wajib terlebih dahulu memperoleh surat persetujuan perluasan wilayah layanan dari Gubernur;
(4)      Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diterbitkan dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Surat Pengantar dari Bupati/Walikota setempat;
(5)      Surat Pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Bupati/Walikota setempat dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan yang bersangkutan;

Pasal 8

(1)      Jarak antar Operator penyiaran TV melalui kabel minimal radius 2,5 KM (dua koma lima) kilo  meter.

(2)      Setiap operator TV kabel dilarang menguasai sepenuhnya suatu daerah atau suatu kawasan secara eksklusif.

Bagian Keempat
Materi Siaran
Pasal 9

(1)      Operator TV Kabel wajib memperoleh izin dari pemegang hak siar.

(2)      Operator TV Kabel, dilarang menyiarkan materi siaran yang :
a.    bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b.    merongrong kewibawaan Negara dan Pemerintahan Negara Republik Indonesia;
c.    bertentangan dengan nilai agama, moral dan adat istiadat;
d.    memecah belah persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
e.    mengandung unsur pornografi dan/atau pornoaksi.

BAB V
JARINGAN TV KABEL

Bagian Kesatu
Tiang Jaringan
Pasal 10

(1)      Setiap operator TV kabel wajib menggunakan jaringan kabel dari studio ke pelanggan.

(2)      Jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a.    tiang jaringan; dan/atau
b.    jaringan di bawah tanah.

(3)      Tiang Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dapat menggunakan :
a.    tiang yang dibangun sendiri; dan/atau
b.    tiang milik pihak ketiga.
(4)      Pembanganunan tiang jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, wajib mendapat izin dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.

(5)      Syarat dan tata cara permohonan izin membangun tiang jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, merujuk pada Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota tentang Izin Mendirikan Bangunan.

Pasal 11

(1)      Penggunaan tiang milik pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) huruf b, didasarkan pada kesepakatan para pihak;

(2)      Kesepakatan para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam bentuk perjanjian kerjasama;

Bagian Kedua
Kabel Jaringan
Pasal 12

(1)      Setiap operator TV kabel wajib memiliki kabel jaringan;
(2)      Pemasangan kabel jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui tiang jaringan atau jaringan dibawah tanah;
(3)      Pemasangan kabel jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengindahkan keselamatan dan estetika tata kota.

BAB VI
TANGGUNGJAWAB OPERATOR TV KABEL
Pasal 13

(1)      Setiap operator TV kabel bertanggungjawab sepenuhnya atas materi siaran yang disiarkan ke pelanggan;

(2)      Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek hukum, moral dan etika.

Pasal 14

(1)      Pelanggan yang dirugikan atas siaran yang diterima dapat mengajukan tuntutan atau gugatan kepada operator TV Kabel.

(2)      Tuntutan atau gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a.    tuntutan/keberatan secara langsung kepada operator; dan/atau
b.    gugatan melalui pengadilan.
(3)      Pengajuan tuntutan dan/atau gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundan-undangan.

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA WILAYAH LAYANAN

Pasal 15

(1)      Apabila terjadi sengketa yang bersifat perdata, maka penyelesaiannya menempuh jalur non litigasi;

(2)      Penyelesaian dengan jalur non litigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui  alternatif penyelesaian sengketa.

(3)      Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dengan cara:
a.        Konsultasi;
b.        Negosiasi;
c.        Mediasi;
d.        Konsiliasi, atau;
e.        Penilaian ahli.
BAB VIII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 16

(1)       Masyarakat berhak berperan serta dalam memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka;
a.  pembangunan tiang jaringan;
b.  pemasangan kabel jaringan;
c.   perizinan operator TV kabel; dan
d.  materi siaran TV kabel.

(2)      Tata cara berperan serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB IX

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 17

(1)      Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melakukan koordinasi dan pembinaan terhadap penyelenggara jasa penyiaran TV melalui kabel.

(2)      Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan wilayah layanan penyiaran TV melalui kabel.

BAB X

PENYIDIKAN
Pasal 18

(1)    Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Penyiaran Melalui TV Kabel  sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2)    Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)    Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.   menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang penyiaran melalui TV kabel  agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b.   meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana penyiaran melalui TV kabel;

c.   meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penyiaran melalui tv kabel;
d.   memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Penyiaran Melalui TV Kabel;

e.   melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f.    meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang penyiaran melalui TV kabel;

f.        menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

h.   memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana penyiaran melalui TV kabel;

i.    memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j.    menghentikan penyidikan; dan/atau

k.   melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang penyiaran melalui TV kabel  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)    Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.


BAB XI

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 19

(1)      Setiap pengelola operator TV Kabel yang melakukan pelanggaran atas ketentuan Pasal 4, Pasal 7 ayat (3), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), dan ayat (3), serta Pasal 12 dikenakan sanksi administrasi.

(2)      Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a.    teguran lisan;
b.    teguran tertulis;
c.           rekomendasi pencabutan izin;dan/atau
d.    pembayaran uang paksa.

(3)      Tata cara sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.


BAB XII

SANKSI PIDANA

Pasal 20


(1)       Setiap pengelola operator TV kabel  yang melakukan pelanggaran atas ketentuan Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 13 ayat (2) huruf a,  dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000, - (lima puluh juta rupiah).

(2)       Setiap pengelola operator TV kabel yang melakukan pelanggaran atas ketentuan Pasal 12 ayat (3), yang menyebabkan terjadinya kecelakaan atas keselamatan jiwa, dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.









BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21

Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka
a.        Penyelenggaraan lembaga penyiaran TV melalui kabel yang sudah beroperasi sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.

b.        Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 1 (satu)  tahun setelah ditetapkannya Peraturan Daerah ini.

c.        Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota yang mengatur hal sama dan telah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini;


BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21

Peraturan Daerah ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.


Ditetapkan di Makassar
pada tanggal, 6 Juli 2011
                                                                      GUBERNUR SULAWESI SELATAN,


SYAHRUL YASIN LIMPO.
Diundangkan di Makassar
pada tanggal, 6  Juli 2011
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN,




A. MUALLIM.

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 6  

No comments:

Post a Comment