Monday, May 20, 2013

PERDA Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Sulsel Tahun 2013




PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR :             TAHUN 2013

TENTANG

PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


GUBERNUR SULAWESI SELATAN
                                                                                            
Menimbang : a.  bahwa untuk menciptakan iklim usaha yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen perlu memberdayakan konsumen  memperoleh haknya secara adil dan seimbang yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b.    bahwa memperhatikan lingkup urusan Pemerintahan Daerah yang diselenggarakan Provinsi, maka Pemerintah Daerah berwenang melakukan koordinasi pembinaan dan pengawasan atas barang dan/atau jasa di wilayah Provinsi ;
c.    bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan  perlindungan konsumen.
d.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen;
                                                                                  
Mengingat  :  1.   Undang-undang Nomor 47 Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102) Juncto Undang-undang Nomor 13, Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687); 
2.         Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
3.         Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
4.         Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
5.         Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republoik Indonesia Nomor 4844);
6.         Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republoik Indonesia Nomor 5038);
7.         Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
8.         Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
9.         Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
10.     Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
11.     Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
12.     Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131);
13.     Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 199);
14.     Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126) ;
15.     Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4592);
16.     Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
17.     Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor5107), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5209);
18.     Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;
19.     Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Makassar;
20.     Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika dan Elektronika;
21.     Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa;
22.     Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label pada Barang;
23.     Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor  22/M-DAG/PER/5/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang;
24.     Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
25.     Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 255);
26.     Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 243);
27.     Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 250);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

dan

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan  :   PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN.

BAB  I
KETENTUAN UMUM

Pasal  1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.     Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
2.     Daerah adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
3.     Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4.     Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
5.     Dinas adalah Instansi atau Satuan kerja perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah satuan kerja perangkat Daerah yang membidangi perdagangan.
6.     Kabupaten dan Kota adalah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan.
7.     Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

8.     Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
9.     Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama - sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
10.  Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
11.  Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
12.  Iklan adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
13.  Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat selanjutnya disingkat LPKSM adalah lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
14.  Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
15.  Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya disingkat BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
16.  Instansi Terkait adalah satuan kerja perangkat daerah dan/atau instansi vertikal yang lingkup tugasnya terkait dengan perlindungan konsumen. 
17.  Masyarakat adalah seluruh warga/orang perseorangan yang berdomisili di Sulawesi Selatan.
18.  Barang Bekas adalah barang yang sudah dipakai sesuai peruntukannya dan masih bisa digunakan sesuai peruntukannya.
19.  Motivator adalah orang yang telah dilatih untuk memberikan pemahaman kepada konsumen tentang hak dan kewajibannya serta hal lain yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
20.  Mediator adalah orang yang telah dilatih untuk memfasilitasi tercapainya kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen jika terjadi sengketa atau perbedaan pendapat mengenai suatu hal antara konsumen dan pelaku usaha.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen berdasarkan pada asas :
a.  jujur;
b.  manfaat;
c.  keadilan;
d.  keseimbangan;
e.  keamanan konsumen;
f.   keselamatan konsumen; dan
g.  kepastian hukum.

Pasal 3

Tujuan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan perlindungan konsumen adalah :
  1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
  2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
  3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
  4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
  5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
  6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

BAB III
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH

Pasal 4

Pemerintah Daerah Berwenang melakukan :
a.     pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen di Provinsi;
b.     pembinaan dan pemberdayaan motivator dan mediator perlindungan konsumen skala Provinsi;
c.      pembinaan dan pengawasan  barang beredar dan jasa, serta penegakan hukum skala Provinsi;
d.     pelayanan dan penanganan Penyelesaian Konsumen Skala Provinsi;
e.     koordinasi pembentukan dan fasilitasi operasional Perwakilan Badan Perlindungan Konsumen Nasiona (PBPKN) Provinsi;
f.       koordinasi pembentukan BPSK dengan kabupaten/kota di wilayah Provinsi;
g.      koordinasi kegiatan LPKSM dengan kabupaten/kota di wilayah provinsi;
h.     koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait skala provinsi dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen;
i.       koordinasi evaluasi implementasi penyelenggaraan perlindungan konsumen;
j.       pelaksanaan kebijakan, pedoman, petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis pengawasan barang beredar dan jasa;
k.     koordinasi pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa skala Provinsi;
l.       sosialisasi, informasi dan publikasi tentang perlindungan konsumen;
m.   sosialisasi kebijakan pengawasan barang beredar dan jasa skala Provinsi;
n.     pembinaan dan pemberdayaan Petugas Pengawas Barang dan Jasa skala Provinsi;
o.     pembinaan dan pemberdayaan Penyidik Pengawai Negeri Sipil Perlindungan konsumen Skala Provinsi ;
p.     koordinasi Penyelenggaraan dan pelaporan pemberian rekomendasi atas pendaftaran petunjuk penggunaan/manual dan kartu jaminan/garansi dalam Bahasa Indonesia bagi produk teknologi informasi dan elektronik skala provinsi;

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN

Bagian Kesatu
Hak Konsumen

Pasal 5

Hak konsumen adalah :
a.  hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi   barang dan/atau jasa;
b.  hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.  hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d.  hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e.  hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f.   hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g.  hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i.   hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Bagian Kedua
Kewajiban Konsumen

Pasal 6

Kewajiban konsumen adalah :
a.  membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.  beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.  membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; dan
d.  mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

BAB V
HAK, KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

Bagian Kesatu
Hak Pelaku Usaha

Pasal 7

Hak pelaku usaha adalah :
a.  hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b.  hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c.  hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d.  hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e.  hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Bagian Kedua
Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 8

(1)  Kewajiban pelaku usaha adalah :
a.   beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.   memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c.   memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.   menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e.   memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f.    memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; dan
g.   memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
2.    Tata cara penyelenggaraan kewajiban pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

Bagian Ketiga
  Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Pasal 9

(1)          Pelaku usaha yang melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 yang menyebabkan terjadinya kerusakan dan/atau kehilangan barang konsumen dibebani tanggung jawab.
(2)          Beban tanggung jawab atas terjadinya kerusakan dan/atau kehilangan barang konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh pelaku usaha dalam bentuk :
a.    melakukan perbaikan senilai barang yang rusak; atau
b.    mengganti dengan uang senilai barang yang hilang; atau
c.     sesuai kesepakatan konsumen dengan pelaku usaha.

BAB VI
PEMBINAAN

Pasal 10

(1)     Dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen untuk menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha secara proporsional serta dilaksanakannya kewajiban masing-masing.
(2)     Pembinaan oleh Pemerintah Daerah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas dan / atau Instansi terkait.
(3)     Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.
(4)     Untuk mengefektifkan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen, Pemerintah Daerah dapat membentuk dan memberdayakan motivator serta  mediator perlindungan konsumen.
(5)     Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi upaya untuk :
a.  terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
b.  berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; dan
c.   meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
(6)     Untuk mengembangkan LPKSM dan BPSK, Pemerintah Daerah mendorong koordinasi LPKSM dan BPSK dengan kabupaten/kota.
(7)     Tata cara pelaksanaan pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB VII
PENGAWASAN

Pasal 11

(1)    Dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang – undangannya diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat, dan LPKSM.
(2)   Pengawasan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas / Instansi terkait.
(3)   Pengawasan oleh masyarakat dan LPKSM dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(4)   Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan LPKSM wajib disampaikan kepada Dinas dan/atau Instansi terkait.
(5)   Dinas atau Instansi terkait melakukan klarifikasi atas hasil pengawasan masyarakat dan/atau LPKSM.
(6)   Apabila hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terbukti bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan, maka:
a.    Dinas dan/atau Instansi terkait  mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
b.    dapat dipublikasikan oleh Dinas dan LPKSM.
(7)    Tata cara pelaksanaan pengawasan dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

Pasal  12

(1)   Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengujian terhadap setiap barang dan jasa yang beredar dan/atau yang akan beredar di Wilayah Sulawesi Selatan.
(2)   Tata cara pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur. 

Pasal 13

(1)   Apabila hasil pengujian sebagaimana di maksud dalam pasal 12 ayat (1) terbukti barang mengandung bahan berbahaya, maka pemerintah daerah melarang barang tersebut :
a.  diedarkan di wilayah Provinsi;
b.  diproduksi di wilayah Provinsi; dan
c.  dikeluarkan dari tempatnya diproduksi atau gudang.
(2)   Apabila hasil pengujian sebagaimana di maksud dalam Pasal 12 ayat (1) terbukti barang mengandung bahan berbahaya, maka pemerintah daerah melarang barang tersebut :
a.  dikeluarkan dari gudang pelabuhan;
b.  dikeluarkan dari gudang bandara, dan;
c.  memasuki wilayah Provinsi.

Pasal 14

(1)   Apabila barang yang beredar terbukti mengandung bahan berbahaya atau mengandung bahan terlarang, maka Pemerintah Daerah :
a. memerintahkan penarikan dari peredaran;
b. tidak mengizinkan pelaku usaha memperdagangkan.
(2)   Barang yang ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terbukti tidak mengandung bahan berbahaya atau mengandung bahan terlarang, dapat diedarkan dan dipasarkan kembali setelah mendapat izin dari Pemerintah Daerah.

Pasal 15

(1)   pelaku usaha dilarang menetapkan klausula baku yang merugikan konsumen.
(2)   pengawasan terhadap klausula baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(3)   pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat bekerjasama dengan BPSK

Pasal 16

(1)   Pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 15 ayat (1) dikenakan sanksi melakukan perbaikan klausula baku tersebut.
(2)   Perbaikan klausula baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat perintah perbaikan.

BAB VIII
INFORMASI

Pasal 17

(1)   Pelaku usaha wajib melengkapi informasi yang dibutuhkan oleh konsumen secara benar, jelas dan jujur atas barang dan/atau jasa yang dipasarkan.
(2)   Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada azas kebiasaan, kepatutan, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)   Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat mencantumkan label halal.

Pasal 18

Pelaku usaha dilarang memperdagangkan :
a.  barang yang bercampur dengan barang bekas;
b.  barang yang rusak;
c.  barang yang cacat; dan/atau
d.  barang yang tercemar.

Pasal 19

(1)   Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang sebagaimana dimaksud pada pasal 18 tanpa dilengkapi  informasi.
(2)   Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus lengkap dan benar.
(3)   Barang sebagaimana dimaksud pada pasal 18 yang berupa pangan atau sediaan farmasi dilarang diperdagangkan walaupun disertai dengan informasi yang lengkap dan benar.
Pasal 20

(1)   Pelaku Usaha wajib menempelkan label pada wadah kemasan barang yang diperdagangkan.
(2)   Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi  informasi tentang barang yang diproduksi dan dipasarkan serta jasa yang diberikan.
(3)   Label sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus ditulis dalam :
a.  bahasa Indonesia;
b.  angka arab;
c.  huruf latin.
(4)   label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disandingkan dengan bahasa aslinya.
(5)   Kata yang tidak ditemukan padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya dalam bahasa Indonesia, dapat tetap menggunakan bahasa aslinya.


Pasal 21

(1)   Produk telematika dan elektronika yang dipasarkan atau diedarkan wajib dilengkapi dengan petunjuk pemakaian .
(2)   Produk telematika dan elektronika atau barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan kartu jaminan.
(3)   petunjuk pemakaian sebagaimana di maksud pada ayat (1) wajib menggunakan bahasa Indonesia.

Pasal 22

(1)   bahan pangan dalam kemasan yang mencantumkan label, memuat informasi  sekurang-kurangnya :
a.    nama produk;
b.    daftar bahan yang digunakan;
c.    berat bersih atau isi bersih;
d.    nama dan alamat yang memproduksi atau mengimpor;
e.    halal bagi yang dipersyaratkan;
f.     tanggal dan bulan kode produksi;
g.    tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa;
h.   nomor izin edar bagi pangan olahan; dan
i.     asal usul bahan pangan tertentu.
(2)   ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan konsumen.

Pasal 23

Pelaku usaha wajib menarik barang yang beredar tanpa :
a. label;
b. label yang sudah kedaluwarsa;
c. label yang telah rusak sebelum tanggal kedaluwarsa.

Pasal  24

(1)   pelaku usaha wajib menarik barang yang beredar dalam keadaan  rusak sebelum masa kadaluarsanya habis.
(2)   barang yang diproduksi secara bersamaan dengan barang yang rusak wajib ditarik dari peredaran.
(3)   barang yang ditarik sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat dipasarkan kembali apabila terbukti tidak rusak berdasarkan hasil pengujian.
(4)   Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 25

(1)   Pelaku Usaha yang memproduksi barang dalam wilayah Provinsi wajib mencantumkan nama Pelaku Usaha dan alamat tempat usaha .      
(2)   Pelaku Usaha yang memproduksi barang diluar wilayah Provinsi, tapi diedarkan atau dipasarkan di provinsi wajib mencantumkan nama Pelaku Usaha dan alamat tempat usaha serta alamat agen.

Pasal 26

(1)   Barang tertentu yang diwajibkan menggunakan persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), maka harus memenuhi standar tersebut sebelum diedarkan/dipasarkan di provinsi;
(2)   Barang impor yang menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) dipersamakan dengan produk dalam negeri.
(3)  Daftar barang yang diwajibkan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana  dimaksud pada ayat (2), diinformasikan, disosialisasikan dan dipublikasikan kepada masyarakat.

Pasal 27

(1)  Pelaku usaha yang membuat iklan produk wajib memuat informasi yang benar, jelas dan jujur serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.
(2)  Iklan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus relevan dengan barang yang diiklankan, dengan menggunakan satuan-satuan yang dikenal secara internasional dan/atau dikenal dalam masyarakat.
(3)  satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain :
a.      jarak/panjang dengan centimeter, meter atau kilometer;
b.      takaran dengan milli liter, atau liter;
c.      jumlah dengan bilangan; dan
d.      berat dengan, gram, kilogram, kuintal atau ton.

Pasal 28

(1)   Pelaku usaha yang memasang iklan bertanggung jawab atas isi iklan.
(2)   Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas rekayasa iklan yang menimbulkan kerugian masyarakat.

BAB IX
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Pasal 29

(1)   Pemerintah Daerah dapat melakukan penelitian dan pengembangan dalam penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan untuk perlindungan konsumen.
(2)   Pemerintah Daerah menyediakan laboratorium khusus yang terakreditasi dalam rangka penyelenggaraan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


BAB X
KOORDINASI

Pasal 30

(1)   Pemerintah Daerah berkordinasi dengan pihak lain yang terkait dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen.
(2)   Pelaksanan Koordinasi sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemerintah Daerah membentuk Tim Terpadu.
(3)   Tim terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain :
a.      Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM);
b.      pemerintah kabupaten/kota;
c.      dinas;
d.      instansi terkait;
e.      unsur tenaga ahli bidang perlindungan konsumen; dan
g. pihak terkait lain yang dipandang perlu.
(4)   Tim terpadu sebagaimana di maksud pada ayat (2) dibentuk dengan Keputusan Gubernur.
(5)   tim terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) difasilitasi oleh Dinas.
(6)   Tata kerja tim terpadu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

BAB XI
PENGADUAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Pengaduan

Pasal 31

(1)   Konsumen yang mengalami kerugian dapat menempuh upaya berupa :
a.    pengaduan langsung/keberatan pada pelaku usaha bersangkutan;
b.    pengaduan kepada Provinsi melalui Tim Fasilitasi Provinsi;
c.    pengaduan kepada dinas yang membidangi perdagangan di tingkat kabupaten/kota;
d.    pengaduan pada LPKSM; dan
e.    pengaduan pada BPSK.
(2)   Tim Fasilitasi Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. unsur satuan kerja perangkat daerah,
b. fasilitator provinsi .
(3)   Tim Fasilitasi Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(4)   Tata kerja tim fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.


Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa

Pasal 32

(1)   Konsumen yang mengalami kerugian selain dapat menempuh upaya tim fasilitasi juga dapat melakukan :  
a.    pengajuan perkaranya kepada BPSK;
b.    gugatan perdata pada Pengadilan Negeri.

(2)   Tata cara penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 33

(1)  Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang perlindungan konsumen, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana yang terjadi dan merugikan konsumen;

b.  melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha yang merugikan konsumen;

c.  memanggil dan/atau mendatangkan secara paksa orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana atas kegiatan usaha dan/atau jasa yang merugikan konsumen;

d.  menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha dan/atau jasa yang merugikan konsumen;

e.  melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha dan/atau jasa yang digunakan/yang merugikan konsumen;

f.   menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha dan/atau jasa yang disediakan/ digunakan yang menimbulkan kerugian konsumen;

g.  mendatangkan dan/atau meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana atas kegiatan usaha dan/atau jasa yang merugikan konsumen.


Pasal 34

(1)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, dapat membantu mengamankan pelaku tindak pidana perlindungan konsumen.
(2)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikan kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menghentikan penyidikannya dalam hal tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.
(4)   Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 35

(1)   Barang siapa yang melakukan pelanggaran atas ketentuan Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15,Pasal 17 ,Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 Peraturan Daerah ini, dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a.  Peringatan lisan; 

b.  Peringatan tertulis;

c.  Pemberhentian sementara izin usaha; dan/atau

d.  Pencabutan izin usaha.

(2)   Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d diberikan oleh  
    pemerintah Kabupaten/Kota atau instansi berwenang.

(3)   Sanksi sebagaimana  dimaksud pada ayat (1),  bukan merupakan berjenjang.

 Pasal 36

(1)   Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dapat didahului atau di ikuti/ditambahkan dengan pemberian informasi kepada masyarakat tentang jenis pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, sampai pelanggaran tersebut dihentikan oleh pelaku usaha.
(2)   Penyampaian informasi oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dengan berbagai cara/melalui media publik yang memudahkan masyarakat untuk mengetahuinya.
(3)   Tata cara penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.


BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 37

(1)  Barang siapa yang melakukan pelanggaran Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15,Pasal 17 ,Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 selain dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pasal 35 ayat (1) dapat pula dijatuhi sanksi pidana.
(2)  Sanksi pidana sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat dkenakan apabila pelanggaran tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Gubernur dalam melakukan koordinasi, pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, meliputi dalam kedudukannya baik sebagai Kepala Daerah maupun sebagai Wakil Pemerintah di Daerah.

Pasal 39

Peraturan Gubernur tentang pelaksanaan Peraturan Daerah ini, ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun setelah Peraturan Daerah ini diundangkan.

Pasal 40

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Ditetapkan di Makassar
pada tanggal           Maret 2013

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

                   

SYAHRUL  YASIN  LIMPO
         
Diundangkan di Makassar
pada tanggal        Maret 2013

SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI  SULAWESI  SELATAN,



A.MUALLIM

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2013 NOMOR
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR :         TAHUN 2013
TENTANG
 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

I . UMUM
Peningkatan pembangunan perekonomian yang semakin meningkatkan variasi produk barang dan jasa yang beredar di masyarakat sudah diantisipasi oleh pemerintah dengan mengundangkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun setelah lebih 10 (sepuluh) tahun dinyatakan berlaku, undang-undang tersebut belum bisa dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan harapan, sehingga dibentuk berbagai peraturan-perundang-undangan, termasuk diantaranya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Daerah ini.
Sebagai undang-undang payung yang mengakomodasi semua peraturan perundang-undangan yang bermaksud memberikan perlindungan kepada konsumen, maka penegakan hukum perlindungan konsumen dapat didasarkan pada semua perundang-undangan yang bermaksud memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan demikian di antara sekian banyak peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berlaku sebelum berlakunya maupun setelah berlakunya Undang-undang Perlindungan Konsumen saling melengkapi untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Oleh karena banyaknya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen, segala peraturan yang bermaksud untuk memberikan perlindungan kepada konsumen akan melengkapi segala kekurangan atas muatan peraturan daerah ini.
Oleh karena permasalahan umum yang dihadapi dalam penegakan hukum perlindungan konsumen adalah lemahnya posisi konsumen jika berhadapan dengan pelaku usaha, maka perda ini bermaksud untuk mengupayakan peyelenggaraan perlindungan konsumen yang memadai dengan melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen, khususnya di Sulawesi Selatan.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
         Cukup jelas
Pasal 2
         Cukup jelas
Pasal 3
         Cukup jelas
Pasal 4
         Cukup jelas
Pasal 5
         Cukup jelas
Pasal 6
         Cukup jelas
Pasal 7
         Cukup jelas
Pasal 8
         Cukup jelas
Pasal 9
 Ayat (1)
          Cukup jelas
Ayat (2)       
         Cukup Jelas  
Ayat (3):     
       Cukup jelas
         Ayat (4)
                 Cukup jelas
         Ayat (5)
                  Cukup jelas
         Ayat (6)
                 Cukup jelas
Pasal 10
         Cukup jelas
Pasal 11       
          Ayat (1)
Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dengan cra penelitian, pengujian dan/atau survei. Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.        
      
         Ayat (2)
                 Cukup jelas
       
 Ayat (3)
                 Cukup jelas
         Ayat (4)
                 Cukup jelas
         Ayat (5)
                 Cukup jelas
         Ayat (6)
                 Cukup jelas
         Ayat (7)
                 Cukup jelas
Pasal  12
       Cukup jelas
Pasal 13
Pengujian yang dimaksud dilakukan di laboratorium yang telah
diakreditasi .
Pasal  12
       Cukup jelas
Pasal 14
         Cukup jelas
Pasal 15
         Cukup jelas
Pasal 16
         Cukup jelas
Pasal 17
           Ayat (1)
                  Informasi yang benar, jelas dan jujur adalah informasi yang dibuat sedemikian rupa agar konsumen tidak salah dalam memahami informasi tersebut
         Ayat (2)        
               Cukup jelas
         Ayat (3)        
               Cukup jelas
Pasal 18
         Cukup jelas
Pasal 19
         Cukup jelas
Pasal 20
         Cukup jelas
Pasal  21
               Cukup jelas
Pasal 22
         Ayat (1) Cukup jelas
Yang dimaksud dengan “informasi mengenai asal usul bahan Pangan” adalah penjelasan mengenai informasi asal bahan tertentu, misalnya, bahan yang bersumber, mengandung, atau berasal dari hewan atau Pangan yang diproduksi melalui proses khusus, misalnya, Rekayasa
Genetik Pangan atau Iradiasi Pangan.
Ayat (2) Cukup jelas

Pasal  23
         Cukup jelas
Pasal  24
             Ayat (1)   
Label yang ditempel pada wadah dan kemasan harus dilakukan sedemikian rupa agar tidak mudah lepas, tulisannya jelas, dan mudah terlihat.                     
             Ayat (2)     
                     Cukup jelas
             Ayat (3)     
                     Cukup jelas
             Ayat (4)     
                     Cukup jelas
 Pasal  25
         Cukup jelas
Pasal  26
         Cukup jelas
Pasal 27
         Cukup jelas.        
Pasal 28
         Cukup jelas
Pasal 29
         Cukup jelas
Pasal 30
         Cukup jelas
Pasal 31
         Cukup jelas
Pasal 32
         Cukup jelas

Pasal 33
         Cukup jelas
Pasal 34
         Cukup jelas
Pasal 35
        
             Ayat (1)     
                     Cukup jelas
             Ayat (2)     
                     Cukup jelas
            Ayat (3)     
             Berjenjang dimaksudkan bahwa Pelaku usaha dapat dikenai sanksi
             secara  langsung sesuai dengan tingkat besar kecilnya pelanggaran  
             yang  dilakukan.
Pasal 36
         Cukup jelas
Pasal 37
         Cukup jelas
Pasal 38
         Cukup jelas
Pasal 39
         Cukup jelas
Pasal 40
         Cukup jelas


TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR


No comments:

Post a Comment