DRAFT FINAL
|
PEMERINTAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR : TAHUN 2010
TENTANG
AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR
SULAWESI SELATAN
Menimbang : a. bahwa
upaya pemeliharaan kesehatan bayi, harus disiapkan untuk menyiapkan sumber daya
manusia yang sehat, cerdas, dan berkualitas;
b.
bahwa air susu ibu eksklusif merupakan makanan yang
paling baik bagi bayi sebagai upaya
mempersiapkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan berkualitas;
c.
bahwa pemberian air susu ibu eksklusif merupakan amanat
Ketentuan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Air Susu Ibu
Eksklusif.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 47
Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara
Dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2101)
Juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I
Sulawesi Tengah Dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah
Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara Tengah Dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);
2.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
3.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3656);
4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
5.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
6.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
7.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
8.
Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 4844);
9.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
10. Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
11. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 5072);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1980
Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176);
13.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
14.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866);
15.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867);
16.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan
Pangan, Mutu Dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor
107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424);
17.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4593);
18.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
19.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tatacara
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil
Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);
20.
Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan, Dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
21.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
329/Menkes/Per/XII/1976 tentang Produksi Dan Peredaran Makanan;
22.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
382/Menkes/Per/VI/1989 tentang Pendaftaran Makanan;
23.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Yang Baik Untuk Makanan;
24.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
237/Menkes/SK/IV/1997 tentang Pemasaran, Pengganti Air Susu Ibu;
25.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air
Susu Ibu Secara Eksklusif Pada Bayi Di Indonesia;
26.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008
Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 235);
27.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 8 Tahun
2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 241) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 11 Tahun 2009 (Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 11);
28.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun
2009 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis (Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 244);
29.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun
2009 tentang Legislasi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 247);
30.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun
2010 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 251);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
dan
GUBERNUR
SULAWESI SELATAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH TENTANG AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang
dimaksud dengan :
1.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2.
Pemerintah daerah adalah Gubernur, dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3.
Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
4.
Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
5.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
6.
Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan.
7.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri di bidang kesehatan secara profesional.
8.
Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI
Eksklusif adalah air susu ibu yang
diberikan pada bayi sejak lahir sampai usia 6 (enam) bulan.
9.
Kolostrum adalah air susu ibu yang keluar pada hari
pertama sampai hari keempat setelah bayi lahir sampai hari keempat.
10.
Susu Formula adalah produk makanan yang dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi.
11.
Promosi adalah segala bentuk kegiatan dalam upaya
memperkenalkan dan atau menjual produk.
12.
Inisiasi menyusu dini selanjutnya disingkat IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri segera
setelah lahir.
13.
Waktu menyusui adalah waktu diberikan kepada ibu untuk
memberikan Air Susu Ibu Eksklusif.
14.
Ruang laktasi adalah tempat yang disediakan bagi ibu
menyusui untuk memberikan Air Susu Ibu Ekslusif.
15.
Orang adalah orang perorangan.
16.
Badan usaha adalah perusahaan/kegiatan ekonomi yang
berbentuk badan hukum dan non badan hukum.
BAB II
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengaturan ASI Eksklusif berasaskan
:
a. Perikemanusiaan;
b. Perikeadilan;
c. Manfaat;
d. Perlindungan;
e. Penghormatan terhadap hak asasi manusia;
f. Nondiskriminatif dan
g. Norma agama.
Pasal 3
Pengaturan ASI Eksklusif bertujuan untuk
:
a. Menjamin terpenuhinya hak bayi;
b. Menjamin pelaksanaan kewajiban ibu memberi ASI Eksklusif;
c. Mendorong peran keluarga, masyarakat, badan usaha
dan pemerintah daerah dalam pemberian ASI Eksklusif.
BAB III
MENYUSUI EKSKLUSIF
Pasal 4
(1)
Setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejak
dilahirkan selama 6 (enam) bulan.
(2)
Ibu berkewajiban memberikan ASI Eksklusif kepada bayi
sejak melahirkan sampai dengan bayi berusia 6 (enam) bulan.
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dikecualikan atas indikasi medis dan kondisi khusus.
(4)
Indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan berdasarkan diagnosis dan Keputusan dokter.
(5)
Indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi :
a.
ibu yang menderita penyakit menular;
b.
ibu yang menderita keganasan pada payudara;
c.
bayi yang mengalami kondisi :
1). galaktosemia klasik;
2). penyakit kemih beraroma sirup mapel / maple syrup urine disease;
3). fenilketonuria.
(6)
Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
didasarkan pada kondisi bayi tidak memungkinkan mendapatkan ASI Eksklusif karena :
a.
ibu meninggal;
b.
ibu cacat mental;
c.
bayi terpisah dari ibu;
d.
mengidap penyakit tertentu.
Pasal 5
(1)
Keluarga, masyarakat, badan
usaha dan pemerintah daerah wajib mendukung pemberian ASI Eksklusif.
(2)
Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penyediaan :
a.
waktu menyusui;
b.
Fasilitas tempat menyusui.
BAB IV
WAKTU MENYUSUI
Pasal 6
(1)
Ibu pekerja berhak memperoleh fasilitas waktu untuk
memberi ASI Eksklusif.
(2)
Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh pemberi kerja.
BAB V
TEMPAT MENYUSUI EKSKLUSIF
Pasal 7
(1)
Pemberi kerja, pengelola tempat kerja, Pengelola
fasilitas umum wajib menyediakan fasilitas tempat menyusui (ruang laktasi).
(2)
Fasilitas tempat menyusui harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a.
ruang
minimal 2 x 2 meter;
b.
lokasi di tempat yang aman dan mudah dijangkau;
c.
pintu yg dapat dikunci dari dalam;
d.
kedap terhadap suara;
e.
kursi yang tidak terlalu tinggi atau rendah;
f.
meja;
g.
wastafel;
h.
pencahayaan yang cukup;
i.
termometer;
j.
kulkas.
BAB VI
PROSEDUR TETAP PERSALINAN DAN KONSELING
Pasal 8
(1)
Institusi pelayanan persalinan wajib melaksanakan
prosedur tetap persalinan normal.
(2)
Persalinan normal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah :
a.
Observasi persalinan
b.
Ibu berada dalam ruang persalinan selama 2 (dua) jam
c.
Ibu diobservasi pada perkembangan kesehatan
d.
ibu dibawa ke ruang nifas bersama anak.
Pasal 9
(1)
Institusi pelayanan persalinan wajib menyelenggarakan
konseling ASI Eksklusif secara berkala.
(2)
Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada :
a.
ibu hamil,
b.
ibu bersalin dan atau ibu nifas.
(3)
Materi konseling sebagaimana dimaksud ayat (2) tentang manfaat
kolostrum dan ASI Eksklusif .
(4)
Tatacara penyelenggaraan konseling ASI Eksklusif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur.
BAB VII
INISIASI MENYUSUI DINI DAN KOLOSTRUM
Pasal 10
(1)
Institusi pelayanan kesehatan dan penolong persalinan
wajib menyediakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang manfaat
inisiasi menyusu dini.
(2)
Institusi pelayanan kesehatan wajib memberikan kesempatan
inisiasi menyusui dini kepada ibu bersalin.
(3)
Setiap penolong persalinan wajib memberikan kesempatan
dan membantu ibu dan bayi melakukan inisiasi menyusui dini.
Pasal 11
(1)
Institusi pelayanan persalinan wajib menyelenggarakan
rawat gabung ibu dan bayi sepanjang tidak ada kontraindikasi mutlak.
(2)
Institusi pelayanan dan/atau penolong persalinan wajib
membantu ibu melakukan pemberian kolostrum pada bayi.
BAB VIII
SUSU FORMULA
Pasal 12
(1)
Pengecualian pemberian ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) dapat diganti dengan susu formula atas
indikasi yang tepat.
(2)
Pemberian susu formula selain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diberikan setelah bayi berusia 6 (enam) bulan.
Pasal 13
(1) Penggunaan susu formula dimaksudkan sebagai pengganti ASI Eksklusif
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5).
(2) Guna mendorong Penggunaan ASI Eksklusif yang maksimal, promosi susu formula
dilarang dilakukan secara langsung di :
a. Rumah sakit (pemerintah dan swasta);
b.
Puskesmas dan jaringannya;
c.
Rumah tangga;
d.
Kantor (pemerintah dan swasta);
e.
Balai pengobatan;
f.
Rumah bersalin;
g.
Dokter praktek;
h.
Bidan praktek swasta (BPS).
BAB IX
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 14
(1)
Pemerintah Daerah melakukan pembinaan, pengawasan dan
pengendalian terhadap Pemberian ASI Eksklusif dan susu formula.
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB X
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 15
(1)
Masyarakat dapat berperan
serta baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam mendukung pemberian ASI
Eksklusif.
(2)
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif dengan memberikan informasi
tentang ASI Eksklusif.
(3)
Media massa baik cetak maupun elektronik dapat
berperan serta mendukung pemberian ASI Eksklusif.
(4)
Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dalam peraturan gubernur.
BAB XI
SANKSI
Pasal 16
(1)
Setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal
8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) , Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal
11 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 13 ayat (2) dikenakan sanksi administrasi.
(2)
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa :
a.
Teguran tertulis;
b.
Peringatan tertulis;
c.
Denda;
d.
Pencabutan izin;
(3)
Bentuk dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB XII
PENUTUP
Pasal 17
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan dan berlaku efektif paling lambat 1 (satu) tahun setelah
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
Ditetapkan di Makassar
pada tanggal
GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
SYAHRUL YASIN LIMPO
Diundangkan di Makassar
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN,
A. MUALLIM
LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI
SELATAN TAHUN 2010 NOMOR........
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR………TAHUN
2010
TENTANG
AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
I.
PENJELASAN UMUM
Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) adalah indeks yang menunjukkan kualitas hidup manusia suatu negara.
Indikatornya adalah pendapatan, pendidikan dan kesehatan dimana indikator
kesehatan salah satunya adalah status
gizi masyarakat. Tahun 2007 Indonesia menduduki rangking ke 109 dari 200 negara
yang dinilai, sedangkan provinsi Sulawesi Selatan menduduki rangking 22 dari 33
provinsi. Hal ini mencerminkan masih rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan
dan pendapatan penduduk Indonesia
secara umum dan Sulawesi Selatan secara khusus.
Pemerintah
sudah saatnya memberikan perhatian yang lebih besar pada upaya perbaikan gizi
khususnya pada bayi dan balita, karena menyangkut proses tumbuh kembang dimana
masa ini terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sekali baik
fisik maupun otaknya.
Memberikan Air Susu Ibu
(ASI) merupakan “KODRAT” seorang ibu dan memperoleh ASI adalah “HAK ANAK”. ASI
merupakan investasi terbaik bagi setiap anak untuk memulai kehidupannya,
selanjutnya diharapkan setiap bayi yang lahir dapat hidup sehat, panjang umur
dan berkualitas. ASI adalah makanan
terbaik yang dapat diberikan seorang ibu kepada bayinya. memberikan ASI merupakan kodrat dan kewajiban seorang ibu
dan memperoleh ASI adalah hak anak.
Pentingnya ASI merupakan satu-satunya makanan yang terbaik
buat bayi yang baru lahir sampai berumur 6 bulan. Sayang sekali, makanan yang terbaik ini
banyak yang terbuang percuma akibat tidak dimanfaatkan secara maksimal. Sebenarnya, hampir semua anak di Indonesia
mendapatkan ASI, namun pemberian ASI ini tidak optimal akibat praktek-praktek
yang dilakukan yang tidak sesuai dengan aturan yang diberikan. Praktek-praktek yang salah ini yang harus
dilindungi dengan aturan-aturan yang disepakati seperti Perda.
Salah satu aturan yang
belum banyak dilakukan adalah praktek pemberian ASI secara dini atau IMD
(Inisiasi Menyusu Dini). Saat bayi lahir
bayi segera diberikan kepada ibunya untuk disusui sehingga makanan pertama yang
masuk ke mulut bayi adalah ASI.
Pentingnya IMD ini sangat
berhubungan dengan keinginan bayi untuk menyenangi ASI. Apabila makanan pertama yang masuk ke dalam
mulut bayi adalah susu formula maka bayi akan kurang menyukai ASI sehingga
kemungkinan bayi menyusui akan kecil.
Di Sulawesi Selatan,
jumlah ibu yang segera memberikan ASI kepada bayinya masih sangat rendah, baik
di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Jumlah ibu yang segera menyusui bayi 30
menit setelah lahir baru mencapai 7% di perkotaan dan 13% di pedesaan. Pada
umumnya bayi baru diberikan ASI setelah
2 jam (perkotaan 38% dan pedesaan 39%) dan 6 jam (perkotaan 64% dan pedesaan
70%) setelah lahir.
Pemberian ASI yang terlambat ini seterusnya akan
melemahkan keinginan ibu untuk memberikan Hanya ASI kepada bayinya. Itulah sebabnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia
masih sangat rendah. Data SDKI
(2002-2003) memperlihatkan hanya 13,9% yang menyusui sampai bayi berumur 4-5
bulan. Penelitian lainnya memperlihatkan
bahwa ASI ekskusif hanya mencapai 6% di Indonesia (Unicef 1997).
Menyusui secara eksklusif
merupakan sejenis intervensi yang saat ini dinilai sangat efektif dalam
meningkatknya kelangsungan hidup anak.
Dibandingkan dengan program intervensi lainnya, program yang dilakukan
untuk meningkatkan jumlah ibu yang menyusui secara eksklusfi dapat mencegah
kematian sampai 13%. Intervensi program
MP-ASI memberikan kontribusi pencegahan kematian pada anak hanya sebesar 6%
sedangkan program air bersih dan sanitasi hanya berkontribusi sebesar 3%. Berdasarkan hasil kajian ini maka pembuatan
Perda ASI yang nantinya akan meningkatkan jumlah ibu yang memberi ASI dengan
baik akan dapat mendukung upaya pemerintah dalam mencapai nilai IPM yang lebih
tinggi dari saat ini.
Pemberian ASI sangat dianjurkan untuk diteruskan sampai
anak 2 tahun walaupun anak sudah memperoleh makanan padat. Pentingnya ibu memberikan ASI melewati usia 1
tahun memberikan dampak yang sangat positif terhadap kesehatan dan gizi
bayi. Kontribusi energi dari ASI
terhadap kebutuhan bayi rata-rata sebesar 35-40% (Dewey dan Brown, 2002). Disamping itu, kandungan lemak yang tinggi
pada ASI menjadikan ASI adalah satu-satunya jenis makanan dengan kandungan
lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis makanan bayi lainnya. Lemak dari ASI ini sangat penting dalam
memetabolisme vitamin A yang umumnya diperoleh dari bahan makanan nabati. Disamping itu, kontribusi gizimikro dari ASI
memberikan kontribusi terbesar di Negara-negara berkembang (Prentice dan Paul,
2000).
Pemberian ASI yang berlanjut di atas usia anak 1 tahun
telah banyak menyelamatkan bayi terutama dari penyakit infeksi (Brown dkk.,
1990). Saat anak mengalami penurunan
nafsu makan oleh karena penyakit infeksi, pemberian ASI menjadi salah satu
sumber zat gizi yang menyelamatkan anak dan mempercepat kesembuhan anak dari
infeksi.
Disamping itu, hasil penelitian memperlihatkan dampak
positif pemberian ASI terhadap pertumbuhan anak (Anyango dkk., 1999; Simondon
dkk., 2001). Pemberian ASI yang melewati
usia satu tahun dapat juga mencegah penyakit kronis pada saat remaja atau
dewasa kelak (Davis, 2001) dan juga mencegah kegemukan
(Butte,
2001). Peningkatan kognitif pada bayi
yang memperoleh ASI yang lebih lama juga telah terlihat (Reynolds, 2001).
Kenyataan yang ada pada
saat ini, menunjukkan pemberian ASI mengalami gejala penurunan, baik itu
disebabkan karena faktor internal si ibu dan atau si anak maupun faktor
eksternal yaitu makin gencarnya promosi dan penggunaan susu formula sebagai
pengganti air susu ibu. Bahkan kondisinya saat ini makin memprihatinkan dimana
sarana pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai pilar terdepan dalam
pengenalan dini terhadap menyusui bahkan mulai tidak perduli diakibatkan adanya
iming-iming dari perusahaan terhadap peningkatan financial, disamping kesadaran
ibu terhadap pemberian ASI juga menunjukkan penurunan. Peredaran susu formula
di instansi pelayanan kesehatan juga gencar.
Hasil penelitian
Nutrition Health Surveilance System (NSS) yang dilakukan oleh HKI dan Depkes RI pada tahun
1999-2003 menunjukkan terjadi penurunan pemberian ASI Eksklusif di Provinsi Sulawesi Selatan, baik di daerah pedesaan maupun wilayah
perkotaan. Untuk wilayah pekotaan (Kota Makassar) angka penggunaan ASI
Eksklusif pada tahun 1999 dan tahun 2003 adalah pada bayi usia 0-1 bulan
menurun dari 51% menjadi 41%, bayi usia
2-3 bulan menurun dari 45% menjadi 32% dan 21% menjadi 10%. Sedangkan untuk
wilayah pedesaan angka penggunaan ASI pada periode yang sama adalah pada bayi
usia 0-1 bulan menurun dari 46% menjadi
39%, bayi usia 2-3 bulan menurun dari 41% menjadi 30% dan 17% menjadi 13%.
Berbagai upaya telah dilakukan
oleh pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk
meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif maupun ASI sampai 2 (dua) tahun,
baik melalui kampanye-kampanye, sosialisasi, advokasi bahkan
pelatihan-pelatihan bagi petugas kesehatan, namun cakupan masih dibawah target.
Diperlukan upaya yang
lebih intensif untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI dan pengendalian
terhadap peredaran susu formula di instansi pelayanan kesehatan melalui upaya
penataan Peningkatan Pemberian ASI dan Pengendalian
terhadap Penggunaan Pengganti Air Susu Ibu (PASI).
Penataan terhadap upaya
peningkatan pemberian ASI dan Pengendalian Penggunaan PASI diharapkan dapat pula menurunkan angka
kejadian gizi buruk dan Angka Kematian Bayi (AKB) sehingga memberikan dampak
kenaikan pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan.
II. PENJELASAN
PASAL DEMI PASAL
Pasal
1 :
Cukup jelas
Pasal
2 :
Cukup jelas
Pasal
3 :
Cukup jelas
Pasal
4
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Ayat (4) : Cukup jelas
Butuh
penjelasan
Ayat (5) : Cukup jelas
Pasal 5
Ayat
(1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1) : Cukup
jelas
Ayat (2) : Cukup jelas
Ayat (3) : Cukup jelas
Ayat (4) : Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat
(3) : Cukup jelas
Pasal 14
Ayat
(1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 17 :
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI
SULAWESI SELATAN NOMOR…..
No comments:
Post a Comment