PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERATURAN DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR : TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SULAWESI
SELATAN
Menimbang : a. bahwa
untuk menciptakan iklim usaha yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen perlu
memberdayakan konsumen memperoleh haknya
secara adil dan seimbang yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b.
bahwa
memperhatikan lingkup urusan Pemerintahan Daerah yang diselenggarakan Provinsi,
maka Pemerintah Daerah berwenang melakukan koordinasi pembinaan dan pengawasan
atas barang dan/atau jasa di wilayah Provinsi ;
c.
bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, pemerintah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen.
d.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen;
Mengingat : 1. Undang-undang
Nomor 47 Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan
Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2102) Juncto Undang-undang Nomor 13, Tahun 1964 tentang Penetapan
Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1964
tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara
menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);
2.
Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
3.
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
4.
Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
5.
Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republoik Indonesia Nomor 4844);
6.
Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republoik Indonesia
Nomor 5038);
7.
Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
8.
Undang-undang
No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4843);
9.
Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
10.
Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
11.
Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
12.
Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131);
13.
Peraturan
Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 199);
14.
Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 103,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126) ;
15.
Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4592);
16.
Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
17.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5107), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5209);
18.
Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;
19.
Keputusan
Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Surabaya, Malang dan Makassar;
20.
Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang
Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam
Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika dan Elektronika;
21.
Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa;
22.
Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang
Kewajiban Pencantuman Label pada Barang;
23.
Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
22/M-DAG/PER/5/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman
Label Pada Barang;
24.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah;
25.
Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan
Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 255);
26.
Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 243);
27.
Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 250);
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
dan
GUBERNUR SULAWESI
SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.
Provinsi
adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
2.
Daerah
adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
3.
Pemerintah
Daerah adalah Gubernur dan Perangkat sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
4.
Gubernur
adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
5.
Dinas
adalah Instansi atau Satuan kerja perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat
SKPD adalah satuan kerja perangkat Daerah yang membidangi perdagangan.
6.
Kabupaten
dan Kota adalah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan.
7.
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
8.
Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
9.
Pelaku
usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama - sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
10. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun
tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun
tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan,
atau dimanfaatkan oleh konsumen.
11. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
12. Iklan adalah kegiatan pengenalan atau
penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli
konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
13. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat selanjutnya
disingkat LPKSM adalah lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah
yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
14. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan
dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
15. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya
disingkat BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa
antara pelaku usaha dan konsumen.
16. Instansi Terkait adalah satuan kerja perangkat
daerah dan/atau instansi vertikal yang lingkup tugasnya terkait dengan
perlindungan konsumen.
17. Masyarakat adalah seluruh warga/orang perseorangan
yang berdomisili di Sulawesi Selatan.
18. Barang Bekas adalah barang yang sudah dipakai sesuai
peruntukannya dan masih bisa digunakan sesuai peruntukannya.
19. Motivator adalah orang yang telah dilatih untuk
memberikan pemahaman kepada konsumen tentang hak dan kewajibannya serta hal
lain yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
20. Mediator adalah orang yang telah dilatih untuk memfasilitasi
tercapainya kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen jika terjadi sengketa
atau perbedaan pendapat mengenai suatu hal antara konsumen dan pelaku usaha.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen berdasarkan pada asas :
a. jujur;
b. manfaat;
c. keadilan;
d. keseimbangan;
e. keamanan konsumen;
f.
keselamatan
konsumen; dan
g. kepastian hukum.
Pasal 3
Tujuan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan perlindungan konsumen adalah :
- meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
- mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
- meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen;
- menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
- menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
- meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 4
Pemerintah Daerah Berwenang
melakukan :
a. pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen di
Provinsi;
b. pembinaan dan pemberdayaan motivator dan mediator
perlindungan konsumen skala Provinsi;
c. pembinaan dan pengawasan barang beredar dan jasa, serta penegakan
hukum skala Provinsi;
d. pelayanan dan penanganan Penyelesaian Konsumen
Skala Provinsi;
e. koordinasi pembentukan dan fasilitasi operasional
Perwakilan Badan Perlindungan Konsumen Nasiona (PBPKN) Provinsi;
f. koordinasi pembentukan BPSK dengan kabupaten/kota
di wilayah Provinsi;
g. koordinasi kegiatan LPKSM dengan kabupaten/kota di
wilayah provinsi;
h. koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait
skala provinsi dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen;
i. koordinasi evaluasi implementasi penyelenggaraan
perlindungan konsumen;
j. pelaksanaan kebijakan, pedoman, petunjuk
pelaksanaan/petunjuk teknis pengawasan barang beredar dan jasa;
k. koordinasi pelaksanaan pengawasan barang beredar
dan jasa skala Provinsi;
l. sosialisasi, informasi dan publikasi tentang
perlindungan konsumen;
m.
sosialisasi
kebijakan pengawasan barang beredar dan jasa skala Provinsi;
n. pembinaan dan pemberdayaan Petugas Pengawas Barang
dan Jasa skala Provinsi;
o. pembinaan dan pemberdayaan Penyidik Pengawai Negeri
Sipil Perlindungan konsumen Skala Provinsi ;
p. koordinasi Penyelenggaraan dan pelaporan pemberian rekomendasi
atas pendaftaran petunjuk penggunaan/manual dan kartu jaminan/garansi dalam
Bahasa Indonesia bagi produk teknologi informasi dan elektronik skala provinsi;
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Bagian Kesatu
Hak Konsumen
Pasal 5
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya
Bagian Kedua
Kewajiban Konsumen
Pasal 6
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
dan
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
BAB V
HAK, KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Bagian
Kesatu
Hak
Pelaku Usaha
Pasal 7
Hak pelaku usaha adalah :
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di
dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti
secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Bagian Kedua
Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 8
(1) Kewajiban pelaku usaha adalah :
a.
beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.
memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c.
memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.
menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e.
memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan;
f.
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; dan
g.
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
2.
Tata
cara penyelenggaraan kewajiban pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pasal
9
(1)
Pelaku
usaha yang melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 yang
menyebabkan terjadinya kerusakan dan/atau kehilangan barang konsumen dibebani
tanggung jawab.
(2)
Beban
tanggung jawab atas terjadinya kerusakan dan/atau kehilangan barang konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh pelaku usaha dalam bentuk :
a. melakukan perbaikan senilai barang yang rusak; atau
b. mengganti dengan uang senilai barang yang hilang;
atau
c.
sesuai
kesepakatan konsumen dengan pelaku usaha.
BAB VI
PEMBINAAN
Pasal 10
(1)
Dalam
rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Pemerintah
Daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen untuk menjamin
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha secara proporsional serta dilaksanakannya
kewajiban masing-masing.
(2)
Pembinaan
oleh Pemerintah Daerah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas dan / atau Instansi terkait.
(3)
Dinas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan
perlindungan konsumen.
(4)
Untuk
mengefektifkan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen, Pemerintah
Daerah dapat membentuk dan memberdayakan motivator serta mediator perlindungan konsumen.
(5)
Pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi
upaya untuk :
a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang
sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat; dan
c.
meningkatnya
kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan
pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
(6)
Untuk
mengembangkan LPKSM dan BPSK, Pemerintah Daerah mendorong koordinasi LPKSM dan
BPSK dengan kabupaten/kota.
(7)
Tata
cara pelaksanaan pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur.
BAB VII
PENGAWASAN
Pasal 11
(1)
Dalam
rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Pemerintah
Daerah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen
serta penerapan ketentuan peraturan perundang – undangannya diselenggarakan
oleh Pemerintah Daerah, masyarakat, dan LPKSM.
(2) Pengawasan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas / Instansi terkait.
(3) Pengawasan oleh masyarakat dan LPKSM dilakukan
terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(4) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat
dan LPKSM wajib disampaikan kepada Dinas dan/atau Instansi terkait.
(5) Dinas atau Instansi terkait melakukan klarifikasi
atas hasil pengawasan masyarakat dan/atau LPKSM.
(6) Apabila hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) terbukti bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan,
maka:
a. Dinas dan/atau Instansi terkait mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan yang berlaku.
b. dapat dipublikasikan oleh Dinas dan LPKSM.
(7) Tata cara pelaksanaan pengawasan dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 12
(1)
Pemerintah
Daerah berwenang melakukan pengujian terhadap setiap barang dan jasa yang beredar
dan/atau yang akan beredar di Wilayah Sulawesi Selatan.
(2)
Tata
cara pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 13
(1)
Apabila
hasil pengujian sebagaimana di maksud dalam pasal 12 ayat (1) terbukti barang mengandung
bahan berbahaya, maka pemerintah daerah melarang barang tersebut :
a. diedarkan di wilayah Provinsi;
b. diproduksi di wilayah Provinsi; dan
c. dikeluarkan dari tempatnya diproduksi atau gudang.
(2)
Apabila
hasil pengujian sebagaimana di maksud dalam Pasal 12 ayat (1) terbukti barang
mengandung bahan berbahaya, maka pemerintah daerah melarang barang tersebut :
a. dikeluarkan dari gudang pelabuhan;
b. dikeluarkan dari gudang bandara, dan;
c. memasuki wilayah Provinsi.
Pasal 14
(1)
Apabila
barang yang beredar terbukti mengandung bahan berbahaya atau mengandung bahan
terlarang, maka Pemerintah Daerah :
a.
memerintahkan penarikan dari peredaran;
b.
tidak mengizinkan pelaku usaha memperdagangkan.
(2)
Barang
yang ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terbukti
tidak mengandung bahan berbahaya atau mengandung bahan terlarang, dapat
diedarkan dan dipasarkan kembali setelah mendapat izin dari Pemerintah Daerah.
Pasal 15
(1) pelaku usaha dilarang menetapkan klausula baku yang
merugikan konsumen.
(2) pengawasan terhadap klausula baku sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(3) pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
bekerjasama dengan BPSK
Pasal 16
(1)
Pelaku
usaha yang melanggar ketentuan Pasal 15 ayat (1) dikenakan sanksi melakukan
perbaikan klausula baku tersebut.
(2)
Perbaikan
klausula baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama 1 (satu) bulan sejak diterimanya
surat perintah perbaikan.
BAB VIII
INFORMASI
Pasal 17
(1)
Pelaku
usaha wajib melengkapi informasi yang dibutuhkan oleh konsumen secara benar,
jelas dan jujur atas barang dan/atau jasa yang dipasarkan.
(2)
Informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada azas kebiasaan, kepatutan,
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat mencantumkan label halal.
Pasal 18
Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan :
a. barang yang bercampur dengan barang bekas;
b. barang yang rusak;
c. barang yang cacat; dan/atau
d. barang yang tercemar.
Pasal 19
(1)
Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang sebagaimana dimaksud pada pasal 18 tanpa
dilengkapi informasi.
(2)
Informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus lengkap dan benar.
(3)
Barang
sebagaimana dimaksud pada pasal 18 yang berupa pangan atau sediaan farmasi
dilarang diperdagangkan walaupun disertai dengan informasi yang lengkap dan
benar.
Pasal 20
(1) Pelaku Usaha wajib menempelkan label pada wadah kemasan
barang yang diperdagangkan.
(2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi informasi tentang barang yang diproduksi dan
dipasarkan serta jasa yang diberikan.
(3) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus
ditulis dalam :
a. bahasa Indonesia;
b. angka arab;
c. huruf latin.
(4) label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disandingkan
dengan bahasa aslinya.
(5) Kata yang tidak ditemukan padanannya atau tidak
dapat diciptakan padanannya dalam bahasa Indonesia, dapat tetap menggunakan
bahasa aslinya.
Pasal
21
(1) Produk telematika dan elektronika yang dipasarkan
atau diedarkan wajib dilengkapi dengan petunjuk pemakaian .
(2) Produk telematika dan elektronika atau barang lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan kartu jaminan.
(3) petunjuk pemakaian sebagaimana di maksud pada ayat
(1) wajib menggunakan bahasa Indonesia.
Pasal
22
(1)
bahan
pangan dalam kemasan yang mencantumkan label, memuat informasi sekurang-kurangnya :
a.
nama
produk;
b.
daftar
bahan yang digunakan;
c.
berat
bersih atau isi bersih;
d.
nama
dan alamat yang memproduksi atau mengimpor;
e.
halal
bagi yang dipersyaratkan;
f.
tanggal
dan bulan kode produksi;
g.
tanggal,
bulan dan tahun kedaluwarsa;
h.
nomor
izin edar bagi pangan olahan; dan
i.
asal
usul bahan pangan tertentu.
(2)
ketentuan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat ditambahkan sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan konsumen.
Pasal 23
Pelaku usaha wajib
menarik barang yang beredar tanpa :
a. label;
b. label yang sudah
kedaluwarsa;
c. label yang telah
rusak sebelum tanggal kedaluwarsa.
Pasal 24
(1)
pelaku
usaha wajib menarik barang yang beredar dalam keadaan rusak sebelum masa kadaluarsanya habis.
(2)
barang
yang diproduksi secara bersamaan dengan barang yang rusak wajib ditarik dari
peredaran.
(3)
barang
yang ditarik sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat dipasarkan kembali apabila
terbukti tidak rusak berdasarkan hasil pengujian.
(4)
Tata
cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 25
(1)
Pelaku
Usaha yang memproduksi barang dalam wilayah Provinsi wajib mencantumkan nama
Pelaku Usaha dan alamat tempat usaha .
(2)
Pelaku
Usaha yang memproduksi barang diluar wilayah Provinsi, tapi diedarkan atau
dipasarkan di provinsi wajib mencantumkan nama Pelaku Usaha dan alamat tempat
usaha serta alamat agen.
Pasal 26
(1)
Barang
tertentu yang diwajibkan menggunakan persyaratan Standar Nasional Indonesia
(SNI), maka harus memenuhi standar tersebut sebelum diedarkan/dipasarkan di provinsi;
(2)
Barang
impor yang menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) dipersamakan dengan
produk dalam negeri.
(3) Daftar barang yang diwajibkan memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diinformasikan, disosialisasikan dan
dipublikasikan kepada masyarakat.
Pasal 27
(1) Pelaku usaha yang membuat iklan produk wajib memuat
informasi yang benar, jelas dan jujur serta tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.
(2) Iklan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
relevan dengan barang yang diiklankan, dengan menggunakan satuan-satuan yang
dikenal secara internasional dan/atau dikenal dalam masyarakat.
(3) satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara
lain :
a. jarak/panjang dengan centimeter, meter atau
kilometer;
b. takaran dengan milli liter, atau liter;
c. jumlah dengan bilangan; dan
d. berat dengan, gram, kilogram, kuintal atau ton.
Pasal
28
(1)
Pelaku
usaha yang memasang iklan bertanggung jawab atas isi iklan.
(2)
Pelaku
usaha periklanan bertanggung jawab atas rekayasa iklan yang menimbulkan kerugian
masyarakat.
BAB IX
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 29
(1)
Pemerintah
Daerah dapat melakukan penelitian dan pengembangan dalam penyelenggaraan pembinaan
dan pengawasan untuk perlindungan konsumen.
(2)
Pemerintah
Daerah menyediakan laboratorium khusus yang terakreditasi dalam rangka penyelenggaraan
penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB X
KOORDINASI
Pasal 30
(1)
Pemerintah
Daerah berkordinasi dengan pihak lain yang terkait dalam rangka pelaksanaan
penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen.
(2)
Pelaksanan
Koordinasi sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemerintah Daerah membentuk Tim Terpadu.
(3)
Tim
terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain :
a.
Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM);
b.
pemerintah
kabupaten/kota;
c.
dinas;
d.
instansi
terkait;
e.
unsur
tenaga ahli bidang perlindungan konsumen; dan
g. pihak terkait lain yang dipandang perlu.
(4)
Tim
terpadu sebagaimana di maksud pada ayat (2) dibentuk dengan Keputusan Gubernur.
(5)
tim
terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) difasilitasi oleh Dinas.
(6)
Tata
kerja tim terpadu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB XI
PENGADUAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Pengaduan
Pasal 31
(1)
Konsumen
yang mengalami kerugian dapat menempuh upaya berupa :
a.
pengaduan
langsung/keberatan pada pelaku usaha bersangkutan;
b.
pengaduan
kepada Provinsi melalui Tim Fasilitasi Provinsi;
c.
pengaduan
kepada dinas yang membidangi perdagangan di tingkat kabupaten/kota;
d.
pengaduan
pada LPKSM; dan
e.
pengaduan
pada BPSK.
(2)
Tim
Fasilitasi Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. unsur satuan kerja perangkat daerah,
b. fasilitator provinsi .
(3)
Tim
Fasilitasi Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur.
(4)
Tata
kerja tim fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa
Pasal 32
(1)
Konsumen yang
mengalami kerugian selain dapat menempuh upaya tim fasilitasi juga dapat
melakukan :
a.
pengajuan
perkaranya kepada BPSK;
b.
gugatan
perdata pada Pengadilan Negeri.
(2)
Tata
cara penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 33
(1) Selain penyidik pejabat polisi negara Republik
Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang perlindungan konsumen, diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana yang terjadi dan merugikan konsumen;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan
yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha yang merugikan
konsumen;
c. memanggil dan/atau mendatangkan secara paksa orang
untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak
pidana atas kegiatan usaha dan/atau jasa yang merugikan konsumen;
d. menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga
digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha dan/atau jasa yang
merugikan konsumen;
e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan
usaha dan/atau jasa yang digunakan/yang merugikan konsumen;
f.
menyegel
dan/atau menyita alat kegiatan usaha dan/atau jasa yang disediakan/ digunakan
yang menimbulkan kerugian konsumen;
g. mendatangkan dan/atau meminta bantuan tenaga ahli
yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana atas
kegiatan usaha dan/atau jasa yang merugikan konsumen.
Pasal 34
(1)
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, dapat membantu
mengamankan pelaku tindak pidana perlindungan konsumen.
(2)
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikan kepada pejabat polisi
negara Republik Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menghentikan
penyidikannya dalam hal tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan
merupakan tindak pidana.
(4)
Pelaksanaan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 35
(1)
Barang
siapa yang melakukan pelanggaran atas ketentuan Pasal 13, Pasal 14 ayat (1),
Pasal 15,Pasal 17 ,Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24,
Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 Peraturan Daerah ini, dapat dikenai
sanksi administratif berupa:
a.
Peringatan
lisan;
b.
Peringatan
tertulis;
c.
Pemberhentian
sementara izin usaha; dan/atau
d.
Pencabutan
izin usaha.
(2)
Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d diberikan oleh
pemerintah Kabupaten/Kota atau instansi
berwenang.
(3)
Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan merupakan berjenjang.
Pasal 36
(1)
Sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dapat didahului atau di ikuti/ditambahkan
dengan pemberian informasi kepada masyarakat tentang jenis pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha, sampai pelanggaran tersebut dihentikan oleh pelaku
usaha.
(2)
Penyampaian
informasi oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan dengan berbagai cara/melalui media publik yang memudahkan masyarakat
untuk mengetahuinya.
(3) Tata cara penyampaian informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB
XIV
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
37
(1) Barang siapa yang melakukan pelanggaran Pasal 13,
Pasal 14 ayat (1), Pasal 15,Pasal 17 ,Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 selain dikenai
sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pasal 35 ayat (1) dapat pula dijatuhi
sanksi pidana.
(2) Sanksi pidana sebagaimana di maksud pada ayat (1)
dapat dkenakan apabila pelanggaran tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Gubernur dalam melakukan koordinasi, pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, meliputi dalam kedudukannya baik sebagai Kepala Daerah
maupun sebagai Wakil Pemerintah di Daerah.
Pasal 39
Peraturan Gubernur tentang pelaksanaan
Peraturan Daerah ini, ditetapkan paling
lama 1 (satu) tahun setelah Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 40
Peraturan Daerah
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Ditetapkan di Makassar
pada tanggal Maret
2013
GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
SYAHRUL
YASIN LIMPO
Diundangkan di Makassar
pada tanggal Maret 2013
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN,
A.MUALLIM
LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2013
NOMOR
PENJELASAN
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR : TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
I . UMUM
Peningkatan pembangunan perekonomian yang semakin
meningkatkan variasi produk barang dan jasa yang beredar di masyarakat sudah
diantisipasi oleh pemerintah dengan mengundangkan Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun setelah lebih 10 (sepuluh) tahun
dinyatakan berlaku, undang-undang tersebut belum bisa dilaksanakan sepenuhnya
sesuai dengan harapan, sehingga dibentuk berbagai peraturan-perundang-undangan,
termasuk diantaranya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Daerah ini.
Sebagai undang-undang payung yang mengakomodasi
semua peraturan perundang-undangan yang bermaksud memberikan perlindungan
kepada konsumen, maka penegakan hukum perlindungan konsumen dapat didasarkan
pada semua perundang-undangan yang bermaksud memberikan perlindungan kepada
konsumen. Dengan demikian di antara sekian banyak peraturan perundang-undangan yang
berlaku, baik yang berlaku sebelum berlakunya maupun setelah berlakunya Undang-undang
Perlindungan Konsumen saling melengkapi untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen.
Oleh karena banyaknya peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang perlindungan konsumen, segala peraturan yang bermaksud
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen akan melengkapi segala kekurangan
atas muatan peraturan daerah ini.
Oleh karena permasalahan umum yang dihadapi dalam
penegakan hukum perlindungan konsumen adalah lemahnya posisi konsumen jika
berhadapan dengan pelaku usaha, maka perda ini bermaksud untuk mengupayakan
peyelenggaraan perlindungan konsumen yang memadai dengan melakukan pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen, khususnya di Sulawesi
Selatan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3):
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat
(6)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan atas barang dan/atau
jasa yang beredar di pasar dengan cra penelitian, pengujian dan/atau survei.
Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang
jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik
dunia usaha.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Pengujian yang dimaksud dilakukan di laboratorium yang
telah
diakreditasi .
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Informasi yang benar, jelas dan
jujur adalah informasi yang dibuat sedemikian rupa agar konsumen tidak salah
dalam memahami informasi tersebut
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1) Cukup jelas
Yang dimaksud
dengan “informasi mengenai asal usul bahan Pangan” adalah penjelasan mengenai
informasi asal bahan tertentu, misalnya, bahan yang bersumber, mengandung, atau
berasal dari hewan atau Pangan yang diproduksi melalui proses khusus, misalnya,
Rekayasa
Genetik Pangan atau Iradiasi Pangan.
Ayat
(2) Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Label yang ditempel pada wadah dan kemasan harus
dilakukan sedemikian rupa agar tidak mudah lepas, tulisannya jelas, dan mudah
terlihat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat
(1)
Cukup jelas
Ayat
(2)
Cukup jelas
Ayat
(3)
Berjenjang dimaksudkan bahwa
Pelaku usaha dapat dikenai sanksi
secara langsung sesuai dengan tingkat besar kecilnya
pelanggaran
yang dilakukan.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN
DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR
No comments:
Post a Comment