PEMERINTAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERATURAN
DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR 2 TAHUN 2010
TENTANG
SISTEM PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
Menimbang : a. bahwa
dalam rangka mewujudkan nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan
serta sebagai tindaklanjut dari ketentuan pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor
25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka perlu
diatur Peraturan Daerah tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah;
b. bahwa sistem perencanaan pembangunan daerah diperlukan sebagai
pedoman bagi seluruh pelaku pembangunan dalam menyusun dan melakukan proses
perencanaan yang secara bertahap dan integral dalam rangka peningkatan kualitas
pembangunan daerah serta kesejahteraan masyarakat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa sistem perencanaan pembangunan daerah disamping dimaksudkan
untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, terpadu, dan tepat sasaran, juga memberi jaminan
keterlibatan semua komponen daerah/ masyarakat untuk memberikan kontribusi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang
Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan
Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaga Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2102), Jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan daerah
Tingkat I Sulawesi Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan
mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2008 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun
2005-2025 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);
8. Undang-undang
No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4739);
9. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
11. Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5043);
12. Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di
Daerah( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3373);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
17. Peraturan
Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4815);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4816);
19. Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4817);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai
Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);
21. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007
Tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan
Perundang-undangan;
22. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor
2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor
235);
23. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008
Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 239), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2009 (Lembaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 10);
24. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 240);
25. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2008 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 241); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Nomor 11Tahun 2009 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2009 Nomor 11);
26. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga
Lain Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2008 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 242); sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun
2009 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 12);
27. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan 2008-2013,
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 12).
28. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 2009 tentang Legislasi Daerah
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 245);
29. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028 (Lembaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Nomor 249);
30. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 251).
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH.
Dalam Peraturan Daerah
ini, yang dimaksudkan dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Sulawesi Selatan serta Kabupaten dan Kota di
Sulawesi Selatan
2. Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
5. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
6. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
7. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan
8. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Sulawesi Selatan
9. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia.
10. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan,
kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan,
berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.
11. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan
tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan
didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya yang ada dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam
jangka waktu tertentu.
12. Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah adalah satu
kesatuan proses perencanaan daerah yang terdiri dari
subsistem penyusunan, penetapan, penganggaran, koordinasi, pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan rencana untuk menghasilkan rencana-rencana yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan.
13. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang selanjutnya disingkat RPJP
Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20
(duapuluh) tahun.
14. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disingkat
RPJM Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun.
15. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi yang selanjutnya
disingkat RPJPD Provinsi adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Provinsi untuk periode
20 (duapuluh) tahun.
16. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota selanjutnya disebut RTRW Provinsi dan
Kabupaten/Kota adalah rencana struktur tataruang yang mengatur struktur dan
pola tata ruang yang meliputi penyusunan, penetapan rencana tata ruang yang
merupakan penjabaran RPJPD dan mengacu pada RTRW Nasional.
17. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi yang selanjutnya
disingkat RPJMD Provinsi adalah dokumen perencanaan
Provinsi untuk 5 (lima) tahun.
18. Rencana Pembangunan Jangka Panjang daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disingkat RPJPD Kabupaten/Kota adalah dokumen
perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota untuk periode 20 (duapuluh)
tahun.
19. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disingkat RPJMD Kabupaten/Kota adalah dokumen
perencanaan Kabupaten/Kota untuk 5 (lima) tahun.
20. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat RENSTRA SKPD adalah rencana strategis satuan kerja
perangkat daerah untuk periode 5 (lima). tahun
21. Rencana Kerja Pemerintah Daerah selajutnya disebut RKPD adalah dokumen
perencanaan dengan masa periode satu tahun
22. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD adalah
dokumen perencanaan anggaran pembangunan untuk periode satu tahun
23. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut RAPBD
adalah rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan
kabupaten/kota
24. Visi Daerah adalah rumusan umum mengenai kondisi yang diinginkan dan akan
dituju pada akhir periode perencanaan
25. Misi Daerah adalah rumusan kebijakan umum sebagai upaya yang akan
dilaksanakan untuk mendukung perwujudan visi daerah.
26. Pemangku Kepentingan adalah pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung
mendapatkan manfaat atau dampak dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
daerah.
27. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat
Musrenbang adalah forum konsultasi publik antar pelaku pembangunan dalam rangka
menyusun perencanaan pembangunan daerah.
28. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
selanjutnya disebut Renja SKPD adalah Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
29. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat Bappeda
adalah SKPD yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di daerah
30. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah selanjutnya disebut BKPRD adalah Badan yang bersifat ad-hoc di Provinsi dan di Kabupaten/Kota dan
mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dan Bupati/Walikota dalam
koordinasi penataan ruang di daerah.
31. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah perangkat Daerah pada pemerintah
Daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
(1) Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah diselenggarakan berdasarkan Azas :
a. kepastian hukum,
b. tertib penyelenggaraan Negara,
c. kepentingan umum,
d. keterbukaan,
e. proporsionalitas,
f. professional,
g. akuntabilitas.
(2) Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah bertujuan untuk:
a. mewujudkan koordinasi antar pelaku pembangunan,
b. terciptanya sinkronisasi, dan sinergi baik antar-daerah, antar-ruang, antar-waktu,
antar-fungsi pemerintah maupun antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.
c. terwujudnya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan,
d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
e.
tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,
efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.
(1)
Perencanaan pembangunan Daerah dilakukan Pemerintah
Daerah bersama unsur pemangku kepentingan berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing
melalui pendekatan :
a. teknokratik;
b. partisipatif;
c. politik.
d. Dari atas ke bawah (top-down), dan Dari bawah ke atas (bottom-up);
e. Kearifan Lokal
(2) Perencanaan Pembangunan Daerah disusun secara sistematis, terarah,
terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan.
(3) Perencanaan pembangunan Daerah terintegrasi dengan rencana tata ruang.
(4) Perencanaan pembangunan Daerah
dilaksanakan berdasarkan kondisi, dan potensi yang dimiliki Daerah serta
dinamika lingkungan strategis.
(1) Perencanaan Pembangunan Daerah meliputi
penyusunan rencana, penganggaran, pelaksanaan, koordinasi, pengendalian, evaluasi dan pengawasan.
(2) Perencanaan Pembangunan Daerah mencakup
penyelenggaraan semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan,
sesuai dengan kewenangan urusan pemerintahan daerah yang dilaksanakan secara
terpadu dalam Wilayah Provinsi.
(3) Rencana Pembangunan Daerah disusun secara terpadu oleh Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya masing-masing
(4) Rencana Pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menghasilkan :
a. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. rencana tata ruang
wilayah;
c. rencana pembangunan jangka menengah daerah;
d. rencana strategis
SKPD;
e. rencana kerja
pemerintah daerah;
f. rencana kerja SKPD.
(1)
RPJPD memuat visi, misi, dan arah pembangunan
Daerah dengan mengacu
pada RPJP Nasional.
(2) RTRW merupakan
penjabaran spasial dari RPJPD dan memperhatikan RTRW Nasional.
(3) RPJMD Kabupaten/Kota
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati, Walikota dengan yang
penyusunannya
berpedoman pada RPJMD
Provinsi
dan memperhatikan RPJMD
Nasional.
(4) RKPD merupakan penjabaran dari
RPJMD dan mengacu pada RKP Nasional.
(5) Renstra SKPD memuat visi, misi, tujuan,
strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai
dengan tugas dan fungsi SKPD serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat
indikatif.
(6) Renja
SKPD disusun dengan berpedoman pada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP memuat
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik dilaksanakan langsung oleh
pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
(1) Tahapan Penyusunan RPJPD Provinsi
dan Kabupaten/Kota dilakukan melalui urutan:
a.
penyiapan
rancangan awal;
b.
musrenbang;
c.
penetapan
RPJPD; dan
d. sosialisasi;
(2) Tahapan Penyusunan
RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota dilakukan melalui urutan kegiatan :
a.
penyiapan
rancangan awal;
b.
musrenbang;
c.
penetapan
RTRW; dan
d.
sosialisasi.
(3) Tahapan Penyusunan RPJMD Provinsi, Kabupaten/Kota, dan
RKPD dilakukan melalui urutan kegiatan:
a.
penyiapan
rancangan awal;
b.
musrenbang;
c.
penetapan
RJPMD; dan
d.
sosialisasi.
(4) Tahapan Penyusunan
RENSTRA SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota dilakukan melalui urutan kegiatan :
a.
penyiapan
rancangan awal ;
b.
forum
konsultasi publik; dan
c.
penetapan.
(5) Tahapan Penyusunan RKPD Provinsi dilakukan melalui urutan kegiatan :
a.
penyiapan
rancangan awal;
b.
rapat
koordinasi;
c.
forum
SKPD dan forum gabungan SKPD
d.
musrenbang
RKPD; dan
e.
penetapan
(6) Tahapan Penyusunan RKPD Kabupaten/Kota dilakukan melalui urutan kegiatan :
a.
penyiapan
rancangan awal;
f.
forum
SKPD dan forum gabungan SKPD
b.
musrenbang
RKPD; dan
c.
penetapan
(7) Tahapan Penyusunan RENJA
SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota dilakukan melalui urutan kegiatan :
a.
penyiapan
rancangan awal ;
b.
Penetapan
(1) Bappeda Provinsi
menyiapkan rancangan awal;
(2) Rancangan awal RPJPD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sedikitnya
memuat visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang daerah.
(3) Dalam menyusun rancangan awal RPJPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Bappeda meminta masukan dari SKPD Provinsi dan pemangku kepentingan pembangunan
daerah.
(1) Bappeda Kabupaten/Kota menyiapkan rancangan awal;
(2) Rancangan awal RPJPD Kabupatan/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sedikitnya memuat visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang daerah.
(3) Dalam menyusun rancangan awal RPJPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Bappeda meminta masukan dari SKPD Kabupaten/Kota dan pemangku kepentingan
pembangunan daerah.
(4) Rancangan RPJPD Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan pada ayat (3)
selanjutnya dikonsultasikan ke BAPPEDA Provinsi untuk memperoleh rekomendasi
tertulis.
(1) Musrenbang diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJPD Provinsi dan
Kabupaten/Kota, diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah dan pemangku
kepentingan pembangunan daerah.
(2) Bappeda Provinsi
menyelenggarakan Musrenbang RPJPD Provinsi.
(3) Bappeda Kabupaten/Kota menyelenggarakan Musrenbang RPJPD Kabupaten/Kota.
(4) Musrenbang RPJPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya periode RPJPD yang
sedang berjalan.
(1) DPRD Provinsi bersama Pemerintah Daerah membahas Rancangan Peraturan Daerah tentang
RPJPD Provinsi;
(2) RPJPD Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah setelah berkonsultasi
dengan Menteri Dalam Negeri dan Badan Perencana Pembangunan Nasional;
(3) DPRD Kabupaten/Kota bersama Pemerintah Daerah membahas Rancangan Peraturan
Daerah tentang RPJPD Kabupaten/Kota;
(4) RPJPD Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah setelah
berkonsultasi dengan Pemerintah Provinsi melalui Bappeda Provinsi;
(5)
Rekomendasi tertulis
Bappeda Provinsi terhadap rancangan RPJPD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada pasal 9 ayat (4) dijadikan sebagai bahan penetapan RPJPD Kabupaten/Kota;
(1)
Gubernur
menyampaikan Peraturan Daerah tentang RPJPD Provinsi kepada Menteri Dalam
Negeri paling lama 1 (satu) bulan setelah ditetapkan
(2) Bupati/Walikota menyampaikan Peraturan Daerah tentang RPJPD Kabupaten/Kota kepada
Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, paling lama 1 (satu)
bulan setelah ditetapkan.
(1) Penyusunan rancangan awal RTRW Provinsi disusun oleh Bappeda Provinsi dengan
meminta masukan dari SKPD dan pemangku kepentingan;
(2) Penyusunan rancangan awal RTRW dilakukan dengan pembahasan melalui fokus group diskusi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
pembangunan daerah dengan meminta masukan dari SKPD dan pemangku kepentingan
pembangunan daerah;
(3) Penyusunan RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman
pada RTRW Nasional, RPJPD Provinsi, dan memperhatikan sinergitas RPJMD Provinsi;
(4) Penyusunan RTRW Provinsi dilakukan melalui proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersama SKPD yang terkait dengan urusan tata ruang.
(1) DPRD Provinsi
bersama Pemerintah Daerah Provinsi membahas Rancangan Peraturan Daerah RTRW sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Sebelum mendapat
persetujuan untuk ditetapkan, Rancangan Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu dikonsultasikan dengan Departemen Teknis yang dikoordinasikan
oleh BKPRN untuk memperoleh hasil evaluasi secara tertulis dari Menteri Dalam Negeri;
(1) Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota disusun oleh Bappeda Kabupaten/Kota dengan
meminta masukan dari SKPD dan pemangku kepentingan
(2) Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada RTRW Provinsi dan RPJPD Kabupaten/Kota dengan memperhatikan
RPJMD Kabupaten/ Kota.
(3) Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota dilakukan melalui proses sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (4)
Rancangan Peraturan Daerah Kabuplaten/Kota tentang RTRW sebelum ditetapkan
menjadi peraturan daerah terlebih dahulu dikonsultasikan dan
mendapat persetujuan tertulis dari BKPRD Provinsi.
(1) Bappeda Provinsi menyiapkan rancangan awal RPJMD sebagai penjabaran
dari visi, misi, dan program Gubernur yang dituangkan ke dalam strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, program prioritas,
dan arah kebijakan umum keuangan Daerah.
(2) Bappeda Kabupaten/Kota menyiapkan rancangan awal RPJMD sebagai penjabaran
dari visi, misi, dan program Bupati/Walikota ke dalam strategi pembangunan
Daerah, kebijakan umum, program prioritas, dan arah kebijakan umum keuangan Daerah.
(1)
Bappeda Provinsi
menyusun rancangan RPJMD dengan menggunakan rancangan Renstra-SKPD Provinsi.
sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) dengan berpedoman pada RPJPD Provinsi.
(2)
Bappeda Kabupaten/Kota
menyusun rancangan RPJMD dengan menggunakan rancangan Renstra-SKPD
Kabupaten/Kota. sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2) dengan berpedoman
pada RPJPD Provinsi.
(1) Rancangan RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan rancangan RPJMD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) menjadi bahan pada Musrenbang RPJMD.
(2)
Musrenbang RPJMD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan dalam rangka menyusun
rancangan RPJMD yang diikuti oleh unsur Pemerintah Daerah dan mengikutsertakan unsur
masyarakat.
(1) Bappeda Provinsi menyelenggarakan Musrenbang RPJMD Provinsi.
(2) Bappeda Kabupaten/Kota menyelenggarakan Musrenbang RPJMD Kabupaten/Kota.
(1) Musrenbang RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Gubernur dilantik.
(2) Musrenbang RPJMD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2),
dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Bupati/Walikota dilantik.
(1) RPJMD
Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 6 (enam) bulan setelah Gubernur dilantik, setelah dikonsultasikan
dengan Menteri Dalam Negeri
(2) RPJMD Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 6 (enam)
bulan setelah Bupati/Walikota dilantik setelah dikonsultasikan dengan Gubernur
melalui Bappeda Provinsi, untuk mendapatkan rekomendasi tertulis.
(3)
Rekomendasi Bappeda Provinsi
terhadap rancangan akhir RPJMD Kabupaten/Kota dijadikan sebagai bahan penetapan
RPJMD
(1) SKPD menyusun rancangan
awal Renstra-SKPD yang memuat visi, misi, strategi, kebijakan
program, sasaran, dan kegiatan pembangunan sesuai tugas pokok dan fungsinya.
(2) Penyusunan rancangan awal Renstra-SKPD dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan pembangunan
(3) Penyusunan Renstra-SKPD berpedoman pada masing-masing RPJMD Provinsi, dan RPJMD
Kabupaten/Kota
(1)
SKPD Provinsi menyiapkan
rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya seiring
dengan penyusunan rancangan awal RPJMD Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23
ayat (1).
(2)
SKPD Kabupaten/Kota
menyiapkan rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya seiring dengan penyusunan rancangan
awal RPJMD
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pasal 23
ayat (2)
(1)
Renstra-SKPD Provinsi ditetapkan dengan Keputusan kepala SKPD masing-masing setelah dikonsultasikan dan mendapat rekomndasi
tertulis dari Bappeda Provinsi.
(2)
Renstra-SKPD Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan kepala SKPD masing-masing setelah dikonsultasikan dan mendapat rekomendasi
tertulis dari Bappeda Kabupaten/Kota.
(3)
Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah RPJMD ditetapkan.
(1) Bappeda Provinsi
menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran dari
RPJMD Provinsi;
(2) Bappeda Kabupaten/Kota menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran
dari RPJMD Kabupaten/Kota;
(3) Bappeda Provinsi dan Kabupaten/Kota masing-masing mengkoordinasikan
penyusunan rancangan RKPD dengan menggunakan Rencana Kerja SKPD.
Rancangan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2)
masing-masing menjadi bahan forum SKPD dan Musrenbang.
Pasal 28
(1). Rapat
koordinasi dilaksanakan oleh Bappeda Provinsi sebelum pelaksanaan Musrenbang Kabupaten/Kota.
(2). Rapat koordinasi sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) bertujuan untuk menyampaikan
kebijakan prioritas Provinsi kepada Kabupaten/Kota.
(3). Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diikuti oleh
Bappeda Kabupaten/Kota dan SKPD Provinsi
(1) Forum SKPD Provinsi dilaksanakan
untuk membahas rancangan awal Rencana Kerja SKPD.
(2) Rangkaian kegiatan forum SKPD meliputi penyampaian dan pembahasan rancangan
awal Rencana Kerja SKPD kepada peserta forum SKPD
(3) Forum SKPD Provinsi dilaksanakan oleh SKPD yang diikuti oleh SKPD terkait
dari kabupaten/kota, lembaga dan pemangku kepentingan pembangunan daerah.
(4) Pelaksanaan forum gabungan SKPD dilaksanakan setelah pelaksanaan Forum
SKPD.
(5) Forum gabungan SKPD membahas program dan kegiatan yang saling berkaitan
antar SKPD berdasarkan bidang pembangunan.
(6) Pelaksanaan forum SKPD dilaksanakan oleh Kepala SKPD yang bersangkutan.
(7) Pelaksana forum gabungan SKPD adalah salah satu SKPD yang ditunjuk dari SKPD pada masing-masing kelompok bidang pembangunan.
(1) Bappeda
Provinsi menyelenggarakan Musrenbang untuk penyusunan RKPD Provinsi.
(2) Musrenbang Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
rangka penyusunan RKPD melalui penjaringan aspirasi yang diikuti oleh
unsur-unsur penyelenggara pemerintahan bersama pemangku kepentingan pembangunan
daerah.
(3) Bappeda Kabupaten/Kota menyelenggarakan Musrenbang untuk penyusunan RKPD Kabupaten/Kota.
(4) Musrenbang Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam
rangka penyusunan RKPD diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintahan
bersama pemangku kepentingan pembangunan daerah.
(1) Musrenbang penyusunan RKPD Provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) dilaksanakan pada bulan April.
(2) Musrenbang penyusunan RKPD Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dilaksanakan paling lambat bulan Maret.
(1) RKPD Provinsi
menjadi dasar penyusunan kebijakan umum RAPBD Provinsi.
(2) RKPD Kabupaten/Kota menjadi dasar penyusunan kebijakan
umum RAPBD Kabupaten/Kota.
(1) RKPD Provinsi ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur.
(2) RKPD Kabupaten/Kota
ditetapkan dengan Peraturan Bupati/ Walikota.
(1) SKPD Provinsi
menyiapkan rancangan awal Rencana Kerja SKPD masing-masing sebagai penjabaran dari Renstra- SKPD sesuai tugas pokok dan fungsinya, dengan mengacu kepada rancangan awal RKPD
Provinsi, hasil evaluasi program dan kegiatan periode sebelumnya;
(2) Rancangan Rencana Kerja SKPD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah yang dilaksanakan langsung
oleh Pemerintah Daerah sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD masing-masing.
(1) SKPD Kabupaten/Kota
menyiapkan rancangan awal Rencana Kerja SKPD masing-masing sebagai penjabaran dari Renstra-SKPD dengan tugas pokok dan fungsinya, dengan mengacu kepada rancangan awal RKPD
kabupaten/kota hasil evaluasi program dan kegiatan periode sebelumnya;
(2) Rancangan Rencana Kerja SKPD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah yang dilaksanakan
langsung oleh Pemerintah Daerah sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.
(1) Rencana
Kerja SKPD Provinsi ditetapkan oleh Kepala SKPD
masing-masing
(2) Kepala SKPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyebarluaskan Rencana Kerja SKPD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(1) Rencana Kerja
SKPD Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Kepala SKPD
masing-masing
(2)
Kepala SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebarluaskan Rencana Kerja SKPD
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(1)
Koordinasi
penyusunan RPJPD, RPJMD, dan RKPD Provinsi dilakukan oleh Bappeda Provinsi
(2)
Koordinasi
penyusunan RPJPD, RPJMD, dan RKPD Kabupaten/Kota dilakukan
oleh Bappeda Kabupaten/Kota masing-masing
(3)
Koordinasi
penyusunan RENSTRA SKPD dan Rencana Kerja SKPD dilakukan oleh
masing-masing SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota
(1). Ketentuan lebih
lanjut mengenai tatacara penyusunan dan penetapan dokumen perencanaan
pembangunan dan pelaksanaan musrenbang diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur
(2). Pelaksanaan
Musrenbang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan secara partisipatif
BAB VI
SISTEMATIKA PENULISAN
DOKUMEN PERENCANAAN
Pasal 40
(1) Sistematika penulisan
RPJPD paling sedikit memuat :
a. Pendahuluan
b. Gambaran umum Daerah
c. Analisis Issu-issu
strategis
d. Visi dan Misi Daerah
e. Arah kebijakan
pembangunan daerah
f. Kaidah pelaksanaan
(2)
Sistematika
penulisan RTRW paling sedikit memuat :
a.
Penjelasan
kondisi dan penataan ruang
b. Kondisi dan tuntutan penataan ruang kedepan
c.
Tujuan
penataan ruang
d.
Rencana
Tata Ruang Wilayah
e.
Arahan
pemanfaatan ruang
f. Arahan pengendalian
pemanfaatan
ruang
(3)
Sistematika
penulisan RPJMD paling sedikit memuat :
a. Pendahuluan
b. Gambaran keuangan dan
asset daerah
c. Analisis Issu-issu
strategis
d. Visi, Misi, NIlai, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah
e. Arah kebijakan
pembangunan daerah
f. Strategi dan
kebijakan pembangunan daerah
g. Kebijakan Program
Pembangunan Daerah
h. Indikasi program
prioritas dan Rencana Pendanaan
i. Indikator
Kinerja dan Target Perencanaan Pembangunan
j. Program Transisi
k. Kaidah pelaksanaan
(4)
Sistematika
penulisan RKPD paling sedikit memuat :
a. Pendahuluan;
b. Evaluasi Pelaksanaan
RKPD Tahun Lalu
c. Rencana Kerangka Ekonomi Daerah dan Pendanaan
d. Prioritas dan Sasaran
Pembangunan
e. Rencana Program dan
Kegiatan Prioritas
f. Penutup
(5)
Sistematika penulisan RENSTRA SKPD paling sedikit memuat :
a. Pendahuluan;
b. Gambaran Pelayanan
SKPD
c. Issu-issu strategis yang Terkait Tupoksi
d. Visi, Misi, dan Sasaran Strategis serta Kebijakan SKPD
e. Rencana Program dan Kegiatan, dan Indikator Kinerja, Kelompok Sasaran
Setiap Program dan Kegiatan, serta Pagu Indikatif
f. Indikator Kinerja SKPD yang Mengacu pada Tujuan dan Sasaran RPJMD
g. Penutup
(6)
Sistematika
penulisan Rencana Kerja SKPD paling sedikit memuat :
a. Pendahuluan;
b. Evaluasi Pelaksanaan Rencana Kerja SKPD Tahun Lalu
c. Tujuan, Sasaran, Kebijakan, Program, dan Kegiatan
d. Indikator Kinerja dan Kelompok Sasaran sesuai Renstra SKPD
e. Pagu Indikatif
Program dan Kegiatan serta sumber Pendanaan
f. Penutup
Pasal 41
(1) Dokumen perencanaan pembangunan daerah disusun berdasarkan hirarki dengan
menggunakan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi;
a.
sumber data resmi
b. pengolahan data
akurat
c. data kuantitatif
d. data kualitatif
e. data visual
f. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(3) Tata cara penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur.
(1)
RPJMD Provinsi memuat pagu
indikatif untuk program lima
tahunan yang bersumber dari APBD, APBN, PHLN dan sumber dana lainnya yang sah
menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2)
RENSTRA-SKPD Provinsi memuat pagu indikatif untuk program lima tahunan yang bersumber
dari APBD, APBN, PHLN dan sumber dana lainnya yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(3)
RKPD Provinsi memuat pagu
indikatif untuk program dan kegiatan tahunan yang bersumber dari APBD, APBN,
PHLN dan sumber dana lainnya yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
(4)
Rencana Kerja SKPD Provinsi memuat pagu indikatif untuk program dan kegiatan tahunan yang
bersumber dari APBD, APBN, PHLN dan sumber dana lainnya yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(1)
RPJMD Kabupaten/Kota memuat pagu indikatif untuk
program lima
tahunan yang bersumber dari APBD, APBN, PHLN dan sumber dana lainnya yang sah
menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2)
RENSTRA SKPD Kabupaten/Kota memuat pagu indikatif untuk program lima tahunan yang bersumber dari APBD, APBN,
PHLN dan sumber dana lainnya yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(3)
RKPD Kabupaten/Kota memuat pagu indikatif untuk program dan kegiatan tahunan yang
bersumber dari APBD, APBN, PHLN dan sumber dana lainnya yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(4)
Rencana Kerja SKPD Kabupaten/Kota memuat pagu indikatif untuk program dan kegiatan tahunan yang
bersumber dari APBD, APBN, PHLN dan
sumber dana lainnya yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
Gubernur dalam mengkoordinasikan perencanaan pembangunan daerah dilakukan dengan
:
a. Instansi
vertikal untuk mensinergikan kesesuaian perencanaan pembangunan pusat di daerah.
b. Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota tentang kesesuaian perencanaan pembangunan pemerintah pusat dan provinsi di kabupaten/kota.
c. pemangku kepentingan tentang kesesuian perencanaan pembangunan selain
ketentuan
pada huruf a dan huruf b.
(1) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dilakukan dengan bentuk Rapat kerja yang dilakukan
paling sedikit 3 (tiga)
kali dalam 1 (satu) tahun.
(2)
Rapat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelaksanaan program/kegiatan, monitoring
dan evaluasi, serta penyelesaian berbagai permasalahan.
(1) Gubernur melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan daerah lingkup
Provinsi, dan antar Kabupaten/ Kota
dalam wilayah Provinsi
(2) Bupati/Walikota melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan
daerah di Kabupaten/Kota masing-masing.
Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), meliputi pengendalian terhadap :
1.
Kebijakan
perencanaan pembangunan daerah;
2.
Pelaksanaan
rencana pembangunan daerah; dan
3.
Pelaksanaan
program dan kegiatan pembangunan daerah
(1) Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
dilaksanakan oleh Bappeda, Biro Pembangunan, Badan Pengelola Keuangan Daerah dan SKPD terkait;
(2) Tata Cara Pengendalian perencanaan pembangunan daerah sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur
(1) Gubernur melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah
lingkup Provinsi, dan antar Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi
(2) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan
daerah lingkup Kabupaten/Kota masing-masing;
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2), meliputi :
a. Kebijakan perencanaan
pembangunan daerah;
b. Pelaksanaan rencana
pembangunan daerah;
c. Hasil rencana pembangunan daerah;
d. Evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah.
(1) Kegiatan evaluasi
lingkup Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (1) dilaksanakan oleh Bappeda, Biro Pembangunan,
Badan Pengelolaan Keuangan Daerah dan SKPD terkait;
(2) Evaluasi yang dilaksanakan oleh Bappeda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi:
a. Penilaian
terhadap pelaksanaan proses perumusan dokumen rencana Pembangunan Daerah dan
pelaksanaan program serta kegiatan Pembangunan Daerah; dan
b. Penghimpunan,
penganalisisan dan penyusunan hasil evaluasi Kepala SKPD dalam rangka pencapaian rencana Pembangunan Daerah.
(3) Evaluasi yang dilaksanakan oleh Biro Pembangunan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi penilaian terhadap kesesuaian pelaksanaan
program dan kegiatan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
administrasi pelaksanaan program dan kegiatan.
(4) Evaluasi yang dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi penilaian terhadap penyerapan anggaran serta
kesesuaian pengelolaan dan penatausahaan keuangan program dan kegiatan dengan
dokumen pelaksanaan anggaran dan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai pengelolaan dan penatausahaan keuangan program dan kegiatan.
(5) Evaluasi oleh SKPD Provinsi meliputi capaian
kinerja pelaksanaan program dan kegiatan SKPD periode sebelumnya.
(6) Tata Cara evaluasi perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur;
Pasal
54
(1) Kegiatan evaluasi
lingkup Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (2) dilaksanakan oleh
masing-masing Bappeda, gian yang
membidangi Pembangunan, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah dan
SKPD terkait;
(2) Evaluasi yang dilaksanakan oleh Bappeda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi:
a. Penilaian
terhadap pelaksanaan proses perumusan dokumen rencana Pembangunan Daerah dan
pelaksanaan program serta kegiatan Pembangunan Daerah; dan
b. Penghimpunan,
penganalisisan dan penyusunan hasil evaluasi Kepala SKPD dalam rangka pencapaian rencana Pembangunan Daerah.
(3) Evaluasi yang dilaksanakan oleh Bagian yang
membidangi Pembangunan, sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) meliputi penilaian terhadap kesesuaian pelaksanaan
program dan kegiatan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
administrasi pelaksanaan program dan kegiatan.
(4) Evaluasi yang dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi penilaian terhadap penyerapan anggaran serta
kesesuaian pengelolaan dan penatausahaan keuangan program dan kegiatan dengan
dokumen pelaksanaan anggaran dan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai pengelolaan dan penatausahaan keuangan program dan kegiatan.
(5) Evaluasi oleh SKPD Kabupaten/Kota meliputi
capaian kinerja pelaksanaan program dan kegiatan SKPD periode sebelumnya.
(6) Tata Cara evaluasi perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati/Walikota;
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 53
dan pasal 54 menjadi bahan masukan bagi penyusunan rencana
pembangunan periode berikutnya;
(1) Masyarakat
dapat melaporkan proses pelaksanaan perencanaan program dan kegiatan yang
dianggap tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota yang terkait.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
berkenaan dengan Provinsi harus disertai dengan data dan informasi yang akurat
dan disampaikan kepada Gubernur melalui Bappeda Provinsi.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
berkenaan dengan Kabupaten/Kota harus disertai dengan data dan
informasi yang akurat dan disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Bappeda
masing-masing.
(4) Mekanisme penyampaian dan tindak lanjut laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur.
(5) Mekanisme penyampaian dan tindak lanjut laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati/Walikota masing-masing.
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 58
(1) Gubernur menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan Daerah
di Provinsi;
(2) Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Gubernur dibantu oleh Bappeda Provinsi;
(3) Kepala SKPD Provinsi menyelenggarakan
perencanaan program pembangunan sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangannya masing-masing yang dikoordinasikan dengan Bappeda
Provinsi;
(4) Bupati/Walikota menyelenggarakan dan bertanggungjawab atas perencanaan pembangunan
daerah di Kabupaten/Kota masing-masing;
(5) Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan Daerah, Bupati/Walikota dibantu
oleh Bappeda Kabupaten/Kota masing-masing;
(6) Kepala SKPD Kabupaten/Kota
menyelenggarakan perencanaan program pembangunan sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangannya masing-masing yang dikoordinasikan dengan Bappeda
Kabupaten/Kota;
BAB X
PERUBAHAN DOKUMEN PERENCANAAN
Pasal 59
(1) Perencanaan
pembangunan bersifat dinamis mengikuti perubahan lingkungan strategis;
(2) Substansi dinamis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan perubahan parsial tanpa mengubah dokumen perencanaan secara keseluruhan;
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 60
(1) Dokumen rencana pembangunan daerah
yang telah ditetapkan, masih tetap berlaku sampai ditetapkannya rencana
Pembangunan Daerah yang baru, dan disusun berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2)
Rencana pembangunan
daerah yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun dan telah
ditetapkan dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan
Daerah ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 61
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan
Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur.
Pasal 62
Peraturan Daerah ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
Ditetapkan
di Makassar
pada tanggal
GUBERNUR
SULAWESI SELATAN,
SYAHRUL
YASIN LIMPO
Diundangkan di Makassar
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI
SELATAN,
A.
MUALLIM
LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI
SELATAN TAHUN 2010 NOMOR 2
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR 2 TAHUN 2010
TENTANG
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
I. PENJELASAN UMUM
1. Dasar Pemikiran
Dalam rangka menjamin penyelenggaraan tata
kelola kepemerintahan yang baik dengan prinsip demokratis, transparan,
akuntabel, efektif dan efisien, perlu didukung dengan Perencanaan Pembangunan Daerah yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kabupaten/Kota. Perencanaan Pembangunan Daerah dilaksanakan dalam koridor perencanaan pembangunan
yang transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur,
berkeadilan dan berkelanjutan. Selanjutnya disusun melalui
mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang sistematis, dengan tata cara,
proses dan memperoleh hasil serta berdampak pada percepatan pembangunan bagi
kepentingan masyarakat.
Penyusunan perencanaan pembangunan Daerah
berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional jo. Pasal 150 Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
2. Ruang Lingkup
Dalam Peraturan Daerah ini ditetapkan bahwa
Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah adalah satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, jangka
menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan
Daerah dengan melibatkan masyarakat.
3. Proses Perencanaan
Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah secara
umum dilaksanakan dalam empat tahapan
yaitu (1) penyusunan rencana; (2) penetapan rencana; (3) pengendalian
pelaksanaan rencana; dan (4) evaluasi pelaksanaan rencana. Keseluruh tahapan
tersebut diselenggarakan secara berkelanjutan, sehingga membentuk satu siklus
perencanaan yang utuh.
Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah dalam
Peraturan Daerah ini mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian
perencanaan yaitu : Pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, pendekatan
atas-bawah (top down), bawah-atas (bottom up), dan sosio kultur.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Istilah-istilah
dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan
salah pengertian dalam
memahami dan melaksanakan pasal-pasal dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Ayat (1)
a.
Azas “kepastian hukum” yaitu azas dalam Negara
hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan
b.
Azas “tertib penyelenggaraan Negara” adalah azas
yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggaraan pemeritahan daerah
c.
Azas “kepentingan umum” yaitu yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
d.
Azas “keterbukaan” yaitu yang membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh informasiyang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara.
e.
Azas “proporsionalitas” yaitu yang menggunakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
f.
Azas “professional” yaitu azas yang menggunakan
keahlian berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
g.
Azas “akuntabilitas” yaitu azas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Yang
dimaksud dengan “Pendekatan teknokratik” yaitu pendekatan yang menggunakan
metode dan kerangka berfikir ilmiah yang dilaksanakan secara fungsional,
kewilayahan, lintas sektor, dan lintas pelaku.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan “Pendekatan partisipatif” yaitu pendekatan Perencanaan dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan “Pendekatan politik” yaitu penjabaran agenda-agenda pembangunan
berdasarkan kebijakan yang ditawarkan oleh Kepala Daerah maupun aspirasi
masyarakat melalui DPRD.
Huruf d
dan e
Yang
dimaksud dengan “Pendekatan atas-bawah (top down)”, dan “bawah-atas (bottom
up)” yaitu dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan melalui musyawarah.
Huruf f
Yang
dimaksud dengan kearifan lokal adalah tatanan
yang bermuara pada nilai-nilai budaya lokal. Hal ini tercermin dalam kegiatan musyawarah/ mufakat yang dilaksanakan oleh suatu komunitas
tertentu sesuai dengan kebiasaannya dalam rangka menentukan suatu kegiatan
pembangunan yang akan dilaksanakan.
Ayat (2)
Cukup
Jelas
Ayat (3)
Mengintegrasikan
rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah bertujuan untuk mencapai
pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat sesuai dengan urusan dan kewenangan Pemerintah Daerah
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Rancangan akhir dan pasca
musrenbang RKPD menjadi bagian dari tahapan penetapan RKPD Provinsi.
Ayat (6)
Rancangan akhir dan pasca
musrenbang RKPD menjadi bagian dari tahapan penetapan RKPD Kabupaten/Kota
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
CukupJelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
CukupJelas
Ayat (5)
CukupJelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
CukupJelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
CukupJelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
CukupJelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
CukupJelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
CukupJelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
CukupJelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
CukupJelas
Ayat (4)
CukupJelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
CukupJelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penjaringan aspirasi pemangku kepentingan pembangunan daerah dilakukan melalui rapat/pertemuan, tudang sipulung, abbulo sibatang, urung rembuk, dan bentuk serta jenis lainnya yang ada di masing-masing
daerah.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
CukupJelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
CukupJelas
Ayat (6)
CukupJelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
CukupJelas
Ayat (3)
CukupJelas
Ayat (4)
CukupJelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
CukupJelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud Koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah guna mencapai keterpaduan baik perencanaa maupun pelaksanaan tugas
serta kegiatan semua instansi vertikal tingkat provinsi, antara instansi
vertikal dengan satuan kerja perangkat daerah tingkat provinsi,
antarkabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan, serta antara provinsi dan
kabupaten/kota agar tercapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan
pemerintahan.
Ayat (2)
Yang dimaksud Rapat Kerja
adalah rapat yang dilaksanakan dalam rangka koordinasi sebagaimana dimaksud
pada penjelasan ayat (1).
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 251.