PEMERINTAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERATURAN
DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR 4 TAHUN
2011
TENTANG
PENGAWASAN
DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH
ANGKUTAN
BARANG DI SULAWESI SELATAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR
SULAWESI SELATAN,
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan ditujukan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan
selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman dan effisien;
b. bahwa untuk mencapai tujuan
dimaksud, perlu menjaga kelangsungan jalan dengan melakukan pengawasan dan
pengendalian angkutan barang;
c. bahwa dalam
rangka perawatan dan pemeliharaan jalan diperlukan adanya pengaturan,
pengawasan dan pengendalian terhadap berat maksimun muatan kendaraan bermotor,
khususnya bagi kendaraan bermotor jenis mobil barang yang berfungsi sebagai
alat pengangkutan barang agar dalam penggunaannya tidak dibebani dengan muatan
yang cenderung melebihi batas toleransi kemampuan jalan;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b dan huruf c,
perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengawasan dan Pengendalian Muatan
Lebih Angkutan Barang Di Sulawesi Selatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang
Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan
Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2102), Jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat I Sulawesi Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan
mengubah Undang-Undang I Sulawesi Selatan Tenggara Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara Tengah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);
2. Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4168);
3. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
5. Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
6. Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5026);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
8. Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527);
9.
Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3528);
10.
Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
11.
Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3629);
12.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
13.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat
I Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil
di Lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Propinsi Daerah
Tingkat I Sulawesi Selatan Tahun 1987 Nomor 1 Seri D Nomor 1);
15. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan
yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor
235);
16. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor
5 Tahun 2009 tentang Legislasi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 247);
17. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 251);
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
dan
GUBERNUR SULAWESI
SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH ANGKUTAN BARANG DI
SULAWESI SELATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah
ini yang dimaksud dengan:
1.
Daerah adalah Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan;
2.
Pemerintah Daerah adalah
Gubernur dan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai Unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3.
Gubernur adalah Gubernur
Sulawesi Selatan;
4.
Dinas adalah Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Selatan;
5.
Kepala Dinas adalah
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Selatan;
6.
Badan Usaha adalah
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persetujuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan
bentuk badan lainnya;
7.
Kendaraan Bermotor adalah
kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknis yang ada pada kendaraan itu,
termasuk kereta gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor yang
bersangkutan;
8.
Mobil Barang adalah
setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil
penumpang dan mobil bus;
9.
Kendaraan Khusus adalah
kendaraan bermotor selain dari pada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan
bermotor untuk barang, yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau
mengangkut barang-barang khusus;
10. Kereta Gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan
untuk mengangkut barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan
dirancang untuk ditarik oleh kendaraan bermotor;
11. Kereta Tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk
mengangkut barang yang sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan bermotor
penariknya;
12. Angkutan barang adalah perpindahan barang dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan mobil barang atau kendaraan khusus;
13. Daya angkut adalah berat muatan, baik barang maupun orang
yang dapat diangkut sebagaimana ditetapkan dalam buku uji;
14. Kelebihan muatan adalah jumlah berat muatan mobil barang
yang diangkut melebihi daya angkut yang ditetapkan dalam buku uji;
15. Jumlah berat yang diperbolehkan, selanjutnya disingkat JBB adalah
berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan menurut
rancangannya;
16. Jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan, adalah jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan menurut rancangannya;
17. Jumlah berat yang diizinkan, selanjutnya disingkat JBI adalah
berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan
kelas jalan yang dilalui;
18. Muatan sumbu, adalah jumlah tekanan roda-roda pada suatu
sumbu yang menekan jalan;
19. Buku uji, adalah tanda bukti lulus uji berkala berbentuk
buku yang berisikan data dan legitimasi hasil pengujian setiap kendaraan bermotor,
kereta gandengan, kereta tempelan, atau kendaraan khusus;
20. Barang umum, adalah bahan atau benda selain dari bahan
berbahaya, peti kemas dan alat berat;
21. Barang berbahaya, adalah setiap bahan atau benda yang
oleh karena sifat dan ciri khas serta keadaannya merupakan bahaya terhadap
keselamatan dan ketertiban umum serta terhadap jiwa atau kesehatan manusia dan
makhluk hidup lainnya;
22. Alat berat, adalah barang yang karena sifatnya tidak
dapat dipecah-pecah sehingga memungkinkan angkutannya melebihi Muatan Sumbu
Terberat (MST) dan/atau dimensinya melebihi ukuran maksimum yang ditetapkan;
23. Peti kemas, adalah peti kemas sesuai International Standard
Organization (ISO) yang dapat dioperasikan di Indonesia;
24. Angkutan khusus, adalah angkutan barang yang disediakan
untuk digunakan mengangkut barang secara khusus, baik berupa bahan berbahaya,
peralatan militer, alat berat, peti kemas, barang dengan menggunakan tangki
atau barang umum yang tidak dapat dipotong-potong atau dipisah-pisahkan yang
tidak diwajibkan dilakukan penimbangan;
25. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan
air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel;
26. Alat penimbangan adalah sarana pengawasan yang digunakan
untuk menimbang kendaraan bermotor yang dapat dipasang secara tetap atau alat
yang dapat dipindah-pindahkan yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan
beserta muatannya;
27. Penimbangan kendaraan bermotor, adalah kegiatan teknis
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau Dinas selaku Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk untuk melakukan
pelayanan penimbangan terhadap mobil barang beserta muatannya guna menjamin
berat muatan yang diangkut sesuai dengan ketentuan;
28. Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor selanjutnya
disingkat UPPKB, adalah
unit kerja di bawah Dinas yang melaksanakan tugas pengawasan terhadap berat kendaraan beserta
muatannya dengan menggunakan alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada
setiap lokasi tertentu;
29. Pengendalian adalah pengarahan dan bimbingan terhadap
penyelenggaraan operasi;
30. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Penyidik Pegawai
Negeri Sipil pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Selatan;
31. Penyidikan angkutan barang adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh Penyidik Pengawai Negeri Sipil dalam rangka penegakan hukum
atas pelanggaran kegiatan
pengangkutan barang di jalan;
32. Pengawasan adalah kegiatan mengawasi, memeriksa dan
mengambil tindakan terhadap pelanggaran pengoperasian angkutan barang.
33. Pengujian adalah alat pengujian terhadap kendaraan
angkutan muatan barang.
34. Fasilitas gudang adalah fasilitas yang disiapkan oleh
pemerintah untuk barang kelebihan muatan.
BAB II
PENGENDALIAN MUATAN
Bagian Pertama
Muatan
Pasal 2
Setiap mobil
barang dilarang mengangkut barang melebihi daya angkut yang diperbolehkan sesuai hasil pengujian
menurut buku uji atau pelat samping kendaraan.
Pasal 3
(1). Pemuatan barang umum dalam ruang muatan mobil
barang harus disusun dengan baik sehingga beban terdistribusi secara
proporsional pada sumbu-sumbu kendaraan.
(2) Distribusi muatan barang sebagaimana
dimaksud ayat (1) harus memenuhi persyaratan muatan sumbu terberat untuk
masing-masing sumbu, daya dukung jalan serta jumlah berat yang diperbolehkan.
(3) Muatan barang umum dalam ruang muatan mobil
barang harus ditutup dengan beban yang tidak mudah rusak dan diikat dengan
kuat.
Pasal 4
(1) Barang umum yang melampaui bagian terluar belakang mobil
barang tidak boleh melebihi 2.000 (dua ribu) milimeter.
(2) Bagian barang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melebihi dari 1.000 (seribu)
milimeter, harus diberi tanda yang mudah dilihat atau tanda yang dapat
memantulkan cahaya.
(3) Apabila barang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghalangi lampu-lampu atau pemantul cahaya, maka pada ujung muatan
tersebut harus ditambah lampu-lampu pemantul cahaya.
Bagian Kedua
Modifikasi Kendaraan Angkutan Barang
Pasal 5
(1). Setiap kendaraan angkutan barang yang
dimodifikasi berupa dimensi, mesin, kemampuan daya angkut seperti bak muatan
barang, rumah-rumah dan kereta gandengan, wajib melakukan pengujian.
(2) Modifikasi kendaraan angkutan barang sebagaimana
dimaksud ayat (1) tidak boleh membahayakan keselamatan berlalulintas.
(3) Tata cara modifikasi
kendaraan angkutan barang sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Penimbangan Kendaraan Bermotor
Pasal 6
Setiap mobil barang yang
mengangkut barang, wajib ditimbang pada alat penimbangan yang dipasang secara
tetap atau yang dapat dipindah-pindahkan.
Pasal 7
Yang tidak diwajibkan
untuk dilakukan penimbangan adalah terhadap :
a. Mobil barang yang tidak bermuatan;
b. Mobil angkutan barang khusus.
Pasal 8
Mobil barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dan huruf b harus dilakukan dalam bentuk kendaraan
bermotor yang secara khusus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta
sesuai dengan peruntukannya.
Pasal 9
(1). Mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf b, wajib mempunyai izin angkutan khusus.
(2). Izin angkutan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pejabat
yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 10
(1). Alat penimbangan yang dipasang secara tetap
dilengkapi dengan fasilitas utama dan fasilitas penunjang.
(2). Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. gedung operasional;
b. lapangan parkir kendaraan;
c. fasilitas jalan ke luar masuk kendaraan;
d. gudang penyimpanan barang;
e. lapangan penumpukan;
f. papan display informasi;
g. perambuan untuk pengoperasian;
h. pagar;
(3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. bangunan untuk generator set;
b. kamera pengawas (cctv);
c. komputer administrasi;
d. alat komunikasi;
e. pengeras suara;
f. jaringan online;
g. kendaraan operasional;
h. mess petugas;
i. tempat ibadah;
j. alat bongkar muat barang beserta kelengkapannya;
(4) Fasilitas penunjang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disiapkan secara bertahap sesuai kemampuan
keuangan Daerah.
Pasal 11
Alat penimbangan yang
dapat dipindah-pindahkan, harus memenuhi persyaratan teknis, yaitu :
a.
Alat penimbangan
elektronis yang dapat mengumpulkan, memperoleh, mengolah dan mencetak data
hasil penimbangan;
b.
Mampu mendukung berat
kendaraan beserta muatan pada setiap roda sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) ton
dan/atau setiap sumbu sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) ton.
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Penimbangan
Pasal 12
(1). Pengadaan,
pemeliharaan dan perbaikan alat penimbangan kendaraan bermotor beserta
fasilitas penunjang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
(2). Alat
penimbangan kendaraan bermotor, ditera oleh instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
(1). Penyelenggaraan
alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, menjadi tanggung jawab Dinas yang
pengoperasiannya dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan
Bermotor (UPPKB).
(2). Tata cara penetapan lokasi, pengelolaan dan pengoperasian alat penimbangan yang dipasang secara
tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Tata Cara
Penimbangan dan Perhitungan Berat Muatan
Pasal 14
(1). Penimbangan
dilakukan dengan cara menimbang berat kendaraan beserta muatannya atau dapat
dilakukan penimbangan terhadap masing-masing sumbu.
(2). Perhitungan
berat muatan dilakukan dengan cara mengurangi hasil penimbangan kendaraan
beserta muatannya dengan berat kendaraan yang telah ditetapkan dalam buku uji.
(3). Kelebihan
berat muatan dapat diketahui apabila berat muatan yang ditimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), lebih besar dari JBI yang telah ditetapkan dalam buku uji atau pelat
samping kendaraan bermotor.
(4). Kelebihan
berat muatan pada tiap-tiap sumbu dapat diketahui dengan cara membandingkan
hasil pertimbangan setiap sumbu dengan MST pada kelas jalan yang dilalui.
Bagian Keenam
Penggolongan
Mobil Barang dan Muatan Lebih
Pasal 15
Penggolongan Mobil barang ditetapkan sebagai berikut:
a.
Mobil barang Golongan I, JBI 2.000 kg,
sampai dengan 8.000 kg
b.
Mobil barang Golongan II, JBI 8.000 kg sampai
dengan 14.000 kg
c.
Mobil barang Golongan
III, JBI 14.000 kg sampai
dengan 21.000 kg
d.
Mobil barang Golongan IV, JBI lebih besar dari
21.000 kg
Pasal 16
(1). Pengusaha
dan/atau pengemudi mobil
barang dilarang mengangkut barang melebihi 5% (lima persen) dari JBI yang
ditetapkan dalam buku uji.
(2). Pengangkutan
barang dengan muatan lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 15% (lima belas persen) dari
JBI yang ditetapkan dalam buku uji dikategorikan sebagai pelanggaran tingkat
pertama.
(3). Pengangkutan
barang dengan muatan lebih dari 15% (lima belas persen) sampai dengan 25% (dua puluh lima
persen) dari JBI yang ditetapkan dalam buku uji dikategorikan sebagai
pelanggaran tingkat kedua.
(4). Pengangkutan
barang dengan muatan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari JBI yang ditetapkan dalam buku
uji dikategorikan sebagai pelanggaran berat yang perlu dibuatkan berita acara untuk diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Sanksi Kelebihan
Muatan
Pasal 17
(1). Setiap pengemudi angkutan barang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (2)
dan ayat (3), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebagai
berikut:
No
|
Golongan
Kendaraan
|
Pelanggaran
Tingkat I
> 5% - 15%
dari JBI (Rp)
|
Pelanggaran
Tingkat II
>15% - 25%
dari JBI (Rp)
|
1
|
Gol 1
|
20.000 – 30.000.
|
50.000 – 70.000
|
2
|
Gol II
|
30.000 – 50.000
|
60.000 – 80.000
|
3
|
Gol III
|
40.000 – 60.000
|
70.000 – 90.000
|
4
|
Gol IV
|
50.000 – 70.000
|
80.000 –
100.000
|
(2). Setiap kendaraan angkutan barang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (4), dikenakan sanksi berupa
penurunan muatan dan dibuatkan berita acara untuk diajukan ke pengadilan.
(3) Pengenaan
denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur.
(4). Pengenaan denda hanya satu kali untuk satu tujuan perjalanan sesuai
dengan bukti pembayaran denda.
Pasal 18
Petugas
yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada pasal 17, dalam melaksanakan pengenaan
denda diwajibkan untuk:
a. Penerimaan pembayaran denda dipungut dengan
menggunakan tanda bukti penerimaan denda serta mencantumkan besaran denda.
b. Seluruh penerimaan denda sebagaimana dimaksud
pada huruf a, disetor ke kas Daerah paling lambat 1 x
24 (satu kali dua puluh empat) jam dengan menggunakan tanda bukti penyetoran
yang dilampiri tembusan tanda bukti penerimaan denda pelanggaran.
c. Tata cara pengenaan denda
dan tanda buktinya, diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur.
Bagian Kedua
Penurunan Kelebihan
Muatan
Pasal 19
(1). Pengemudi yang tidak dapat memenuhi denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
maka pengemudi kendaraan harus menurunkan barang muatan lebih pada tempat yang
ditunjuk.
(2). Kegiatan
menurunkan dan/atau memuat kelebihan muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sendiri oleh
pengemudi dan/atau pengusaha angkutan barang pada tempat yang ditentukan oleh
petugas.
(3). Untuk
menempatkan muatan lebih yang diturunkan, pengemudi dan/atau pengusaha angkutan
barang dapat menggunakan fasilitas gudang
dan/atau lapangan penumpukan yang tersedia.
(4). Penggunaan
fasilitas gudang dan/atau lapangan penumpukan barang dan penyimpanan kendaraan
muatan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat)
jam dan dilakukan dengan berita acara yang dibuat oleh petugas.
(5). Penumpukan
barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4). yang melebihi 3 x 24
(tiga kali dua puluh empat) jam, dikenakan denda.
(6) Kehilangan
atau kerusakan barang yang ditempatkan pada gudang dan/atau lapangan penumpukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab pengemudi dan/atau pengusaha angkutan
barang yang bersangkutan.
(7). Tata
cara penggunaan fasilitas gudang dan/atau lapangan penumpukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 20
(1) Setiap Badan Usaha angkutan/pengemudi yang melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dan ayat (2),
dikenakan sanksi administrasi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
dan/atau
c. pembekuan izin
penyelenggaraan angkutan.
(2) Tata cara penerapan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB IV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 21
(1). Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkup Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dimaksud dalam Pasal 18
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
(2). Wewenang
penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima,
mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti,
mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang lalu
lintas dan angkutan jalan;
c. Meminta
keterangan dan lahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan;
d. Memeriksa
buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan;
e. Melakukan
pemeriksaan untuk mendapatkan lahan bukti pembukuan, pencatatan dan
dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta
bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan;
g. Menyuruh
berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen
yang dibawa sebagaimana pada huruf e;
h. memotret
seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan
jalan;
i. memanggil
orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan
penyidikan;
k. melakukan
tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang lalu
lintas dan angkutan jalan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3). Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 22
Pengemudi atau pemilik/pengusaha angkutan barang yang
mengangkut barang dengan tidak melakukan penimbangan mobil barang yang
dipergunakan pada lokasi yang telah ditetapkan atau yang dilewatinya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 23
Pengemudi atau pemilik/pengusaha angkutan yang melakukan
angkutan barang dengan mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, tidak
mempunyai izin angkutan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dikenakan pidana kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (Lima juta
rupiah).
Pasal 24
Pemilik kendaraan angkutan barang yang melakukan modifikasi
kendaraan yang menyebabkan perubahan tipe atau dimensi kendaraan yang dioperasikan
tanpa melalui uji tipe, dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 25
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 adalah pelanggaran
BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 26
(1). Pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Gubernur atau pejabat yang
ditunjuk.
(2). Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Gubernur atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk melakukan tindakan
pemeriksaan.
(3). Setiap petugas pengawas
yang melakukan tindakan penyalahgunaan kewenangan didalam melaksanakan pembinaan
dan pengawasan serta merugikan keuangan Daerah, dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4). Tata cara pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB VI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 27
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
1.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Tertib Pemanfaatan Jalan dan Pengendalian
Angkutan Barang di Jalan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan; dan
2.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Nomor 41 Tahun 2001
tentang Retribusi Penimbangan Kendaraan Bermotor Di Provinsi Sulawesi Selatan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 28
Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 29
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Ditetapkan di Makassar
pada tanggal 6 Juli 2011
GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
SYAHRUL YASIN
LIMPO
Diundangkan di Makasssar
pada tanggal 6 Juli 2011
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI
SELATAN,
A.
MUALLIM
LEMBARAN DAERAH PROVINSI
SULAWESI SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 6
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR …… TAHUN 2011
TENTANG
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH
ANGKUTAN BARANG DI SULAWESI SELATAN
1. PENJELASAN UMUM
Lalu lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peranan yang sangat strategis dan
memiliki karakteristik tersendiri, karenanya perlu terus ditumbuhkembangkan dan
dikendalikan agar mampu berperan sebagai penggerak, pendorong dan penunjang
laju pembangunan serta menjangkau wilayah Sulawesi Selatan secara efisien dan
efektif serta menjangkau daya beli masyarakat. Oleh karena itu, penyelenggaraan
lalu lintas dan angkutan jalan ditujukan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan
jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman dan efisien.
Salah satu upaya untuk mewujudkan kondisi tersebut di atas, perlu dilakukan
pengawasan dan pengendalian muatan lebih terhadap angkutan barang. Hal tersebut
dilakukan mengingat kelebihan muatan dapat menimbulkan dampak kerugian ekonomi
dan finansial yang sangat luas yang dapat menghambat laju pertumbuhan
pembangunan daerah. Untuk itu, pengawasan dan pengendalian muatan perlu diatur
dengan Peraturan Daerah.
Setiap mobil barang yang mengangkut barang wajib ditimbang pada alat
penimbangan yang dipasang secara tetap atau yang dapat dipindah-pindahkan.
Tetapi ada beberapa kendaraan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan penimbangan
yaitu terhadap :
·
Mobil barang yang tidak
bermuatan
·
Mobil angkutan barang
khusus.
Salah satu upaya untuk mewujudkan kondisi tersebut di atas, perlu dilakukan
pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan terhadap angkutan barang. Hal
tersebut dilakukan mengingat kelebihan muatan dapat menimbulkan dampak kerugian
ekonomi dan finansial yang sangat luas yang dapat menghambat laju pertumbuhan
pembangunan daerah. Untuk itu, pengawasan dan pengendalian muatan perlu diatur
dengan peraturan daerah.
2. PENJELASAN PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1 s/d 5 : Cukup Jelas
Pasal 6 : Alat
penimbangan yang dipasang secara tetap maksudnya tidak dapat dipindahkan dan
yang disebut jembatan timbang.
Alat penimbangan yang dapat
dipindah-pindahkan (portable) yang dilakukan pada ruas jalan yang diantaranya
belum tersedia jembatan timbang, atau penggunaannya khususnya diutamakan untuk
pengawasan dan pengendalian muatan pada ruas jalan yang dijadikan sebagai jalan
alternatif bagi angkutan barang yang menghindari jembatan timbang.
Pasal 7 huruf a : Cukup jelas
huruf b : mobil barang angkutan khusus adalah
mobil angkutan barang yang tidak bisa dipotong-potong, muatan alat berat dan
mobil tangki.
Pasal 8 : Cukup
jelas
Pasal 9 : Yang
dimaksud izin khusus adalah izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
untuk itu menurut peraturan perundang-undangan.
Pasal 11 s/d 15 : Cukup
jelas
Pasal 16 ayat (1): Kelebihan muatan sampai dengan 5%
(lima persen) dari JBI adalah masih dalam ambang batas keselamatan dengan
demikian masih dalam batas yang diperbolehkan dan tidak dikategorikan sebagai
pelanggaran.
ayat (2) : Kelebihan muatan diatas 5% (lima persen) sampai dengan 15% (lima
belas persen) dari JBI adalah merupakan pelanggaran resiko ringan terhadap
dampak kerusakan jalan serta persyaratan teknis dan laik jalan mobil barang
yang digunakan.
ayat (3) : Kelebihan muatan di atas 15% (lima belas persen) sampai 25% (dua
puluh lima persen) dari JBI adalah merupakan pelanggaran resiko sedang terhadap
dampak kerusakan jalan serta persyaratan teknis dan laik jalan mobil barang
yang digunakan.
ayat (4) : Kelebihan
muatan diatas 25% (lima persen) dari JBI adalah merupakan pelanggaran pidana.
Pasal 17 s/d 28 : Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR …..