PEMERINTAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG
PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR
SULAWESI SELATAN,
Menimbang:
a. bahwa
televisi merupakan media komunikasi dan informasi untuk mengembangkan pribadi manusia dan lingkungan
sosialnya;
b.
bahwa
penyiaran televisi melalui kabel merupakan salah satu
sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam rangka memperoleh
informasi yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik,
dan ekonomi;
c.
bahwa
penyiaran televisi melalui kabel, harus tetap berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran serta memperhatikan nilai kearifan lokal yang ada;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang Penyiaran Televisi Melalui Kabel.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 47
Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2102) jo. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi
Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara
menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2687);
2. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
3. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
4. Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3887);
5. Undang-Undang Nomor
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
6. Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
7. Undang-Undang Nomor
40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3877);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
10.
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);
12. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
13. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4843);
14.
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4846);
15. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4928);
16. Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Menjelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5043);
17. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
18. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5060);
19. Undang
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
20. Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
21. Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antar
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
22. Peraturan
Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga
Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan
Gubernur Selaku Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5107) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5209);
24. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan
Perundang-undangan ;
25. Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor
49/PER/M.KOMINFO/12/2009 tentang Rencana Dasar Teknik Penyiaran;
26. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 –
2028 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2008 Nomor 10 Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 243);
27. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2008 – 2013
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 12);
28. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 – 2029 (Lembaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan) Tahun 2009 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Nomor 249 );
29. Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Penanaman Modal
Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 250);
30. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun
2009 Tentang Legislasi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 247);
31. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun
2010 Tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 251);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI
SULAWESI SELATAN
Dan
GUBERNUR
SULAWESI SELATAN
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI
KABEL
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
Menteri
adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi
dan informatika.
2.
Daerah
adalah Provinsi Sulawesi Selatan
3.
Pemerintah
Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
4.
Gubernur
adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
5.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6.
Komisi
Penyiaran Indonesia selanjutnya disebut KPI adalah KPID Provinsi
Sulawesi Selatan.
7.
Siaran
adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara
dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif
maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
8.
Penyiaran adalah
kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana
transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum
frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat
diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran.
9.
Penyiaran
televisi adalah
media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi
dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa
program yang teratur dan berkesinambungan.
10.
Lembaga
penyiaran adalah penyelenggara
penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga
penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam
melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
11.
Izin
Penyelenggaraan Penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada lembaga
penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran.
12.
Lembaga Penyiaran Berlangganan Jasa Penyiaran Televisi
(TV) Melalui Kabel adalah
lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan televisi (TV) melalui kabel, atau
selanjutnya disebut Operator TV Kabel.
13.
Jangkauan penyiaran berlangganan adalah zona layanan
siaran sesuai dengan izin yang diberikan, yang dalam zona tersebut dijamin
bahwa siaran dapat diterima dengan baik oleh pelanggan.
14.
Layanan
Penyiaran Berlangganan adalah layanan pemancarluasan atau penyaluran materi
siaran secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia, atau
media informasi lainnya.
15.
Saluran
Berlangganan adalah spektrum frekuensi elektromagnetik yang disalurkan melalui
kabel dan/atau spektrum frekuensi yang digunakan dalam suatu sistem penyiaran
berlangganan sehingga dapat menyediakan suatu program siaran berlangganan.
16.
Rekomendasi Kelayakan adalah Rekomendasi yang
dikeluarkan oleh KPI setelah
dilakukan Evaluasi Dengar Pendapat sesuai ketentuan.
17.
Pemohon
adalah badan hukum Indonesia yang akan melakukan penyiaran TV melalui kabel.
18.
Pelanggan
adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Lembaga Penyiaran Berlangganan
dengan cara membayar iuran/cara lain yang disepakati.
19.
Izin Penyelenggaraan
Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan jasa penyiaran TV melalui kabel adalah hak yang
diberikan oleh Negara.
20.
Operator
TV Kabel adalah penyelenggara penyiaran lembaga penyiaran berlangganan jasa
penyiaran TV melalui kabel
bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia yang melakukan redistribusi
siaran dari berbagai saluran TV berupa siaran
premium maupun free to air yang memiliki hak berlabuh di Indonesia kepada pengguna
jasa atau pelanggan melalui kabel yang dibentangkan pada tiang-tiang atau dibawah tanah dalam 1 (satu)
cakupan wilayah siaran dengan batas-batas layanan sebagaimana diberikan dalam
izin penyelenggaraan penyiaran.(disatukan dengan point 12)
21.
Siaran free to air adalah siaran dari luar negeri atau
siaran asing dan siaran dari dalam negeri yang didalam pemanfaatannya, operator
TV Kabel bebas menyiarkan sepanjang siaran
tersebut memiliki hak berlabuh di Indonesia.
22. Siaran premium
adalah siaran yang diambil dari stasiun televisi berbayar (pay TV) yang didalam pemanfaatannya harus terlebih dahulu dilakukan
perjanjian kerjasama dengan pemegang hak siar dan/atau pemilik content provider.
23.
Hak siar adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta,
yaitu hak eksklusif yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang atau suatu
lembaga untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
24.
Kabel adalah
bentangan kabel untuk mendistribusikan siaran dari studio operator TV kabel kepada
pengguna jasa atau pelanggan.
25.
Studio adalah pusat pendistribusian siaran yang
dimiliki operator TV kabel.
26.
Tiang adalah
tiang-tiang yang peruntukannya digunakan untuk kepentingan telekomunikasi,
multimedia, dan informatika.
27.
Wilayah
layanan siaran adalah area yang dapat menerima siaran dengan batas-batas yang
telah ditetapkan dan disetujui dalam izin penyelenggaraan penyiaran.
28.
Penyelesaian sengketa adalah upaya
yang dilakukan para pihak untuk mengakhiri sengketa, atau beda pendapat.
29.
Non Litigasi adalah upaya penyelesaian sengketa di luar
pengadilan.
BAB
II
ASAS
DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Azas
Penyiaran TV Kabel
Pasal
2
Penyiaran TV melalui kabel berdasarkan
pada:
a.
asas manfaat,
b.
asas
adil dan merata,
c.
asas kepastian hukum,
d.
asas keamanan,
e.
asas nilai agama
f.
asas kemitraan,
g.
asas etika,
h.
asas kemandirian,
i.
asas kebebasan,
j.
asas tangung jawab,
k.
asas kenyamanan berusaha,
l.
asas demokrasi ekonomi,
m. asas efisiensi; dan
n.
asas efektifitas.
Bagian
Kedua
Tujuan
Penyiaran TV Melalui
Kabel
Pasal 3
Penyiaran TV melalui Kabel, bertujuan untuk :
a. menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. memberikan informasi yang bersifat edukasi;
c. memelihara adat istiadat; dan
d. mencegah terjadinya konflik antar lembaga
penyiaran TV Kabel
BAB III
REKOMENDASI
PERIZINAN
Pasal 4
(1)
Penyiaran
TV
melalui kabel, hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin penyeleggaraan
penyiaran;
(2)
Permohonan
Izin Penyelenggaraan Penyiaran TV Melalui Kabel,
didasarkan pada rekomendasi kelayakan yang
dikeluarkan oleh KPI;
(3)
Sebelum
diterbitkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu
dilakukan evaluasi oleh Pemerintah Daerah;
(4)
Evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a.
data
administrasi;
dan
b.
data
teknis;
(5)
Hasil
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah
menerbitkan rekomendasi;
(6)
Evaluasi
dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), diproses
dalam
tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya
dokumen permohonan;
(7)
Rekomendasi
Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat standar layanan.
BAB IV
PENYIARAN TV KABEL
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan
Pasal 5
Lembaga
Penyiaran Berlangganan diselenggarakan berdasarkan klasifikasi, penyiaran
berlangganan melalui satelit, melalui kabel, dan melalui teresterial yang hanya
ditransmisikan kepada pelanggan.
Bagian Kedua
Standar Layanan
Pasal 6
(1) Standar layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (7) meliputi :
a. fasilitas pendukung;
b. kualitas gambar;
c. jumlah saluran; dan
d. kualitas suara.
(2)
Pengaturan lebih lanjut
tentang Standar layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Wilayah
Layanan
Pasal 7
(1) Setiap operator TV kabel dapat memiliki wilayah
layanan;
(2) Wilayah layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya mencakup satu daerah
Kabupaten/Kota;
(3) Dalam hal wilayah layanan lintas Kabupaten/Kota, maka operator yang bersangkutan wajib terlebih dahulu memperoleh
surat persetujuan perluasan wilayah layanan dari Gubernur;
(4) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diterbitkan dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak diterimanya Surat Pengantar dari
Bupati/Walikota setempat;
(5) Surat Pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh
Bupati/Walikota setempat dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak diterimanya permohonan yang bersangkutan;
Pasal 8
(1) Jarak antar Operator penyiaran TV melalui kabel minimal radius 2,5 KM (dua koma lima) kilo meter.
(2) Setiap operator TV kabel dilarang menguasai
sepenuhnya suatu daerah atau suatu kawasan secara eksklusif.
Bagian Keempat
Materi Siaran
Pasal 9
(1) Operator TV Kabel wajib memperoleh izin dari pemegang hak siar.
(2) Operator TV Kabel, dilarang menyiarkan materi siaran yang :
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b. merongrong kewibawaan Negara dan Pemerintahan Negara Republik Indonesia;
c. bertentangan dengan nilai agama, moral
dan adat istiadat;
d. memecah belah persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
e. mengandung unsur pornografi dan/atau
pornoaksi.
BAB V
JARINGAN TV
KABEL
Bagian Kesatu
Tiang Jaringan
Pasal 10
(1) Setiap operator TV kabel wajib menggunakan jaringan
kabel dari studio ke pelanggan.
(2) Jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. tiang jaringan; dan/atau
b. jaringan di bawah tanah.
(3) Tiang Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dapat
menggunakan :
a. tiang yang dibangun sendiri; dan/atau
b. tiang milik pihak ketiga.
(4) Pembanganunan tiang jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, wajib mendapat izin dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.
(5) Syarat dan tata cara permohonan izin membangun tiang jaringan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, merujuk pada
Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota tentang Izin Mendirikan Bangunan.
Pasal 11
(1) Penggunaan tiang milik pihak ketiga sebagaimana
dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) huruf b, didasarkan
pada kesepakatan para pihak;
(2) Kesepakatan para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dalam bentuk perjanjian kerjasama;
Bagian Kedua
Kabel Jaringan
Pasal 12
(1) Setiap operator TV kabel wajib memiliki kabel
jaringan;
(2) Pemasangan kabel jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui tiang jaringan atau jaringan dibawah tanah;
(3) Pemasangan kabel jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
mengindahkan keselamatan dan estetika tata kota.
BAB VI
TANGGUNGJAWAB OPERATOR TV KABEL
Pasal 13
(1) Setiap operator TV kabel bertanggungjawab sepenuhnya atas materi siaran yang disiarkan ke pelanggan;
(2) Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek
hukum, moral dan etika.
Pasal 14
(1) Pelanggan yang dirugikan atas siaran yang diterima dapat mengajukan tuntutan
atau gugatan kepada operator TV Kabel.
(2) Tuntutan atau gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. tuntutan/keberatan secara langsung kepada operator; dan/atau
b. gugatan melalui pengadilan.
(3)
Pengajuan tuntutan dan/atau gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundan-undangan.
BAB VII
PENYELESAIAN
SENGKETA WILAYAH LAYANAN
Pasal 15
(1) Apabila
terjadi sengketa yang bersifat perdata, maka penyelesaiannya menempuh jalur non
litigasi;
(2) Penyelesaian
dengan jalur non litigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(3) Alternatif
Penyelesaian Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dengan cara:
a.
Konsultasi;
b.
Negosiasi;
c.
Mediasi;
d.
Konsiliasi, atau;
e.
Penilaian ahli.
BAB VIII
PERAN SERTA
MASYARAKAT
Pasal 16
(1) Masyarakat berhak berperan
serta dalam memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka;
a. pembangunan tiang jaringan;
b. pemasangan kabel jaringan;
c. perizinan operator TV kabel; dan
d. materi siaran TV kabel.
(2) Tata cara berperan serta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melakukan koordinasi dan
pembinaan terhadap penyelenggara jasa
penyiaran TV melalui kabel.
(2) Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya, melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan wilayah layanan penyiaran TV melalui kabel.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 18
(1) Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Penyiaran
Melalui TV Kabel sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
(2) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pejabat pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang penyiaran melalui TV kabel agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana penyiaran melalui TV kabel;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang penyiaran melalui tv kabel;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang Penyiaran Melalui TV Kabel;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang penyiaran melalui TV kabel;
f. menyuruh
berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau
dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana penyiaran
melalui TV kabel;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang penyiaran melalui TV kabel sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 19
(1) Setiap pengelola operator TV
Kabel yang melakukan pelanggaran atas ketentuan Pasal
4, Pasal 7 ayat (3), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), dan ayat (3), serta Pasal 12 dikenakan sanksi administrasi.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a.
teguran
lisan;
b.
teguran
tertulis;
c.
rekomendasi pencabutan izin;dan/atau
d.
pembayaran
uang paksa.
(3) Tata cara sanksi administrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB XII
SANKSI PIDANA
Pasal 20
(1) Setiap pengelola operator TV kabel yang melakukan
pelanggaran atas ketentuan
Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 13 ayat (2) huruf a, dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp
50.000.000, - (lima puluh juta rupiah).
(2) Setiap pengelola operator TV kabel yang melakukan
pelanggaran atas ketentuan Pasal 12 ayat (3), yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan atas keselamatan jiwa, dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Dengan
diberlakukannya Peraturan Daerah ini,
maka
a.
Penyelenggaraan lembaga penyiaran TV melalui kabel
yang sudah beroperasi sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, wajib
menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.
b.
Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
lambat 1 (satu) tahun setelah
ditetapkannya Peraturan Daerah
ini.
c.
Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota yang mengatur hal
sama dan telah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, wajib
menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini;
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Peraturan
Daerah ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan.
Agar setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Ditetapkan di Makassar
pada tanggal,
6 Juli 2011
GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
SYAHRUL
YASIN LIMPO.
Diundangkan di Makassar
pada tanggal, 6 Juli 2011
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN,
A. MUALLIM.
LEMBARAN
DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 6
No comments:
Post a Comment