Rencana
Pemprov Sulsel mengajukan dana pinjaman Rp500 miliar ke Pusat Investasi
Pemerintah (PIP) tidak berjalan mulus. Persetujuan pinjaman bakal
terganjal rekomendasi DPRD Sulsel. Dua fraksi DPRD Sulsel, Fraksi PKS
dan Fraksi Demokrat belum meyakini urgensi dan kemampuan pemprov
mengembalikan pinjaman. Apalagi, pemprov mengajukan usulan rancangan
peraturan daerah tanpa dokumen lengkap.
Anggota
Fraksi Demokrat, Aerin Nizar menegaskan, usulan pembahasan ranperda
hanya berupa surat gubernur tanpa dokumen seperti draft ranpeda, kajian
akademik dan teknis rencana pinjaman, serta lokasi peruntukan dana
pinjaman.
“Sikap fraksi sangat berhati-hati karena ini terkait pinjaman. Kalau sekiranya bermasalah di kemudian hari, pasti kembali ke dewan sebagai pemberi rekomendasi,” kata Aerin yang juga ketua Komisi B DPRD Sulsel, Senin, 17 September.
Rencana
pinjaman yang disebut untuk pembiayaan infrastruktur, kata dia, juga
belum pernah dibahas di Komisi D. Padahal, peruntukan dana pinjaman
seperti proyek yang akan dibangun harus jelas dan urgensi
pembangunannya.
Aerin mengaku heran
dengan sikap Pemprov Sulsel yang tiba-tiba mengajukan dana pinjaman di
saat menjelang akhir masa periode Gubernur Syahrul Yasin Limpo. “Sejak
2009 lalu, dewan sudah mengusulkan agar pemprov mencari dana pinjaman
untuk pembiayaan infrastruktur,” kata Aerin.
Bila
dikatakan pengajuan pinjaman karena pemprov dua kali menerima opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, Aerin menilai bukan
satu-satunya indikator. Menurut dia, sangat banyak sumber pinjaman lain
tanpa harus melalui PIP Kementerian Keuangan.
“Fraksi
Demokrat agak ragu memberi persetujuan pembahasan ranperda dana
pinjaman karena adanya mekanisme yang tidak terpenuhi. Intinya, kami
tidak ingin bermasalah di kemudian hari. Ini yang membuat fraksi agak
lambat memasukkan usulan anggota untuk membahasnya,” kata Aerin.
Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga belum memasukkan usulan anggota
menjadi anggora panitia khusus (pansus). Anggota Fraksi PKS, Amru Saher
mengatakan, substansi dana pinjaman harus diketahui terlebih dahulu.
“Usulan hanya menyebut peruntukan pembiayaan pembangunan infrastruktur. Tidak disebutkan apa saja proyek yang akan dibangun dan apa substansi serta urgensi proyek itu,” kata Amru.
Bila
proyek tidak begitu mendesak dan pemprov memiliki kemampuan dana dari
APBD untuk membiayai, kata dia, mengapa mesti mengajukan pinjaman. Amru
juga meragukan kemampuan pemprov mengembalikan pinjaman serta bunganya.
Apalagi bila harus membebani masyarakat Sulsel.
Pertimbangan
lainnya, pengajuan dana pinjaman mestinya minimal sama dengan periode
gubernur. Namun, pengajuan pinjaman justru di akhir periode gubernur
saat ini. “Sebaiknya tidak membebani pemerintahan berikutnya,” imbau
Amru.
No comments:
Post a Comment