![]() |
http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1349761501/tolak-hutang-sulsel |
Berikut ini adalah Poin-Poin Argumentasi Fraksi Partai Demokrat mengapa menolak hutang 500M pada PIP.
1. Kelemahan Aspek Perencanaan.
Fraksi Partai Demokrat menilai bahwa dengan adanya rencana Pinjaman Daerah ini di
penghujung periode, menunjukan tidak adanya perencanaan strategis sejak awal
yang sejalan dengan Visi Pemerintah Daerah Sulsel, terkhusus dalam perencanaa
pembangunan proyek infrastruktur yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat,
dimana seharusnya disertai proyeksi sumber-sumber pendanaan. Idealnya, pemerintah
sudah melakukan kajian perencanaan yang komprehesif menyangkut rencana
pembangunan infrastruktur yang didasarkan pada kebutuhan dan target serta
sumber-sumber pembiayaanya sehingga tidak perlu melakukan Pinjaman Daerah.
Jika kita kembali merujuk pada RPJMD Sulsel 2008-2013 di Perda
Nomor 12 Tahun 2008, kita semua dapat melihat jelas bahwa yang
dimaksud dengan Perencanaan pada Bab I Pasal 1 adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Sedangkan Perencanaan Pembangunan Daerah,
disebutkan sebagai suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan
guna pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya dalam jangka waktu tertentu. Kami
ingin menggarisbawahi dua kata kunci dalam pasal tersebut yakni urutan pilihan dan melibatkan berbagai unsur kepentingan. Hal ini penting kami
sampaikan karena Fraksi Partai Demokrat menilai bahwa usulan Pinjaman Daerah ke
Pusat Investasi Pemerintah ini telah mengabaikan makna krusial tentang urutan pilihan dan pelibatan berbagai unsur kepentingan dalam sebuah Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah.
Fraksi
Partai Demokrat menilai bahwa Pemprov mungkin telah lupa Visi Pembangunan Sulsel dalam 5
tahun yakni menjadikan “Sulawesi Selatan
Sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik dalam Pemenuhan Hak Dasar” dengan
indicator laju IPM Sulsel. Akan tetapi, yang amat disayangkan bahwa dalam
beberapa bulan ke depan Masa Pemerintahan periode ini akan segera berakhir,
namun sampai saat ini IPM Provinsi Sulsel tahun 2011
masih berada pada urutan 19. Seperti diketahui bersama, IPM merupakan salah satu indikator pencapaian
pemberian Hak Dasar ini, dan rendahnya peringkat IPM Sulsel bukan disebabkan
oleh faktor infrastruktur, seperti peruntukan usulan Pinjaman Daerah, tapi pada
pendidikan dan kesehatan atau pencapaian target RPJMD lainnya yakni peningkatan
Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, dan Rata-rata Lama Sekolah. Sehingga,
jika ada pinjaman yang diusulkan dan dialokasikan, seharusnya diprioritaskan
untuk mengejar target RPJMD yakni sektor pendidikan, melalui pemberantasan buta
aksara dan lama sekolah yang masih rendah, serta sektor kesehatan, dimana fakta
menunjukkan bahwa anggaran kesehatan bertambah namun jumlah orang sakit di
Sulsel juga tidak berkurang. Oleh karenanya, kami menilai Pemerintah Propinsi telah mengabaikan Urutan Pilihan
Prioritas sesuai Visi yang telah dibuat dan akselerasi pencapaian target RPJMD
serta mengusulkan Pinjaman Daerah ini bukan berdasarkan Urutan Pilihan
tersebut.
2. Prioritas Alokasi Anggaran yg Tidak Cermat. Perlu diketahui bahwa Dinas Bina Marga untuk
Infrastruktur jalan setiap tahunnya merupakan SKPD dengan alokasi anggaran
terbesar disbanding SKPD lainnya, dimana di TA 2012 sebesar Rp 346.298.655.872
dan sampai pada Triwulan II anggaran terpakai baru Rp. 58.899.503.468.
Bandingkan alokasi anggaran Pendidikan yang hanya Rp 84.957.689.000, Kesehatan
Rp. 45.271.047.844 atau di Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikulturan
yang selalu menjadi kebanggaan Sulsel karena Surplus Beras dan Jagungnya,
ternyata hanya mendapatkan alokasi anggaran Rp 94.705.504.473,-.
3. Lalai Dalam Pelibatan Berbagai Unsur dalam Proses Perencaan Pembangunan Daerah. Jika merujuk pada Perda Nomor 12
tahun 2008 yang menyebutkan tentang Pelibatan Berbagai Unsur Kepentingan dalam
Perencanaan Pembangunan Daerah, maka Fraksi kami menilai Pemprov kembali lalai dalam menerapkan prinsip
hakiki tentang makna perencanaan pembangunan daerah. Hal ini perlu kami
sampaikan karena kami menilai dalam Proses Pengusulan Awal Rencana Pinjaman
Daerah yang semestinya melalui persetujuan DPRD sebagai sebuah lembaga,
ternyata tidak melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan seperti yang
disyaratkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2011
tentang Pinjaman Daerah Pasal 18 Ayat 4 Poin e yang menyebutkan bahwa Prosedur
Pengajuan dan Penilaian Usulan Pinjaman harus melampirkan beberapa dokumen
termasuk dokumen tentang Persetujuan DPRD dan bukan Pimpinan DPRD saja.
Perlu kami sampaikan juga, bahwa Surat Gubernur Nomor
912/957/B.Marga tanggal 27 Agustus 2012 perihal Usulan Persetujuan Pinjaman
Daerah yang ditujukan kepada Ketua DPRD Sulsel menyebutkan dengan gamblang
bahwa “…salah satu syarat pengajuan Pinjaman tersebut adalah adanya Surat Persetujuan dari Ketua DPRD dan untuk selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan
Perda” dimana kalimat Ketua
DPRD tersebut tidak sesuai PP Nomor 30 tahun 2011 Pasal 18 ayat 4 Poin
e yang menyebutkan Persetujuan DPRD, yang berarti DPRD sebagai lembaga dan
bukan Ketua DPRD seperti surat Gubernur tersebut.
4. Tidak Melalui Mekanisme yang Lazim di DPRD. Fraksi Partai Demokrat melihat bahwa dalam
Usulan Awal Peminjaman Daerah ini sama sekali belum pernah disampaikan secara
resmi kepada Fraksi kami dan untuk kemudian disetujui oleh seluruh Fraksi di
DPRD Sulsel dan menjadi keputusan resmi lembaga DPRD. Informasi tentang Pinjaman Daerah ini masuk
ke Fraksi hanya melalui Selembar Surat Permintaan Penempatan anggota-anggota
Fraksi untuk duduk dalam Pansus Ranperda Pinjaman Daerah tanpa disertai surat
Persetujuan untuk Usul Peminjaman ini dan dokumen kelengkapan lain seperti
Studi Kelayakan dsb yang kemudian diberikan pada Pada Anggota Pansus Ranperda
Pinjaman Daerah saja. Untuk itu, mohon penjelasan.
Selain itu, Fraksi
Partai Demokrat juga melihat ketidaklaziman dan mempertanyakan beberapa hal terkait
usulan Pinjaman Daerah. Pertama pada surat Sekretaris Daerah No
188.341/4693/Huk&HAM tanggal 7 Agustus 2012 kepada Ketua DPRD Provinsi Sulsel
dengan Perihal Permintaan Pembahasan dan Persetujuan Terhadap Ranperda Provinsi
Sulsel yang meminta untuk membahas ranperda Pinjaman Daerah, yang walaupun tidak masuk dalam agenda Prolegda, namun
diminta untuk dibahas dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan menyatakan bahwa dasar
pengajuan Ranperda Pinjaman Daerah tersebut adalah Pasal 38 ayat (2) UU No 12
Tahun 2011 yang menyebutkan tentang keadaan
tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Ranperda
Provinsi…dan juga pada Pasal 2 ayat (6) Perda Propinsi yang menyebutkan bahwa
dalam hal tertentu dipandang perlu dan mendesak. Dari dasar
pertimbangan tersebut, Fraksi kami mempertanyakan dimana letak urgensi, perlu,
dan mendesaknya usulan Pinjaman Daerah untuk Infrastruktur ini jika
dibandingkan pencapaian Visi dan Target-target utama dalam RPJMD Sulsel
2008-2013? Hal ini kami pertanyakan karena usulan ini menyebutkan ada 11 ruas
jalan dan 1 jembatan COI yang menjadi sangat urgent, perlu, dan mendesak
untuk dikerjakan sehingga perlu meminjam. Hal ini menjadi pertanyaan kami,
karena jika mengkaji usulan 11 ruas jalan yg dibangun dan
jembatan COI dari Pinjaman Rp 500 Milyar tersebut, terlihat bahwa pinjaman
daerah Rp 500 Milyar tersebut tidak akan mampu menyelesaikan dan memperbaiki
kondisi infrastruktur Sulsel secara keseluruhan sesuai dengan target dalam
RPJMD. Yang dapat terselesaikan dengan dana pinjaman Rp 500 Milyar ini hanyalah
jembatan COI yang kita pahami bersama, tidak terdapat dalam RPJMD dan tidak berkorelasi
langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulsel secara umum.
Sehingga prinsip urgensi, perlu, dan
mendesak yang ada dalam pertimbangan peminjaman ini tidak terpenuhi.
5. Tidak Urgen dan Tidak Mengedepankan Prinsip Pemerataan Pembangunan Daerah. Jika
pertimbangan bahwa infrustruktur jalan di 11 ruas jalan dan 1 jembatan COI
tersebut adalah urgent, perlu, dan mendesak, maka kami juga mempertanyakan,
mengapa dalam pemilihan wilayah pembangunan infrastruktur tersebut tidak
memperhatikan aspek Pemerataan dan Keadilan Pembangunan daerah? Sebagai Contoh,
dari 11 ruas jalan yang diusulkan, terdapat 3 ruas jalan yang terletak di
Kabupaten Gowa atau dengan kata lain bahwa dari total Rp 500 Milyar yang
diajukan ke PIP terdapat Rp 79.950.000.000 dana tersebut ditempatkan di
Kabupaten Gowa atau 15,79% dari total anggaran pinjaman. Hal ini menjadi
pertanyaan, karena seperti diketahui ruas jalan Malino sudah mendapatkan
alokasi yang cukup dari APBD setiap tahunnya. Sementara itu, di perbatasan
Kabupaten Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Pare-Pare, Enrekang, Tator, Luwu, Luwu
Utara, Palopo, Luwu Timur, Jeneponto, dan Bantaeng, sebagai contoh, malah sama
sekali tidak mendapatkan alokasi anggaran.
6. Postur Keuangan yang Sehat dan Mampu Membangun Infrastruktur tanpa Berhutang. Fraksi Partai Demokrat
menilai, bahwa jika melihat postur keuangan, sebenarnya APBD Sulsel sangat mampu
untuk membiayai infrastruktur jalan tanpa harus meminjam. Pengalokasian
anggaran yang bertahap dan terencana disertai efisiensi dan penentuan skala
prioritas dalam penggunaan anggaran dengan melakukan pengurangan belanja-belanja
tidak langsung yang tidak prioritas dan berdasarkan urutan pilihan bisa menjadi
opsi untuk membiayai Pembangunan
tanpa meminjam. Salah satu contoh bahwa postur keuangan
Sulsel mencukupi pembiayaan infrastruktur tanpa meminjam adalah Pemprov mampu
memberikan belanja hibah di tahun 2012 hingga lebih dari 1,2 trilyun lebih dan besarnya
jumlah SILPA di tahun 2011 yakni Rp 287.399.152.468, yang mana didominasi dari
bidang infrakstruktur. Selain itu, jika melihat baiknya pengelolaan keuangan
Sulsel dimana 2 tahun berturut-turut ternyata mampu mencapai predikat WTP dari
BPK dan ditambah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang melampaui pertumbuhan
ekonomi nasional, seharusnya bisa
menjadi modal kepercayaan diri
Pemerintah Provinsi untuk membangun infrastruktur jalan tanpa meminjam.
7. Masih ada Opsi lain selain berhutang dengan terbitkan Obligasi sendiri. Opsi
lain itu adalah Pemprov seharusnya mampu memanfaatkan predikat WTP
yang telah
diraih tersebut jika memang mampu member kontribusi dari sisi likuiditas
sebagai calon debitur untuk mendapatkan pinjaman. Kami mempertanyakan,
mengapa Pemprov tidak sekalian menguji kredibilitas predikat pengelolaan
keuangan dan
kepercayaan public terhadap Pemerintah daerah dengan menerbitkan
obligasi
daerah? Hal ini kami sampaikan karena menurut Fraksi kami, dengan
menyajikan
performa tersebut dalam bentuk portfolio dapat sekaligus mendapatkan
kepercayaan public sehingga citra clear and clean tersebut dapat dimaknai betul
oleh public dalam mendorong pelibatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
Sulsel.
8. Dokumen Usulan Tidak Lengkap. Fraksi Partai Demokrat
meminta kepada Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan untuk melengkapi dokumen
Rencana Utang dengan menjelaskan manfaat proyek terkait dengan peningkatan
kesejahteraan kelompok masyarakat yang langsung mendapatkan manfaat dari
proyek, termasuk benefit spillover
secara keseluruhan bagi Rakyat Sulawesi Selatan. Proyek utang Pemerintah juga
perlu memasukan keadilan antar generasi bagi dari sisi manfaat proyek maupun
beban pembayaran, sehingga kajian yang lebih komprehesif sangat dibutuhkan.
9. Hutang Pemerintah membebani Rakyat dengan Kenaikan Retribusi dan Pajak untuk membayar Pokok dan Bunga Hutang. Fraksi Partai Demokrat mengharapkan perlunya pemahaman bersama semua
pihak tentang Pola Pinjaman
Daerah seperti ini, yang mana nantinya akan membuat pewarisan beban utang kepada rakyat. Ini berarti membebani
rakyat untuk membayar hutang ini melalui peningkatan pajak
ataupun retribusi berkaitan dengan peningkatan mutu jalan. Kuncinya untuk tetap bisa membangun tanpa
meminjam terletak pada upaya dan kemampuan membuat prioritas
belanja dengan manajerial anggaran yang cermat tanpa harus merugikan
alokasi lain,
sambil tetap memberi
dampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat. Jika untuk kesejahteraan rakyat, Fraksi Partai
Demokrat pada hakikatnya selalu bersepakat dan akan selalu mendukung Pemprov untuk mendorong pembangunan infrastruktur daerah yang senantiasa memperhatikan pemerataan pembangunan dengan jalan
tidak meminjam, karena kami
menganggap keuangan daerah masih mencukupi dengan APBD Rp. 4,7 Trilyun di tahun 2013 dan peminjaman ini belum menjadi prioritas untuk dilakukan.
10. Berhutang di Penghujung Periode Pemerintahan melanggar PP 30/2011 Pasal 13 Ayat (2) . Fraksi Partai Demokrat juga meminta Pemprov untuk mengkaji secara
serius, bahwa Rencana Pinjaman Daerah Propinsi Sulsel
yang diajukan di penghujung periode kepemimpinan Gubernur perlu mempertimbangkan
aspek keadilan dan etika kekuasaan atas beban pembayaran utang pokok dan bunga
terhadap periode Kepemimpinan Gubernur yang akan datang. Dalam Naskah Akademik
dijelaskan proyeksi pembayaran Beban Utang Pokok dan Bunga akan dibayarkan
selama lima tahun kedepan, berarti beban bunga dan utang pokok lebih banyak
menjadi tanggungjawab pada periode Kepemimpinan Gubernur yang akan datang.
Implikasi peminjaman ini akan ‘menyandera’ ruang gerak fiskal periode
Kepemimpinan Gubernur yang akan datang dalam mengalokasikan anggaran
berdasarkan janji politik kepada rakyat dan dalam penyusunan RPJMD mendatang. Utamanya jika merujuk pada PP 30 tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah pada Pasal 13 ayat (2) yang menyebutkan bahwa "Kewajiban
Pembayaran Kembali Pinjaman Jangka Menengah yang meliputi Pokok,
Bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam kurun
waktu yang tidak melebihi sisa masa Jabatan Gubernur, Bupati, atau Walikota yang bersangkutan".
11. Mewariskan Hutang pada Generasi Selanjutnya dan Sanksi Pemotongan DAU dan Dana Bagi Hasil .Selain itu, kami juga meminta Pemerintah Propinsi untuk mengkaji
kembali Rencana Pinjaman Daerah Pemprov Sulsel pada PIP Sebesar Rp. 500 M yang
ditujukan untuk pembangunan proyek infrastruktur. Karena selain hal ini terkait
dengan keadilan bagi periodisasi kepemimpinan dalam hal Jabatan Gubernur, juga terkait dengan keadilan antar generasi dengan
adanya dokumen perencanaan pembangunan yang melihat aspek manfaat proyek
terkait keadilan dalam penyebaran pusat pertumbuhan dalam lingkup wilayah Propinsi
Sulawesi Selatan. Hal ini penting dijadikan pertimbangan karena jika Pemda
tidak mampu membayar hutang tersebut, maka akan menjadi hutang turunan kepada
pemerintah daerah selanjutnya dan bisa berlanjut ke pembebanan utang APBN
Negara serta terkena sanksi
pemotongan
dana DAU dan Bagi Hasil dari pemerintah Pusat yang berdampak pada
pemotongan Gaji dan Tunjangan pada Pegawai Negri Sipil (PNS) kita.
12. Menunda Pembahasan Hutang dan Mengedepankan Aspek Kehati-Hatian. Fraksi Partai Demokrat meminta agar pembahasan Hutang Daerah Propinsi
Sulawesi Selatan melalui Ranperda Pinjaman Daerah dapat ditunda pembahasannya
sampai pada RPMJD baru mendatang. Usulan Pinjaman Daerah ini perlu dikaji ulang
dan perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam rancangan pelaksanaannya
sehingga tidak menjadi masalah yang berimplikasi hukum seperti Kasus-Kasus
Pinjaman Daerah yang terjadi di Bogor, Halmahera Barat, dan Sumbawa Barat.
Dari
12 Poin diatas, tampak jelas dan terang benderang sikap Fraksi Partai
Demokrat Sulsel terkait Rencana Hutang Pemprov Sulsel. Oleh karena itu
dalam Rapat Paripurna DPRD Sulsel yang dilakukan pada hari ini tanggal
16 Oktober 2012, kami menyatakan PERLUNYA PENGEMBALIAN MEKANISME YANG BENAR DAN LAZIM dalam membahas rencana hutang daerah ini dan FRAKSI PARTAI DEMOKRAT SETUJU DENGAN SYARAT bahwa Pemprov Sulsel Harus memenuhi hal krusial yakni Adanya Persetujuan DPRD terhadap Usulan Berhutang SEBELUM membahas RANPERDA PINJAMAN DAERAH tersebut.
Demikian
tulisan ini disusun agar semua pihak memahami pandangan Fraksi Partai
Demokrat terkait Pinjaman Daerah ini. Semoga bermanfaat, Wassalam.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
ReplyDeleteNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut