Friday, November 25, 2011

Menjadi Saksi Drama Politik di Parlemen Australia

Ditulis Oleh: Aerin Nizar

Peserta Indonesia Dengan Latar Belakang Gedung Parlemen

Menjadi saksi peristiwa politik bersejarah pemerintahan Australia, dialami oleh ke 20 peserta kuliah singkat women in politik di Canberra pada tanggal 24 November lalu. Jadwal kuliah hari itu diadakan di gedung parlemen Australia di Canberra karena para pemateri adalah anggota parlemen perempuan Australia dari Partai Buruh dan Partai Liberal serta ketua KPU Australia. 

Gedung parlemen Australia dikenal memiliki tingkat keamanan super ketat dan para peserta sudah dapat merasakan hawa ketegangan di dalam gedung ini karena issu tentang rencana Ketua DPR Australia mengundurkan diri setelah 4 tahun memegang jabatan sebagai “speaker”. Akhirnya pada pukul 9 pagi waktu setempat, tak lama setelah kuliah akan dibuka, Ketua DPR Australia atau Speaker Of the House of Representative Harry Jenkins mengumumkan secara resmi pengunduran dirinya. Dampak dari pengumuman pengunduran diri Jenkins terlihat jelas pada kubu Partai Buruh yang merupakan Partai pemerintah saat ini dimana seluruh anggota parlemen partai buruh kemudian nampak sibuk berkonsolidasi dan mengatur strategi untuk pemilihan dan penentuan pimpinan baru selanjutnya. 

Kesibukan konsolidasi dan pengaturan strategi ini dirasakan langsung juga oleh seluruh peserta Perempuan Politik yang ruang pertemuan kuliah hari itu yang hanya terpisah beberapa meter dari ruangan rapat para anggota parlemen termasuk ruang Perdana Menteri Australia Julia Gillard. Peserta ikut merasakan dinamika politik Australia saat itu karena para pemateri yang membawakan kuliah juga menceritakan pada para peserta setiap ada perkembangan terbaru terkait lobby dan permufakatan yang dilakukan saat itu untuk pencalonan Speaker atau Ketua DPR baru. Yang menarik adalah dari banyaknya calon yang diusulkan sebagai kandidat ‘speaker’ pengganti Jenkins sebelum voting pemilihan Ketua DPR Baru dimulai, banyak kandidat menolak memegang tugas ini karena menganggap tugas ini sangat berat dan harus selalu bersikap netral. 

Peran speaker di Parlemen Australia sangat penting karena Ketua DPR inilah yang berperan sebagai ‘wasit’ terutama ketika masa Debat antara partai pemerintah dan oposisi berlangsung. Gaya kepemimpinan ‘speaker’ menjadi penentu berhasil atau tidaknya sebuah proses kesepakatan di parlemen Australia. Adanya seorang ‘speaker’ di parlemen hanya akan ditemui pada parlemen yang mengadopsi gaya parlemen Westminister atau gaya parlemen Inggris, yang biasanya diterapkan oleh Negara bekas jajahan Inggris. Di masa kerajaan Inggris dahulu, jika seorang ‘speaker’ gagal menjalankan tugas maka ia harus siap dipenggal kepalanya oleh raja. Oleh karena itu, ada tradisi di parlemen Australia, dimana seorang ‘speaker’ baru tampak akan seperti ‘dipaksa’ dan didampingi ketika pertama kali menuju kursi speaker yang terletak bagian depan tengah parlemen dan menempati kursi yang tinggi. 

Setelah melalui voting yang menarik, akhirnya wakil speaker Peter Slipper dari Partai Buruh terpilih menjadi ketua DPR Australia yang baru dan mempercayakan Anna Burke sebagai wakil Speaker perempuan. Ketua DPR terpilih kemudian langsung memimpin sesi debat antara pemerintah dan partai oposisi yakni Partai Liberal dan jelas  terlihat kecanggungan Slipper memimpin sesi debat tersebut dan beberapa kali gagal meredakan kericuhan yang terjadi selama debat berlangsung. Debat gaya parlemen Australia memiliki banyak keunikan. Seperti misalnya ketika wakil pihak Oposisi membacakan pidato kritikannya kepada Partai Pemerintah, anggota parlemen dari Oposisi tidak hanya diam mendengar namun juga ikut mengejek dan mencemoh dengan suara riuh rendah silih berganti. Begitu juga dengan para anggota parlemen Partai Buruh yang juga ikut membalas kritikan, cemohan, dan ejekan dari para anggota Partai opisisi. Situasi provokatif seperti inilah yang membuat ‘speaker’ harus bekerja keras mengatur perdebatan dan harus selalu netral walaupun Slipper berasal dari Partai Buruh dan seringkali harus berkata ‘order, order!’ yang meminta para anggota parlemen tertib. Debat ditutup dengan pidato jawaban dari Pihak Pemerintah atau Partai Buruh yang dibacakan langsung oleh Perdana Mentri Australia Julia Gillard yang juga tidak kebal dari cemohan dan ejekan riuh rendah dari para anggota oposisi. Gaya debat unik dan provokatif dari parlemen Australia adalah model interaksi parlemen yang penuh dinamika dan warna.  

Satu hal penting yang perlu dijadikan catatan dalam kuliah hari itu adalah bahwa parlemen Australia yang dikenal kaku dan ketat ternyata mampu mengakomodasi keterwakilan perempuan secara proporsional dengan menempatkannya pada posisi strategis dan penentu kebijakan yang terlihat dari terpilihnya Julia Gillard sebagai Perdana Menteri dan Anna Burke sebagai wakil ketua DPR.

Info tentang Julia Gillard bisa di Klik http://www.alp.org.au/julia-gillard/
Info tentang Anna Burke bisa di Klik http://www.annaburke.com/

No comments:

Post a Comment