Tuesday, July 24, 2012

Harga Kedelai Selangit, Usaha Tahu Tempe Menjerit

Harga Kedelai Selangit, Usaha Tahu Tempe Menjerit

 http://rakyatsulsel.com/sudah-20-pengusaha-gulung-tikar.html
Sejumlah usaha tahu tempe di Kota Makassar terancam gulung tikar karena harga kedelai naik dua kali lipat.

RAKYAT SULSEL . MAKASSAR -Naiknya harga eceran kedelai di pasar global belakangan ini, juga dirasakan di daerah ini. Banyak usaha tahu tempe kelimpungan. Harga eceran kedelai yang sudah menembus Rp8.000 per kilogram membuat para pengusaha terpaksa menutup usahanya. Bahkan,  di Kota Makasar,  sudah 20 usaha produsen tahu tempe gulung tikar lantaran bahan baku kedelai naik terus.
Sejumlah produsen tahu dan tempe di Makassar menjerit karena kenaikan harga kedelai yang sangat drastis hinga 35 persen. Produsen tahu dan tempe berhenti memproduksi karena tidak mampu menanggung biaya produksi. Harga kedelai yang biasanya berkisar Rp5.500-Rp6.500 per Kilogram (Kg), sejak dua pekan terakhir naik menjadi Rp 8.000 per Kg. Jika kenaikan itu terus berlanjut, diperkirakan akan lebih banyak produsen yang bakal gulung tikar.

Bunari, salah seorang produsen tahu di Jl Muhammad Yamin Makassar, kepada Harian Rakyat Sulsel, Senin (23/7), mengatakan, kondisi ini sangat memberatkan produsen tahu dan tempe. Banyak produsen yang mengeluh, bahkan sudah 20 produsen tahu dan tempe yang menghentikan usahanya karena sulit memenuhi biaya produksi yang diakibatkan tingginya harga kedelai.
“Saya dan produsen lainnya merasa kesulitan memproduksi tahu dan tempe karena harganya naik hingga 35 persen. Biasanya harga kedelai berkisar Rp5.500-Rp6.500 per kilogram sejak dua pekan terakhir naik menjadi Rp8.000 per kilogram. Akibatnya, saya juga menaikkan harga penjualan tahu dari Rp24 ribu per kotak menjadi Rp26 ribu per kotak.  Menurut saya harga inipun belum sesuai, seharusnya harga jual Rp30 ribu per kotak baru bisa stabil penjualan dan produksi,” jelasnya.

Bunari menyatakan, selain menaikkan harga jual, pihaknya juga mengurangi jumlah produksi. Biasanya, dalam sehari mampu memproduksi tahun hingga 500-600 Kg, sejak harga kedelai melambung tinggi pihaknya hanya bisa memproduksi 300-400 kilogram per hari.
“Strategi pengurangan jumlah produksi ini dilakukan untuk mengantisipasi tingginya harga kedelai. Selain itu, ini merupakan cara agar produksi tetap jalan, karena jika saya tidak melakukan pengurangan maka bisa dipastikan juga saya berhenti produksi tahu. Tetapi, jika hal ini berlangsung lama saya juga tidak tahan dan tidak sanggup menanggung bisaya produksi yang sangat tinggi, saya bisa menyusul teman produsen lain yang sudah gulung tikar,” tandasnya.

Riadi, salah seorang produsen tempe juga mengakui, dirinya merasa sangat kesulitan memproduksi tempe karena biaya kedelai mahal. Jika dihitung biaya produksi dan penjualan sangat tidak sebanding, bahkan bisa dikatakan tidak ada keuntungan alias rugi.
“Saya biasa produksi tempe sebanyak 200 Kg per hari dengan biaya produksi sebesar Rp 1,6 juta yang parahnya keuntungan saya hanya Rp 40 ribu. Bisa dibayangkan betapa tidak seimbangnya antara biaya produksi dan keuntungan. Jika kondisinya begini terus produsen mana yang tidak gulung tikar,” keluhnya.
Sriwayati juga merasakan hal yang sama. Produsen tahu ini, mengaku sangat sulit memproduksi tahu karena biaya kedelai yang sangat melambung tinggi. Dia menyatakan, biasanya membeli kedelai per ton seharga Rp6,5 juta sekarang mencapai Rp8 juta per ton.

“Siapa yang tidak merasa kesulitan jika harganya mencekik begitu, apalagi keuntungannya sedikit, kalau begini terus bisa-bisa saya bangkrut. Sudah banyak teman-teman saya yang tutup usahanya karena tidak mampu menanggulangi bisaya kedelai yang sangat tinggi,” ucapnya.
Sriwayati menambahkan, seharusnya pemerintah tidak menutup mata dengan kondisi produsen tahu dan tempe yang kesulitan. Semua produsen tahu dan tempe di sini sepakat jika pemerintah harus turun tangan untuk menstabilkan harga kedelai.

“Pemerintah harus segera turun tangan jangan membiarkan kami kesulitan terus. Seharusnya ada langkah kongkret yang diambil pemerintah untuk menstabilkan harga kedelai sehingga produsen yang gulung tikar bisa beroperasi lagi sebagaimana bisanya dan kami bisa memproduksi tahu dan tempe dengan mudah tanpa beban,” imbuhnya.

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Sulsel, AM Yamin, mengatakan, kondisi ini memang sangat menyulitkan produsen tahu dan tempe, tetapi kondisi ini tidak akan bertahan lama. “Saya harap produsen tidak panik karena kondisi ini hanya bertahan sebentar, palingan hanya dua minggu setelah itu akan kembali normal,” ucapnya.

Terancamnya usaha tahu tempe mendapat perhatian dari Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Aerin Nizar. Menurutnya, kelangkaan kedelai yang terjadi saat ini merupakan dari kelangkaan yang tidak diantisipasi pihak pemerintah sehingga membuat, kelangkaan yang menjadikan kenaikan harga dua kali lipat.

Terkadang, kata Nizar, pemerintah sering kali melakukan langkah operasi pasar, namun langkah tersebut bagaikan orang minum obat yang diberikan pemerintah guna mengobati keinginan masyarakat saja.  Karena operasi pasar hanya sebagai obat,  sementara itu semua tidak memiliki dampak, sehingga akan mudah terjadi kembali.

“Saran saya, cuma bagaimana pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret dengan melakukan koordinasi dan melibatkan semua stakeholder yang bermain dalam tata niaga kedelai di Indonesia,” pintanya.(RS10-RS6-dul/D)

No comments:

Post a Comment