Wednesday, October 17, 2012

12 ALASAN FRAKSI DEMOKRAT SULSEL MENOLAK HUTANG 500 MILYAR

http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1349761501/tolak-hutang-sulsel
Dalih pemerintah Propinsi Sulsel bahwa hutang 500 Milyar adalah untuk kepentingan rakyat dengan pembangunan infrastruktur dan karena sudah dua kali mendapat WTP dari BPK sehingga pemerintah layak berhutang mendapat tanggapan kritis dari Fraksi Partai Demokrat Sulsel. 

Berikut ini adalah Poin-Poin Argumentasi Fraksi Partai Demokrat mengapa menolak hutang 500M pada PIP.





1. Kelemahan Aspek Perencanaan. Fraksi Partai Demokrat menilai bahwa dengan adanya rencana Pinjaman Daerah ini di penghujung periode, menunjukan tidak adanya perencanaan strategis sejak awal yang sejalan dengan Visi Pemerintah Daerah Sulsel, terkhusus dalam perencanaa pembangunan proyek infrastruktur yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat, dimana seharusnya disertai proyeksi sumber-sumber pendanaan. Idealnya, pemerintah sudah melakukan kajian perencanaan yang komprehesif menyangkut rencana pembangunan infrastruktur yang didasarkan pada kebutuhan dan target serta sumber-sumber pembiayaanya sehingga tidak perlu melakukan Pinjaman Daerah.

Jika kita kembali merujuk pada RPJMD Sulsel 2008-2013 di Perda Nomor 12 Tahun 2008, kita semua dapat melihat jelas bahwa yang dimaksud dengan Perencanaan pada Bab I Pasal 1 adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Sedangkan Perencanaan Pembangunan Daerah, disebutkan sebagai suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya dalam jangka waktu tertentu. Kami ingin menggarisbawahi dua kata kunci dalam pasal tersebut yakni urutan pilihan dan melibatkan berbagai unsur kepentingan. Hal ini penting kami sampaikan karena Fraksi Partai Demokrat menilai bahwa usulan Pinjaman Daerah ke Pusat Investasi Pemerintah ini telah mengabaikan makna krusial tentang urutan pilihan dan pelibatan berbagai unsur kepentingan dalam sebuah Proses Perencanaan Pembangunan Daerah.    

Fraksi Partai Demokrat menilai bahwa Pemprov mungkin telah lupa Visi Pembangunan Sulsel dalam 5 tahun yakni menjadikan “Sulawesi Selatan Sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik dalam Pemenuhan Hak Dasar” dengan indicator laju IPM Sulsel. Akan tetapi, yang amat disayangkan bahwa dalam beberapa bulan ke depan Masa Pemerintahan periode ini akan segera berakhir, namun sampai saat ini IPM Provinsi Sulsel tahun 2011 masih berada pada urutan 19. Seperti diketahui bersama, IPM merupakan salah satu indikator pencapaian pemberian Hak Dasar ini, dan rendahnya peringkat IPM Sulsel bukan disebabkan oleh faktor infrastruktur, seperti peruntukan usulan Pinjaman Daerah, tapi pada pendidikan dan kesehatan atau pencapaian target RPJMD lainnya yakni peningkatan Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, dan Rata-rata Lama Sekolah. Sehingga, jika ada pinjaman yang diusulkan dan dialokasikan, seharusnya diprioritaskan untuk mengejar target RPJMD yakni sektor pendidikan, melalui pemberantasan buta aksara dan lama sekolah yang masih rendah, serta sektor kesehatan, dimana fakta menunjukkan bahwa anggaran kesehatan bertambah namun jumlah orang sakit di Sulsel juga tidak berkurang. Oleh karenanya, kami menilai Pemerintah Propinsi telah mengabaikan Urutan Pilihan Prioritas sesuai Visi yang telah dibuat dan akselerasi pencapaian target RPJMD serta mengusulkan Pinjaman Daerah ini bukan berdasarkan Urutan Pilihan tersebut.

2. Prioritas Alokasi Anggaran yg Tidak Cermat. Perlu diketahui bahwa Dinas Bina Marga untuk Infrastruktur jalan setiap tahunnya merupakan SKPD dengan alokasi anggaran terbesar disbanding SKPD lainnya, dimana di TA 2012 sebesar Rp 346.298.655.872 dan sampai pada Triwulan II anggaran terpakai baru Rp. 58.899.503.468. Bandingkan alokasi anggaran Pendidikan yang hanya Rp 84.957.689.000, Kesehatan Rp. 45.271.047.844 atau di Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikulturan yang selalu menjadi kebanggaan Sulsel karena Surplus Beras dan Jagungnya, ternyata hanya mendapatkan alokasi anggaran Rp 94.705.504.473,-. 

3. Lalai Dalam Pelibatan Berbagai Unsur dalam Proses Perencaan Pembangunan Daerah. Jika merujuk pada Perda Nomor 12 tahun 2008 yang menyebutkan tentang Pelibatan Berbagai Unsur Kepentingan dalam Perencanaan Pembangunan Daerah, maka Fraksi kami menilai Pemprov kembali lalai dalam menerapkan prinsip hakiki tentang makna perencanaan pembangunan daerah. Hal ini perlu kami sampaikan karena kami menilai dalam Proses Pengusulan Awal Rencana Pinjaman Daerah yang semestinya melalui persetujuan DPRD sebagai sebuah lembaga, ternyata tidak melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan seperti yang disyaratkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah Pasal 18 Ayat 4 Poin e yang menyebutkan bahwa Prosedur Pengajuan dan Penilaian Usulan Pinjaman harus melampirkan beberapa dokumen termasuk dokumen tentang Persetujuan DPRD dan bukan Pimpinan DPRD saja. 

Perlu kami sampaikan juga, bahwa Surat Gubernur Nomor 912/957/B.Marga tanggal 27 Agustus 2012 perihal Usulan Persetujuan Pinjaman Daerah yang ditujukan kepada Ketua DPRD Sulsel menyebutkan dengan gamblang bahwa “…salah satu syarat pengajuan Pinjaman tersebut adalah adanya Surat Persetujuan dari Ketua DPRD dan untuk selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan Perda”  dimana kalimat Ketua DPRD tersebut tidak sesuai PP Nomor 30 tahun 2011 Pasal 18 ayat 4 Poin e yang menyebutkan Persetujuan DPRD, yang berarti DPRD sebagai lembaga dan bukan Ketua DPRD seperti surat Gubernur tersebut.

4. Tidak Melalui Mekanisme yang Lazim di DPRD. Fraksi Partai Demokrat melihat bahwa dalam Usulan Awal Peminjaman Daerah ini sama sekali belum pernah disampaikan secara resmi kepada Fraksi kami dan untuk kemudian disetujui oleh seluruh Fraksi di DPRD Sulsel dan menjadi keputusan resmi lembaga DPRD.  Informasi tentang Pinjaman Daerah ini masuk ke Fraksi hanya melalui Selembar Surat Permintaan Penempatan anggota-anggota Fraksi untuk duduk dalam Pansus Ranperda Pinjaman Daerah tanpa disertai surat Persetujuan untuk Usul Peminjaman ini dan dokumen kelengkapan lain seperti Studi Kelayakan dsb yang kemudian diberikan pada Pada Anggota Pansus Ranperda Pinjaman Daerah saja. Untuk itu, mohon penjelasan.

Selain itu, Fraksi Partai Demokrat juga melihat ketidaklaziman dan mempertanyakan beberapa hal terkait usulan Pinjaman Daerah. Pertama pada surat Sekretaris Daerah No 188.341/4693/Huk&HAM tanggal 7 Agustus 2012 kepada Ketua DPRD Provinsi Sulsel dengan Perihal Permintaan Pembahasan dan Persetujuan Terhadap Ranperda Provinsi Sulsel yang meminta untuk membahas ranperda Pinjaman Daerah, yang walaupun tidak masuk dalam agenda Prolegda, namun diminta untuk dibahas dalam waktu yang tidak terlalu lama dan menyatakan bahwa dasar pengajuan Ranperda Pinjaman Daerah tersebut adalah Pasal 38 ayat (2) UU No 12 Tahun 2011 yang menyebutkan tentang keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Ranperda Provinsi…dan juga pada Pasal 2 ayat (6) Perda Propinsi yang menyebutkan bahwa dalam hal tertentu dipandang perlu dan mendesak. Dari dasar pertimbangan tersebut, Fraksi kami mempertanyakan dimana letak urgensi, perlu, dan mendesaknya usulan Pinjaman Daerah untuk Infrastruktur ini jika dibandingkan pencapaian Visi dan Target-target utama dalam RPJMD Sulsel 2008-2013? Hal ini kami pertanyakan karena usulan ini menyebutkan ada 11 ruas jalan dan 1 jembatan COI yang menjadi sangat urgent, perlu, dan mendesak untuk dikerjakan sehingga perlu meminjam. Hal ini menjadi pertanyaan kami, karena jika mengkaji usulan 11 ruas jalan yg dibangun dan jembatan COI dari Pinjaman Rp 500 Milyar tersebut, terlihat bahwa pinjaman daerah Rp 500 Milyar tersebut tidak akan mampu menyelesaikan dan memperbaiki kondisi infrastruktur Sulsel secara keseluruhan sesuai dengan target dalam RPJMD. Yang dapat terselesaikan dengan dana pinjaman Rp 500 Milyar ini hanyalah jembatan COI yang kita pahami bersama, tidak terdapat dalam RPJMD dan tidak berkorelasi langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulsel secara umum. Sehingga prinsip urgensi, perlu, dan mendesak yang ada dalam pertimbangan peminjaman ini tidak terpenuhi

5. Tidak Urgen dan Tidak Mengedepankan Prinsip Pemerataan Pembangunan Daerah. Jika pertimbangan bahwa infrustruktur jalan di 11 ruas jalan dan 1 jembatan COI tersebut adalah urgent, perlu, dan mendesak, maka kami juga mempertanyakan, mengapa dalam pemilihan wilayah pembangunan infrastruktur tersebut tidak memperhatikan aspek Pemerataan dan Keadilan Pembangunan daerah? Sebagai Contoh, dari 11 ruas jalan yang diusulkan, terdapat 3 ruas jalan yang terletak di Kabupaten Gowa atau dengan kata lain bahwa dari total Rp 500 Milyar yang diajukan ke PIP terdapat Rp 79.950.000.000 dana tersebut ditempatkan di Kabupaten Gowa atau 15,79% dari total anggaran pinjaman. Hal ini menjadi pertanyaan, karena seperti diketahui ruas jalan Malino sudah mendapatkan alokasi yang cukup dari APBD setiap tahunnya. Sementara itu, di perbatasan Kabupaten Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Pare-Pare, Enrekang, Tator, Luwu, Luwu Utara, Palopo, Luwu Timur, Jeneponto, dan Bantaeng, sebagai contoh, malah sama sekali tidak mendapatkan alokasi anggaran.

6. Postur Keuangan yang Sehat dan Mampu Membangun Infrastruktur tanpa Berhutang. Fraksi Partai Demokrat menilai, bahwa jika melihat postur keuangan, sebenarnya APBD Sulsel sangat mampu untuk membiayai infrastruktur jalan tanpa harus meminjam. Pengalokasian anggaran yang bertahap dan terencana disertai efisiensi dan penentuan skala prioritas dalam penggunaan anggaran dengan melakukan pengurangan belanja-belanja tidak langsung yang tidak prioritas dan berdasarkan urutan pilihan bisa menjadi opsi untuk membiayai Pembangunan tanpa meminjam. Salah satu contoh bahwa postur keuangan Sulsel mencukupi pembiayaan infrastruktur tanpa meminjam adalah Pemprov mampu memberikan belanja hibah di tahun 2012 hingga lebih dari 1,2 trilyun lebih dan besarnya jumlah SILPA di tahun 2011 yakni Rp 287.399.152.468, yang mana didominasi dari bidang infrakstruktur. Selain itu, jika melihat baiknya pengelolaan keuangan Sulsel dimana 2 tahun berturut-turut ternyata mampu mencapai predikat WTP dari BPK dan ditambah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang melampaui pertumbuhan ekonomi nasional,  seharusnya bisa menjadi modal kepercayaan diri Pemerintah Provinsi untuk membangun infrastruktur jalan tanpa meminjam.

7. Masih ada Opsi lain selain berhutang dengan terbitkan Obligasi sendiri.  Opsi lain itu adalah Pemprov seharusnya mampu memanfaatkan predikat WTP yang telah diraih tersebut jika memang mampu member kontribusi dari sisi likuiditas sebagai calon debitur untuk mendapatkan pinjaman. Kami mempertanyakan, mengapa Pemprov tidak sekalian menguji kredibilitas predikat pengelolaan keuangan dan kepercayaan public terhadap Pemerintah daerah dengan menerbitkan obligasi daerah? Hal ini kami sampaikan karena menurut Fraksi kami, dengan menyajikan performa tersebut dalam bentuk portfolio dapat sekaligus mendapatkan kepercayaan public sehingga citra clear and clean tersebut dapat dimaknai betul oleh public dalam mendorong pelibatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan Sulsel.

8. Dokumen Usulan Tidak Lengkap. Fraksi Partai Demokrat meminta kepada Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan untuk melengkapi dokumen Rencana Utang dengan menjelaskan manfaat proyek terkait dengan peningkatan kesejahteraan kelompok masyarakat yang langsung mendapatkan manfaat dari proyek, termasuk benefit spillover secara keseluruhan bagi Rakyat Sulawesi Selatan. Proyek utang Pemerintah juga perlu memasukan keadilan antar generasi bagi dari sisi manfaat proyek maupun beban pembayaran, sehingga kajian yang lebih komprehesif sangat dibutuhkan. 



9. Hutang Pemerintah membebani Rakyat dengan Kenaikan Retribusi dan Pajak untuk membayar Pokok dan Bunga Hutang. Fraksi Partai Demokrat mengharapkan perlunya pemahaman bersama semua pihak tentang Pola Pinjaman Daerah seperti ini, yang mana nantinya akan membuat pewarisan beban utang kepada rakyat. Ini berarti membebani rakyat untuk membayar hutang ini melalui peningkatan pajak ataupun retribusi berkaitan dengan peningkatan mutu jalan. Kuncinya untuk tetap bisa membangun tanpa meminjam terletak pada upaya dan kemampuan membuat prioritas belanja dengan manajerial anggaran yang cermat tanpa harus merugikan alokasi lain, sambil  tetap memberi dampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat. Jika untuk kesejahteraan rakyat, Fraksi Partai Demokrat pada hakikatnya selalu bersepakat dan akan selalu mendukung Pemprov untuk mendorong pembangunan infrastruktur daerah yang senantiasa memperhatikan pemerataan pembangunan dengan jalan tidak meminjam, karena kami menganggap keuangan daerah masih mencukupi dengan APBD Rp. 4,7 Trilyun di tahun 2013 dan peminjaman ini belum menjadi prioritas untuk dilakukan.

10. Berhutang di Penghujung Periode Pemerintahan melanggar PP 30/2011 Pasal 13 Ayat (2) . Fraksi Partai Demokrat juga meminta Pemprov untuk mengkaji secara serius, bahwa Rencana Pinjaman Daerah Propinsi Sulsel yang diajukan di penghujung periode kepemimpinan Gubernur perlu mempertimbangkan aspek keadilan dan etika kekuasaan atas beban pembayaran utang pokok dan bunga terhadap periode Kepemimpinan Gubernur yang akan datang. Dalam Naskah Akademik dijelaskan proyeksi pembayaran Beban Utang Pokok dan Bunga akan dibayarkan selama lima tahun kedepan, berarti beban bunga dan utang pokok lebih banyak menjadi tanggungjawab pada periode Kepemimpinan Gubernur yang akan datang. Implikasi peminjaman ini akan ‘menyandera’ ruang gerak fiskal periode Kepemimpinan Gubernur yang akan datang dalam mengalokasikan anggaran berdasarkan janji politik kepada rakyat dan dalam penyusunan RPJMD mendatang. Utamanya jika merujuk pada PP 30 tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah pada Pasal 13 ayat (2) yang menyebutkan bahwa "Kewajiban Pembayaran Kembali  Pinjaman Jangka Menengah yang meliputi Pokok, Bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa Jabatan Gubernur, Bupati, atau Walikota yang bersangkutan".

11. Mewariskan Hutang pada Generasi Selanjutnya dan Sanksi Pemotongan DAU dan Dana Bagi Hasil .Selain itu, kami juga meminta Pemerintah Propinsi untuk mengkaji kembali Rencana Pinjaman Daerah Pemprov Sulsel pada PIP Sebesar Rp. 500 M yang ditujukan untuk pembangunan proyek infrastruktur. Karena selain hal ini terkait dengan keadilan bagi periodisasi kepemimpinan dalam hal Jabatan Gubernur,  juga terkait dengan keadilan antar generasi dengan adanya dokumen perencanaan pembangunan yang melihat aspek manfaat proyek terkait keadilan dalam penyebaran pusat pertumbuhan dalam lingkup wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Hal ini penting dijadikan pertimbangan karena jika Pemda tidak mampu membayar hutang tersebut, maka akan menjadi hutang turunan kepada pemerintah daerah selanjutnya dan bisa berlanjut ke pembebanan utang APBN Negara serta  terkena sanksi pemotongan dana DAU dan Bagi Hasil dari pemerintah Pusat yang berdampak pada pemotongan Gaji dan Tunjangan pada Pegawai Negri Sipil (PNS) kita.




12. Menunda Pembahasan Hutang dan Mengedepankan Aspek Kehati-Hatian. Fraksi Partai Demokrat meminta agar pembahasan Hutang Daerah Propinsi Sulawesi Selatan melalui Ranperda Pinjaman Daerah dapat ditunda pembahasannya sampai pada RPMJD baru mendatang. Usulan Pinjaman Daerah ini perlu dikaji ulang dan perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam rancangan pelaksanaannya sehingga tidak menjadi masalah yang berimplikasi hukum seperti Kasus-Kasus Pinjaman Daerah yang terjadi di Bogor, Halmahera Barat, dan Sumbawa Barat. 

Dari 12 Poin diatas, tampak jelas dan terang benderang sikap Fraksi Partai Demokrat Sulsel terkait Rencana Hutang Pemprov Sulsel. Oleh karena itu dalam Rapat Paripurna DPRD Sulsel yang dilakukan pada hari ini tanggal 16 Oktober 2012, kami menyatakan PERLUNYA PENGEMBALIAN MEKANISME YANG BENAR DAN LAZIM dalam membahas rencana hutang daerah ini dan FRAKSI PARTAI DEMOKRAT SETUJU DENGAN SYARAT bahwa Pemprov Sulsel Harus memenuhi hal krusial yakni Adanya Persetujuan DPRD terhadap Usulan Berhutang SEBELUM membahas RANPERDA PINJAMAN DAERAH tersebut.

Demikian tulisan ini disusun agar semua pihak memahami pandangan Fraksi Partai Demokrat terkait Pinjaman Daerah ini. Semoga bermanfaat, Wassalam. 

1 comment:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete